“Tak Jelas” Saksi Penemu Bukti Pemalsuan Kasus DAMRI
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Penyelidikan polisi terkait dugaan skandal di Perum DAMRI Cabang Ambon masih terkendala saksi yang menemukan barang bukti. Yang bersangkutan tiga hari berturut-turut diagendakan menjalani pemeriksaan, namun belum berhasil dilakukan oleh penyidik Polda Maluku.
“Belum,” kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Moh Roem Ohoirat singkat, dihubungi melalui telepon seluler, Kamis (7/10).
Singkatnya jawaban Kabidhumas Polda Maluku ini terkesan jauh beda dari biasanya. Tak ada penjelasan tambahan lain dari perwira menengah polisi ini. Sebelumnya pegiat antikorupsi Minggus Talabessy mengingatkan Polda Maluku agar serius melakukan penyelidikan kasus tersebut.
Minggus juga meminta agar sumber-sumber saksi kasus ini dikawal baik. Pasalnya menurut dia, saksi-saksi terutama para sopir DAMRI ini lah pihak yang diduga kuat jadi korban kejahatan oknum-oknum pejabat di Perum DAMRI Cabang Ambon.
Tentunya kasus ini, ujar dia, masih dalam koridor azas praduga tak bersalah. “Tapi namanya laporan pengaduan, akibat ada yang merasa jadi korban, khan begitu?” katanya dihubungi lagi kemarin.
Sehingga, memastikan ada tidaknya dugaan tindak pidananya, aparat penegak hukum terkait kasus ini mesti bekerja profesional. Sekadar tahu, saksi yang ditunggu selama tiga hari lalu untuk dimintai keterangan itu, adalah sopir yang pertama kali menemukan bukti slip penerimaan Uang Dinas Jalan (UDJ) tujuh persen, bulan Januari 2020.
Bukti itu ditemukan di gudang kantor DAMRI tersebut saat dilakukan bersih-bersih di gudang tersebut oleh sejumlah karyawan termasuk sopir tersebut. Padahal penyidik Subdit III Ditreskrimum menyebutkan saksi sopir itu telah mengaku bersedia hadir di Polda kemarin.
Barang bukti slip penerimaan subsidi UDJ tersebut berisi tandatangan 26 sopir DAMRI Ambon dengan nilai uang diterima masing-masing Rp 935.000.
Sebelumnya pengacara Fachri Bacmid menduga kuat dari temuan slip pembayaran dengan tanda tangan (palsu) sopir senilai Rp 935.000 itu, bukan saja kasus dugaan penggelapan dana, tapi juga tindak pidana korupsi atau tipikor. “Sebab subsidi tujuh persen itu dananya bersumber dari anggaran negara,” pungkas Bachmid. (KTA)
Komentar