Politisi NasDem Kota Bongkar Rp 5,3 Miliar Raib di DPRD Kota
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Politisi Partai NasDem Kota Ambon, Mourits Tamaela membongkar bobroknya lembaga DPRD Kota Ambon. Wakil rakyat dua periode ini menyebutkan, Rp 5,3 miliar yang bersumber dari APBD murni Kota tahun 2020, raib entah kemana.
Ungkapan Tamaela diperkuat dengan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang masuk ke meja pimpinan DPRD Kota Ambon. “Tapi sayang kami belum tahu item-item apa saja di dalam rekomendasi itu. Sebab sampai saat ini, kami tidak pernah melihatnya,” kata Mourits diwawancarai Kabar Timur di gedung DPRD Ambon, Rabu (14/10).
Menurutnya, dari sisi aturan, temuan ini harus dilakukan pengembalian. Tapi, berapa jumlah yang sudah dikembalikan, belum ada data jelas. “Makanya kami minta supaya dilakukan rapat internal besar supaya bisa menanyakan perihal masalah ini. Sudah dua tahun loh, tapi tak pernah ada rapat internal,” jelasnya.
Tentu, lanjut Ketua Partai Nasdem Kota Ambon itu, fraksi Nasdem akan tetap menelusuri masalah ini. “ Ini jadi fokus kita. Bagaimana kita mau mengawasi di luar sementara di dalam lembaga ini saja bobrok,” tegas Mourits.
Anggota DPRD Kota Ambon lainnya, Hary Far-Far mengaku, selama ini, fungsi mereka sebagai anggota DPRD dibatasi oleh pimpinan. Makanya, data dari temuan BPK Rp 5,3 miliar itu tidak pernah diketahui kejelasannya.
“Berapa angka pasti, item apa saja, dan lainnya yang ada dalam rekomendasi LPH BPK, saya tak pernah tahu. Dua tahun ini fungsi kami dibatasi,” paparnya. Ditegaskan, jika masalah ini tidak direspon baik oleh pimpinan DPRD, tentu akan ada aksi yang lebih besar dari yang dilakukan anggota Mourits Tamaela.
“Kita ini kerja tapi dibatasi pimpinan. Saya mau bilang, ini tindakan melenceng, melanggar transparansi dan tidak bertolak dengan UUD 1945,” sebut Politisi Perindo itu. Dikatakan, bukan saja soal temuan BPK Rp 5,3 miliar, tapi ada sejumlah masalah lain yang harus membutuhkan penjelasan dari pimpinan DPRD.
Ketimpangan lainnya seperti pembahasan anggaran, program dan lain sebagainya, limit waktu yang diberikan sangat tidak rasional. Padahal, dengan jumlah mitra kerja yang mencapai belasan, itu perlu membutuhkan waktu panjang.
“Kalau hanya dua tiga hari, ini waktu yang sempit. Bagaimana kita bisa pastikan prorgam yang dilakukan ke pemerintah itu bermuara langsung ke masyarakat atau tidak,” pungkas Far-Far. (KTY)
Komentar