Tanaya & Laitupa Dipenjara Jaksa
KABARTIMURNWES.COM,AMBON, - KIetentuan UU tanah Erfpacht tidak bisa dipindah tangankan baik kepada ahli waris atau pihak lain
Tersangka kasus dugaan pengadaan tanah untuk PLTG Namlea, Ferry Tanaya resmi diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku oleh penyidik, Senin (26/4). Ferry diserahkan sekira pukul 15:25 WIT setelah berkas perkara tahap dua dinyatakan lengkap.
Pengusaha kayu Buru itu tidak sendiri. Dia bersama rekannya Abdul Gafur Laitupa. Keduanya diinapkan di Rutan Kelas IIA Ambon selama 20 hari ke depan. Saat penyerahan, Ferry didampingi pengacaranya, Henri Lusikooy. Sementara, mantan Kepala Seksi pengukuran BPN Namlea, Abdul Gafur Laitupa didampingi pengacara Rosa Nukuhehe
“Ini kasus lama dan telah melewati proses panjang. Kini, semuanya telah rampung dan sudah diserahterimakan ke Kejari Buru untuk selanjutnya melakukan penahanan selama 20 hari di rutan Ambon,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Rorogo Zega dalam keterangan persnya di kantor Kejati Maluku, kemarin
Menurutnya, Ferry tidak memiliki hak menerima ganti rugi pada bidang tanah dikawasan tersebut, mengingat status tanah adalah tanah Erfpacht dengan pemegang hak almarhum Zadrach Wakano. “Pemegang hak atas nama Zadrach Wakano yang meninggal di tahun 1981 yang selanjutnya di tahun 1985 di buat transaksi oleh ahli waris dari Z Wakano kepada FT,” kata Kajati.
Selanjutnya, kata Kajati, ketentuan UU tanah Erfpacht tidak bisa dipindah tangankan baik kepada ahli waris atau pihak lain. “Setelah pemegang hak meninggal maka selesai sudah hak atas tanah itu dan dikembalikan haknya ke negera, karena yang berhak menkonversi tanah tersebut hanya pemegang hak, tidak bisa dikonversi oleh orang lain,” terang dia
Berdasarkan ketentuan tersebut, lanjut mantan Kepala Kejaksaan Negeri Ambon ini, transaksi jual beli ahli waris Wakano dan Tanaya batal secara hukum dan status tanah tersebut tidak beralih ke Tanaya.
“Kita mengikuti perintah Undang Undang dan FT tidak memiliki hak untuk ganti rugi bidang tanah seluas 48.645 meter persegi senilai Rp.6.081.722.920,” tandasnya.
Sebenarnya, lanjut Kajati, ada batas waktu 20 tahun dari tahun 1960 sejak Undang Undang Pokok Agraria untuk lakukan konversi artinya hak itu selesai di tahun 1980 dan pemilik hak sudah meninggal sehingga tidak dapat diwariskan. “Jadi tanah ini sudah dikuasai negara kemudian dijual, otomatis transaksi ini tidak bisa dibenarkan atau batal secara hukum,” pungkas dia.
PLN TIDAK TERSANGKA
Selain itu, Kajati Zega menegaskan, PT. (Persero) PLN maupun A. Wakano selaku ahli waris dari almarhum Zadrak Wakano yang menjual tanah negara kepada tersangka FT untuk rencana pembangunan sarana PLTMG berkekuatan 10 MW idak dijadikan tersangka. “Yang dikejar dalam perkara ini bukanlah masalah kepemilikan lahan, tetapi kasus dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar R p6, 08 miliar,” kata Kajati.
Kalau PLN sebagai pihak yang melakukan proses pembayaran lahan berdasarkan hasil pengukuran tanah oleh tersangka AG dari BPN Kabupaten Buru, sedangkan pemilik lahan bisa diproses hukum secara pidana umum oleh tersangka FT.
Kajati menyampaikan kronologis pembelian lahan yakni pada 2016, PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku melakukan proses pengadaan tanah bagi pembangunan PLTMG yang berlokasi di Dusun Jiku, Desa Namlea, Kabupaten Buru.
Untuk kepentingan tersebut, PLN UIP Maluku melayangkan surat kepada pihak Badan Pertanahan Nasional lalu Kepala Kantor BPN Buru, John George Sen (Alm) secara lisan memerintahkan tersangka AG selaku Kasie Pengukuran di BPN Buru melakukan pengukuran lahan.
Dalam pengukuran tanah seluas 48.000 meter persegi ini, tersangka AG membuat peta lokasi nomor 02208 tertanggal 16 Juni 2016 . Namun, tidak sesuai data sebenarnya, karena mencantumkan nomor induk bidang tersebut tetapi berdasarkan komputerisasi ternyata lokasi itu milik Abdul Rasyid Tuanani seluas 645 meter persegi.
Padahal tanah ini dikuasai oleh negara karena lokasinya merupakan bagian dari tanah erfpacht (hak barat) dan pemegang haknya atas nama Zadrak Wakano (Alm) yang meninggal dunia pada 1981 dan 1985 terjadi transaksi jual beli antara keluarga waris dengan tersangka FT. (KTY/AN/KT)
Komentar