PH Terdakwa Mati Sebut Tuntutan Jaksa Berlebihan
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Tuntutan hukuman mati dari Kejagung RI bagi terdakwa Asrul Pahlevi Nahumarury dinilai tak sesuai hak asasi manusia. Hal itu dinyatakan oleh 4 kuasa hukum terdakwa.
Salah satu dari tim tersebut, Alfred All Tutupary menyebutkan, sekarang ini seluruh hakim di Indonesia selalu berupaya menghindari hukuman mati bagi seorang terpidana.
Karenanya, pihaknya, urai Alfred hal itu akan disampaikan 4 tim kuasa hukum terdakwa Nahumarury dalam pembelaannya (pledoii) yang akan disampaikan pekan depan. "Kita berpegang pada bahwa, semangat setiap orang punya hak asasi selaku manusia untuk hidup," cetus Alfred kepada Kabar Timur, kemarin.
Karena itu menurutnya, pidana mati yang dituntut oleh JPU Maikel Gazperz dari Kejati Maluku adalah bertentangan dengan hak asasi manusia atau HAM. "Jadi tuntutan seperti itu kami kuasa hukum menilai sangat berlebihan," ujarnya.
Menurutnya, walau dalam KUHP tidak ada hubungan sebab akibat yang dipakai hanya hukum materil semata, namun HAM harus dipakai oleh majelis hakim, apalagi oleh jaksa penuntut. "Hubungan kausalitas itu memang tidak ada dalam hukum pidana. Tapi menurut kuasa hukum harus dipakai oleh penuntut umum. Intinya hukuman mati itu terlalu berlebihan," tekan Alfred.
Terpisah JPU Kejari Ambon Donald Rettob dimintai konfirmasinya menyatakan, hukuman mati itu diatur dalam KUHP. "Apanya yang seng manusiawi, kecuali seng ada di UU boleh. Dan ini barang khan ada dalam KUHP," jelas Rettob.
Sebelumnya JPU Kejati Maluku Maikel Gazperz SH. MH menuntut terdakwa Asrul Pahlevi Nahumarury, penganiaya Fajrul Seknun dan Arafit Henamuly dengan hukuman mati. Fajrul tewas ditebas parang, sedangkan Arafit cacat permanen.
"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo pasal 338 dan 351 KUHP," desak JPU Maikel, dalam persidangan di PN Ambon ruang Chandra, pada Senin
Masih dalam tuntutannya JPU Maikel meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Asrul Pahlevi Nahumarury alias Pahlevi dengan pidana mati dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Berikut, menetapkan barang bukti berupa satu buah parang dengan gagang dari kayu, satu buah sweater warna hitam bertuliskan Design, dirampas untuk dimusnahkan.
Kemudian, satu unit sepeda motor Kawasaki D-tracker hitam tanpa STNKB, dikembalikan kepada pemiliknya yaitu, saksi Asrul Febriansyah Rumalutur alias Rian. Tuntutan Maikel tersebut disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim PN Ambon Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota lainnya.
Maikel dalam surat tuntutannya menyebutkan perbuatan terdakwa mengakibatkan Fajrul Seknun meninggal dunia. Sedangkan Arafit Henamuly luka bacok di bokong, menyebabkannya cacat seumur hidup.
JPU Kejati Maluku itu mendasari tuntuntannya dengan dakwaan kombinasi dan pasal berlapis, yaitu Kesatu Primair melanggar pasal 340 KUHP, Subsidiair Pasal 338 KUHP atau, Kedua Primair melanggar Pasal 353 Ayat (3) KUHP, Subsidiair melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP, dan Ketiga Primair melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP, Subsidiair melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP.
Yakni, berdasarkan alat bukti yang dihadirkan oleh JPU di depan persidangan berupa keterangan saksi-saksi sebanyak 6 Orang. Kemudian keterangan ahli 2 orang, dan bukti surat berupa keterangan visum et repertum, bukti petunjuk dan keterangan terdakwa.
"Maka setelah dilakukan analisa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan serta berdasarkan analisa yuridis, maka tim JPU berkesimpulan bahwa perbuatan terdakwa Asrul Pahlevi Nahumarury alias Pahlevi telah memenuhi semua uraian unsur delik dari pasal Kesatu Primer melanggar pasal 340 KUHP dan pasal Pasal 353 Ayat (2) KUHPidana," beber JPU Kejati Maluku itu.
Masih Jaksa Maikel, berdasarkan fakta-fakta persidangan dan uraian pembuktian unsur pasal yang didakwakan, maka pihaknya berkesimpulan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan penganiayaan berencana. Yang mana hal itu mengakibatkan luka berat, sebagaimana, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP dan Pasal 353 Ayat (2) KUHPidana.
Menurut Maikel, terdakwa telah memenuhi semua uraian unsur delik dari dakwaan pasal yang dituntut. Maka dengan mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan, ditambah catatan kriminal sebelumnya di tahun 2018 terdakwa pernah dihukum pidana penjara selama 8 tahun dalam kasus sejenis. (KTA)
Komentar