Teller BNI Terbiasa Palsukan Tanda Tangan Nasabah

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Fakta persidangan lebih banyak mengungkap uang nasabah digunakan diam-diam tutupi selisih antara fisik uang dengan yang tercatat di sistem.

Saksi teller KCP BNI Unpatti Ambon Anna menjawab mantap semua pertanyaan jaksa dan penasehat hukum terdakwa, bahkan terlihat cengar-cengir menebar senyum seolah, semua yang dilakukan itu benar untuk mengamankan kebijakan pimpinan. Tapi saat diberondong pertanyaan oleh majelis hakim, wajahnya berubah ciut.

Di lain pihak, salah satu penasehat hukum Faradibah Yusuf Cs, Kelson Haurissa menilai tim JPU sejak awal tidak pernah menghadirkan bukti-bukti kerugian BNI yang diklaim senilai Rp 58,9 miliar itu. Padahal fakta persidangan lebih banyak mengungkap uang milik para nasabah digunakan secara diam-diam guna menutupi selisih antara fisik uang dengan yang tercatat di sistem neraca saldo akhir bank yang akibat transaksi RTGS tanpa uang tunai.

“Mana kerugian bank yang sebanyak Rp 58 miliar itu? Bukti hasil auditnya mana? Lagian itu semua uang milik nasabah yang dipakai. Untuk menyeimbangkan neraca akhir bank setiap harinya,” ujar Haurissa kepada Kabar Timur, Sabtu (13/6).

Mirisnya lagi, seperti terungkap di persidangan, Jumat (13/6) lalu dengan saksi teller KCP BNI Unpatti, Anna mantap mengaku atas perintah atasannya Hendrik Labobar agar dia meniru tanda tangan yang ada di KTP yang disodorkan oleh pimpinannya itu sebelum menandatangani slip transfer via RTGS ke rekening CV Raihan dan sejumlah nama-nama nasabah yang diduga fiktif semua. 

“Ia slip ditandatangani tapi saya meminta teman kantor namanya Ako (Marco) untuk tanda tangan pak,” akui Anna menjawab pertanyaan hakim Jefta Sinaga.

Di persidangan saksi Anna ini juga baru terungkap jelas peran orang kepercayaan Faradibah Yusuf, yaitu Soraya Pelu. Ternyata, Soraya adalah semacam kurir yang ditugaskan untuk membawa uang tunai ke KCP BNI Unpatti pada sore hari pasca transaksi tanpa fisik uang hari itu melalui RTGS atau transaksi elektronik sesama BNI.

“Karena pimpinan punya kewenangan, pasti juga punya kebijakan. Jadi apa pun yang pimpinan katakan benar atau salah saya harus jalankan,” ujar Anna mantap menjawab pertanyaan hakim anggota Jefta Sinaga.

Sebelum Anna dihadirkan, dua saksi nasabah deposito BNI masing-masing Sumiyati dan Nazliah Seyban mengaku uang mereka yang tersisa di rekening tabungan jauh berkurang. Sumiati pedagang hasil bumi, mengungkapkan setiap butuh uang yang katanya untuk kepentingan bisnis BNI, Faradibah lebih dulu menghubunginya untuk menawarkan program cash back. Hal yang sama terhadap Nazliah Seyban.

Saksi Sumiaty menerangkan, dia harus menyetor Rp 900 juta, agar buku rekening depositonya di BNI tercatat sebesar Rp 1 miliar. Dengan demikian, yang bersangkutan mendapat untung Rp 100 juta setiap penyetoran tersebut. 

Suatu waktu di bulan Agustus 2019, karena butuh uang Sumiaty menghubungi Faradibah untuk menarik duit tersebut. Anehnya tanpa prosedur yang sulit dan mengisi data-data KCP Mardika, salah satu teller yang dihubungi langsung menyerahkan duit namun hanya Rp 550 juta. Sisa Rp 450 juta belum diambil hingga kasus BNI diusut polisi. 

“Saya pergi minta print out rekening koran karena ada panggilan polisi, ternyata sisa Rp 250 ribu. Kalau di buku tabungan sisa berapa saya juga tidak tau, karena masih di ibu Faradiba,” terang Sumiaty. (KTA)

Komentar

Loading...