DOB Kabupaten Ambon Bisa Jadi Beban Negara

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Ada pendapat jadi kabupaten lebih baik, tapi ada juga pendapat lebih baik gabung Kota Ambon. Dua-duanya butuh anggaran jumbo.

Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Kepulauan Ambon (KKA) yang ditiupkan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy memantik reaksi publik.

Semangat pemekaran wilayah tidak lepas dari upaya pemerataan pembangunan, memperpendek rentan kendali, pemanfaatan sumber daya alam, peningkatan perekonomian masyarakat dan perwujudan kesejahteraan warga.

Secara politik administratif, pemekaran membutuhkan berbagai persyaratan yang telah diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah, kata Fungsionaris Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Mizwar Tomagola, kepada Kabar Timur, Selasa (9/11).

“Mengacu Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 menjadi daerah otonom baru sebuah daerah harus jadi daerah persiapan selama tiga tahun,”katanya.

Akhir masa daerah persiapan, lanjut dia, akan ada evaluasi pemerintah bersama DPR. Bila layak dalam masa persiapan tersebut, daerah bisa menjadi DOB, sebalik-nya bila tidak daerah persiapan dikemba-likan ke daerah induk.

“Ini merupakan tahapan administratif yang harus dilakukan setiap daerah yang ingin dimekarkan. Persoalan lain adalah, soal biaya pembentukan satu daerah,”jelas Tomagola.

Pembentukan satu daerah baru membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebab, negara harus memfasilitasi upaya pembentukan daerah baru. “Sulitnya pembentukan DOB terkendala soal politik anggaran. Biaya yang harus disiapkan pemerintah daerah (Pemda induk) tidak sedikit mengenai hal ini,”ujarnya.

Bukan hanya itu, DOB saat ini sedang dievaluasi pemerintah. Pasalnya, tujuan pembentukan DOB tidak sesuai ekspektasi. Banyak daerah yang mekar masih bergantung pada APBN, yang dialokasikan lewat DAU dan DAK.

“Prinsipnya tujuan pemekaran sebagaimana yang saya urai di atas, belum mampu tercapai dan pemekaran akan menjadi beban bagi negara. Makanya harus ada opsi lain soal ini,”terangnya.

Terpisah, tanggapan pesimis mengenai DOP KKA juga datang dari Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Masohi, Yuslan Louhatu, saat dihubungi kepada Kabar Timur.

Ketua PMII Cabang Masohi, Kabupaten Maluku Tengah ini mengatakan, masih ada opsi lain yang bisa dilakukan selain harus melakukan pemekaran terhadap KKA.

“Masih ada pilihan lain selain Pemekaran Kabupaten Pulau Ambon, yakni menggabungkan Jazirah Leihitu sebagai wilayah pemerintahan kota Ambon,”jelasnya.

Hal ini, kata Yuslan, tentu bisa terjadi dengan mempertimbangkan akses publik, kesamaan wilayah (geografis), dan rentan kendali. “Ini demi menjawab persoalan finansial agar tidak membebankan negara,”ujarnya.

Justeru harus ada opsi lain. Mempertimbangkan Jazirah Leihitu soal rentan kendali dan akses kebijakan publik. Semisal Jazirah Leihitu oleh Walikota Ambon lewat political Will, mengusulkan agar tiga kecamatan di Jazirah dan Salahutu bisa bergabung dengan Kota Ambon karena kesamaan wilayah,”paparnya.

Opsi ini, menurut Yuslan, justeru cukup ideal dan tidak membebankan negara. Secara ekonomi politik, jika Jazirah bergabung dengan Kota Ambon, maka Ambon sebagai sentral ekonomi di Maluku justeru akan semakin tumbuh pesat.

“Sudah pasti akan bertumbuh pesat dan berkembang, karena Ambon New Port yang dibangun di Waai, secara administratif masuk pada wilayah Kota Ambon,”tandasnya.

Berbeda dengan tanggapan pesimis dua aktivis itu, Pembina DPP Hetu Upu Ana (Organisasi Kepemudaan dan Mahasiswa Jazirah Leihitu) Johan Slamet sangat mendukung pemekaran KKA.

Menurutnya, program strategis nasional di Maluku, Ambon New Port, dinilai bisa menjadi pertimbangan Presiden Indonesia, Joko Widodo, untuk Daerah Otonomi Baru  Kabupaten Kepulauan Ambon.

