Korupsi BPDM Mako, Ditarget Nasabah yang “Polos-polos”

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Usai sidang, Yasser Samahati mencari tiga saksi yang tadi diperiksa oleh majelis hakim, salah satunya Siti Hafsoh (40). Di persidangan Siti mengaku saldo tabungannya Rp 511 juta yang dilihatnya masih utuh setahun lalu di buku tabungan, ternyata tak tersisa sepeserpun.

Sejak menabung tahun 2018, hingga tahun 2019 yang diingatnya baru tiga kali melakukan penarikan uang di BPDM cabang Mako, Namlea Kabupaten Buru. Yang pertama tahun 2018 sebanyak Rp 50 juta, lalu pada Juli 2019 juga Rp 50 juta. Yang ketiga bulan Oktober 2019 Rp 100 juta.

"Iya setahu saya sisa saldonya Rp 511 juta ibu," kata Siti Hafsoh menjawab pertanyaan hakim Ketua Christina Tetelepta di persidangan Pengadilan Tipikor Ambon, Jumat (26/11).
Anehnya dua teller bank tersebut Bunga Sartika dan Erik Marhaeni tak segan-segan menjemput duit tabungan langsung ke rumah nasabah. Tapi ujungnya buku tabungan berikut KTP milik nasabah juga dibawa kedua terdakwa ke kantor mereka di BPDM Mako. Di sana dua barang itu disimpan hingga berminggu-minggu sebelum dikembalikan. "Ga tau alasannya apa dibawa," jelas saksi Siti Hafsoh.

Saksi Sugito, mengaku saldo terakhir yang ia tahu Rp 315 juta dengan penarikan uang baru satu kali sejak jadi nasabah tahun 2018. Bahkan buku tabungan saksi disimpan satu tahun oleh teller. "Saldo Rp 315 juta, baru ambil satu kali. Ibu Bunga bilang printernya rusak jadi buku tabungannya di simpan di BPDM. Ibu Bunga bilang ya sudah, titip di sini saja (bank)," jelas Sugito.
Padahal seperti disampaikan ketua majelis hakim Christina Tetelepta, buku tabungan lazimnya diambil kembali hari itu juga oleh nasabah setiap menyetor maupun menarik uang dari bank. Hal ini ditanyakan oleh Christina, lalu dijawab oleh saksi Sugito, kalau kedua teller bilang mesin printer di bank rusak.

Tapi saksi Khairun, bernasib lebih baik dibanding Siti Hafsoh maupun saksi Sugito. Guru PNS dengan tunjangan sertifikasi itu punya buku tabungan warna merah yang dipakai untuk urusan gaji, ternyata utuh. Tapi buku tabungan yang warna biru saldo terakhir Rp 27 juta, tinggal 2 juta.

Tidak saja Siti Hafsoh, suaminya Khairun dan Sugito, masih ada 75 saksi lain. Sebagian besar adalah nasabah BPDM Mako mesti dihadirkan di persidangan. Akibatnya, pasca sidang perdana pemeriksaan saksi pekan kemarin, jadwal sidang berikutnya akan lebih ketat. Majelis hakim yang diketuai Christina Tetelepta, beranggotakan Andy Adha dan Nova Salmon sepakat sidang digelar dua kali seminggu, hari Rabu dan Jumat.

"Kerugian negaranya Rp 4 miliar lebih," kata JPU Yasser Yasser Samahati usai
Tiga orang yang terlihat di layar monitor dalam sidang yang digelar melalui video conference itu merupakan terdakwa korupsi BPDM Mako, Namlea Kabupaten Buru. Masing-masing pimpinan KCP BPDM Mako Syahrir Marwan Pattihuan berjenggot lebat. Sementara teller bank tersebut, Bunga Sartika Alkadrie dan Erik Marhaeni Hukul, keduanya mengenakan jilbab panjang berwarna hitam menutupi seluruh badan.

"Jadi kepala KCP ini kasih dia pe password almari brankas, ke dua teller itu. Saling percaya lah begitu," jelas Jaksa Namlea itu memulai cerita singkatnya.
Itu terjadi sejak tahun 2018 ketika terdakwa Syahrir Marwan mulai bertugas sebagai kepala KCP BPDM Mako. Mendapat kepercayaan berupa "nomor pembuka" brankas dari pimpinan mereka, Bunga dan Erika bukannya amanah. Mereka malah mengotak-atik isi brangkas berisi duit yang jumlahnya tidak sedikit.

Tapi ujung-ujungnya pimpinan KCP Syahrir Marwan Pattihuan turut ditetapkan tersangka oleh kejaksaan. Dia kedapatan menggunakan dana bank Rp 300 juta untuk kepentingan pribadi. Terkait kedua teller, perbuatan mereka dengan melakukan "pendebetan ilegal" dari nomor rekening nasabah. Dengan modus mengambil uang dari Kas Besar (brankas) menggunakan slip penarikan fiktif dan transfer penarikan fiktif dengan nomor rekening nasabah. Fraud atau kecurangan tersebut dengan cara memalsukan tandatangan nasabah di slip penarikan atau setoran. Mereka juga tidak melakukan prin out buku tabungan, malah saldo nasabah ditulis tangan pada buku tabungan.

Cilakanya, setelah uang diambil, Bunga dan Erik tidak menginput uang setoran atau penarikan ke dalam sistem rekening bank. Untuk menghindari kecurigaan, buku tabungan nasabah yang umumnya petani sawah dan rata-rata berpendidikan rendah itu, teller meminta buku tabungan dititip di kantor BPDM Mako.

Padahal menurut Yasser sebagai teller senior mestinya terdakwa Bunga bisa membimbing rekannya Erik yang bertugas tahun 2016 agar kecurangan (fraud) tidak terjadi. Diakuinya, skandal perbankan ini baru terbongkar ketika pimpinan terdakwa Syahrir Marwan memanggil tiga saksi Siti Hafsoh, Sugito dan Khairun ke kantornya. Dalam pertemuan di ruang kerja Syahrir itu dia hanya mengaku ada kesalahan administrasi sehubungan raibnya uang mereka dari saldo tabungan. Marwan menjanjikan uang mereka akan diganti. Saksi Siti Hafsoh dan Sugito mengaku sisa saldo masingmasing Rp 511 juta dan Rp 350 juta telah dikembalikan. Sedang, Khairun masih kurang Rp 2 juta dari saldo yang digelapkan terdakwa bank.
"Jadi mereka cari nasabah yang polos-polos sebagai korban," ujar Yasser Samahati.

Dalam dakwaannya JPU Kejari Namlea itu mengancam ketiga terdakwa dengan pasal primair yaitu Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan Pasal Subsidair yaitu Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Dengan ancaman pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Sedang denda paling sedikit Rp200 juta, dan paling banyak Rp1 miliar. (KTA)

Komentar

Loading...