Mereka “Merapat” ke JAR, Ini Kata Pengamat

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Istilah filantropika politik itu kan, orang-orang yang dianggap tersingkir dari  lingkaran sebuah elit kekuasaan.

Bursa Pemilihan Gubernur (Pilgub) Maluku, baru akan berlangsung 2024 mendatang. Kendati suhu “pesta” demokrasi itu sudah memanas.  Salah satu figur bakal calon Gubernur Maluku 2024 mendatang yang membumi dengan tageline:  “Beta Janji, Beta Jaga” belakangan ini  diminati sejumlah tokoh yang belakangan ini  kontra dengan Gubernur “Jenderal” Maluku, Murad Ismail.

Minat mereka bergabung dengan “JAR” terang-terangan diunggah pada Medsos mendapat tanggapan dan reaksi beragam. Bahkan, mereka disebut-sebut menjadi tokoh “sentral” kemenangan  Murad-Abas dengan tageline: Baileo itu.

Bergabungnya sejumlah “tokoh” sentral  yang katanya punya jasa besar  kemenangan “BAILEO”   di Pilgub Maluku 2018 ke kubu Letjen (Pur) TNI Jefri A Rahawarin “JAR” bakal menjadi kekuatan baru Pilkada Maluku 2024.

Pengamat Politik FISIP Universitas Pattimura Ambon, Said Lestaluhu, mereka atau para tokoh eks Tim “BAILEO”  dalam istilah politik disebut  Filantropika.

“Istilah filantropika politik itu kan, orang-orang yang dianggap tersingkir dari  lingkaran sebuah elit kekuasaan, lalu mereka akan cenderung mencari pelampung lain, untuk bisa mengaktualisasi harapan politik, nilai politik dan kepentingan politik yang belum terealisasi,” kata Lestaluhu, dihubungi Kabar Timur via telepon selulernya, kemarin..

Dalam fenomena politik Maluku saat ini, kata dia, kencendrungan  yang bisa menjadi lawan petahana Murad Ismail hanya JAR.  Itu pun, tambah dia, bila  Partai Golkar merestui atau memberi “tiket” di 2024, mendatang.

“Saya melihat, fenomena kekuasaan yang dimiliki Pak Murad ini cukup kuat. Hampir bisa dipastikan seluruh infrastuktur partai yang ada di daerah, bisa kemungkinan besar mendukung beliau,” katanya.

Oleh karena itu, para tokoh filantropika yang selama ini merasa kecewa, Lestaluhu mengaku, mereka akan berusaha mencari kekuatan baru, untuk bisa  eksis memperjuangkan kepentingan politiknya. “Karena kepentingan politik mereka sebelumnya belum terakomodir, tapi mereka sudah tidak dapat tempat, makanya mereka cari kekuatan baru untuk kepentingan itu,”paparnya.

Dan Fenomena seperti itu, tambah Lestaluhu, merupakan sesuatu yang alamiah dalam politik. Para figur yang merasa diri sebagai aktor kunci kemenangan MI di 2018, tak bisa dikatakan sebagai filantropika, kecuali mereka sudah tidak bergelut dalam politik .

“Kecuali kalau dia sudah punya kehidupan baru yang terlepas dari hasrat politik, baru bisa kita katakan tidak ada kepentingan lain. Tapi selama dia masih ada dalam habitat politik, pasti cenderung mencari peluang politik lain untuk kepentingannya,”tandasnya.

Sedangkan pemerhati politik lainnya, Rais Attamimi, SH, berpendapat fenomena politik 2024 untuk Pilgub Maluku dengan merapatnya sejumlah tokoh politik, baik yang dilakukan secara transparan maupun senyap setidaknya menjadi  amunisi tambahan untuk tidak bisa dianggap remeh.

“Ini sinyal dan kekuatan baru. Tidak bisa dianggap remeh. Pencitraan yang dilakukan hampir seluruh Maluku sebagai kekuatan yang terstruktur dan terukur. Kita tidak bisa melihat fenomena dengan karakter para tokohnya,” kata Rais.

Intinya, tambah Rais, ini warning  bagi incumbent, untuk tetap membuat langkah-langkah antisipasi dengan tidak melakukan reaksi-reaksi ego berlebihan, yang akan berdampak negatif publik, tutup Rais.  (KTE)

Komentar

Loading...