“Bahkan itu bisa menjadi pertimbangan Presiden Indonesia untuk DOB KKA, yang kita tahu sendiri menjadi harapan masyarakat Jazirah dan Salahutu selama ini,”katanya.

Pembangunan Ambon New Port, kata Johan, akan berdampak secara pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan pekerjaan, guna menekan angka kemiskinan di Maluku,”katanya.

“Selain menjadi rencana pembangunan yang memiliki Multi flayer effect, pembangunan Ambon New Port juga menjadi stimulan untuk pembentukan Daerah Otonomi Baru di dataran Jazirah Leihitu,”ujarnya.

Apalagi, lanjut Johan, selama ini upaya masyarakat Jazirah Leihitu untuk keluar dari Kabupaten Maluku Tengah, terus terganjal dengan berbagai alasan salah satunya, adalah sektor pemanfaatan sumberdaya alam sebagai income bagi daerah baru.

“Adanya Ambon New Port, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan mudah terkonsolidasi. Kami sepakat pikiran dan gagasan yang disampaikan Walikota Ambon,” terangnya.

Data, Ambon New Port  akan menggunakan lahan 200 hektare. Sesuai pernyataan Walikota Ambon, 200 hektare dalam logika, sudah 60 persen luas wilayah Kota Ambon.

“Artinya menggunakan logika komparasi, sudah logis Ambon New Port, ikut melahirkan diskresi dari Pemerintah Pusat untuk mendorong Leihitu sebagai daerah Otonomi Baru,”ungkapnya.

“Kami dukung pembangunan Ambon New Port dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan pembentukan DOB untuk keberlangsungan dan kemajuan Jazirah Leihitu,”tutupnya.

Pengamat politik Universitas Pattimura Said Lestaluhu mengatakan, isu pemekaran Jazirah sudah lama dimainkan. Jika kemudian hari ini ada wacana soal pemekaran Kabupaten Pulau Ambon yang didalamnya terdiri dari jazirah ini sangat positif.

“Ini hal yang positif. Tergantung kebijakan pemerintah untuk menggolkannya. Sebab pemekaran wilayah baru sudah menjadi harapan banyak orang di jazirah,” kata Lestaluhu kepada Kabar Timur, Selasa (9/11).

Dia menyatakan, pemekaran Kabupaten Pulau Ambon akan menjawab persoalan yang sampai saat ini dirasakan warga jazirah, terutama mengenai pelayanan publik dan pengurusan administrasi KK maupun KTP.

“Ini juga memperpendek rentang kendali. Sebab selama ini masyarakat jazirah terkendala dalam pengurusan berkas-berkas administrasi kependudukan dan pelayanan publik. Jadi kalau dimekarkan, maka ini positif sekali,” paparnya.

Tapi apakah pemekaran ini akan berjalan mulus? Said mengaku, mulus dan tidaknya, semua tergantung kebijakan dari pemerintah. Jika pemerintah mendukung untuk dimekarkan kabupaten Pulau Ambon, maka pihak-pihak yang ada di dalamnya tinggal menyiapkan segala persyaratan yang diatur sesuai aturan pemekaran DOB.

“Salah satu persyaratan khan harus terdiri dari lima kecamatan. Nah, kalau pemerintah mengiyakan, tinggal pihak terkait di jazirah membentuk tim untuk memenuhi persyaratan yang ada. Prinspnya semua di pemerintah,” ujarnya

Bagaimana jika pemekaran ditiadakan dan jazirah masuk ke wilayah teritorial Kota Ambon? Dosen Fisip Unpatti Ambon itu berpendapat, masuk dan tidaknya, jangan dijadikan satu perdebatan. Sebab kalaupun jazirah masuk Kota Ambon, maka ini juga akan membebani pemerintah Kota.

Artinya, itu akan membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk memfasilitasi setiap kegiatan di jazirah. Tapi kalau pemekaran baru, maka jauh lebih bagus karena akan ada porsi anggaran dari pemerintah pusat.

Selain itu, pemekaran juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru di kabupaten Pulau Ambon. “Pendapat saya seperti itu. Kalau pemekaran, maka lapangan pekerjaan baru akan terbuka lebar untuk masyarakat. Beda kalau masuk menjadi bagian dari Kota Ambon, ya sama saja. Bahkan akan menambah membebani pemkot Ambon dalam kaitan dengan pemenuhan anggaran untuk setiap kegiatan di wilayah jazirah,” pungkasnya. (KTY/KTE)

Komentar

Loading...