Soal Kuota P3K, Kanwil Agama Maluku Dinilai Gagal

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Tidak diakomodirnya, tenaga-tenaga guru honor pada sekolah keagamaan lain menjadi poin kritis yang mestinya diperhatikan serius Kementerian Agama.

Maluku hanya mendapatkan kuota empat orang guru madrasah pada seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K) tahun ini, menuai kritik. Kementerian Agama tidak adil dan Kakanwil Kemenag Maluku, Jamaludin Bugis, dinilai gagal dalam menjembatani kepentingan Maluku.

“Penetapan kuota empat orang bagi Maluku uktikan lemahnya Kakanwil Kemenag Maluku dalam melakukan lobi-lobi ke tingkat pusat,” Ketua Wilayah Pimpinan Muhammadiyah Maluku,  Ansari,  kemarin.  Dia meminta, pihak Kemenag Maluku tidak berdiam diri dan menerima keputusan penetapan kuota itu.

Maluku sebagai daerah kepulauan dihuni masyarakat multikulturalisme mestinya menjadi barganing dan alasan rasional memperjuangkan kepentingan kebutuhan kekurangan tenaga guru ASN baik madrasah maupun sekolah keagamaan lain dibawa naungan Kementerian Agama.

“Paling tidak,  Kementerian Agama, mengkaji terlebih dahulu karakteristik pendidikan khususnya pendidikan madrasah maupun pendidikan keagamaan lain yang ada dibawa kendali Kemenag. Sehingga keputusan yang diambil tidak mendiskriminasi, tidak aspiratif dan tidak responsif terhadap kebutuhan daerah,” tutur Ansari.

Kekurangan tenaga guru ASN di daerah ikut berimbas kepada pengembangan pendidikan. Bahkan bisa saja peserta didik tidak mendapatkan harapan pendidikan sebagaimana mestinya.

Perjuangan penambahan kuota perlu dilakukan Jamaludin Bugis  dan perangkatnya agar tenaga honorer yang ada bisa mendapatkan porsi yang proprosonal. Masih guru -guru honor baik di madrasah maupun di sekolah keagaman lain yang gantungkan harapannya atas seleksi P3K itu.

“Ada tenaga honorer yang mengabdi cukup lama. Kalau kuotanya cuman empat saja, mereka tidak akan mendapatkan kesempatan merubah nasibnya. Jadi Kementerian Agama harus bersikap  arif atas kebijakan-kebijakan itu,” ujar Ansari.

Bagi Ansari, kuota P3K untuk Maluku dari jalur Kemendikbud lebih banyak, di Kementerian Agama ini kemirisan. Padahal, guru-guru honor dibawa naungan Kemenag Maluku punya kontribusi besar atas perkembangan pendidikan.

Kemenag Maluku, kata dia, harusnya miliki grand desain pendidikan di daerah ini. Khususnya pola rekrutmen, sehingga Kementerian Agama dalam skala prioritasnya tidak secara mutlak  mengambil keputusan tanpa kajian dan aspirasi dari daerah.

“Kemenag Maluku harus bisa siapkan apa yang jadi poin-poin tuntutan sehingga tidak sekedar menerima. Tapi, harus bisa memiliki sikap dan konsep tentang apa yang jadi kebutuhan bagi pendidikan dibawah naungannya,” kata Ansari.

Pemuda Muhammadiyah, lanjut Ansari, akan bertindak dan mendesak Kementerian Agama dapat merevisi keputusan penetapan kuota itu. “Kalau perlu kita lakukan akan kita lakukan. Termasuk harapan adanya keterlibatan DPRD maupun pemda guna menyuarakan persoalan ini,” tukasnya.

Ansari mempertanyakan sejauh mana kinerja Kakanwil dalam memfasilitasi kepentingan Maluku. “Yang jadi pertanyaan kritis kami adalah apa yang sudah dilakukan Kakanwil Kemenag Maluku, Jamaludin Bugis? Sejauh ini belum ada progres positif dari kinerjanya jika dibandingkan Kakanwil sebelumnya,” sergah Ansari.

Dia menyarankan persoalan ini tidak dianggap remeh pihak Kanwil Kemenag Maluku. Sebab seleksi P3K guru honor akan berdampak terhadap perkembangan pendidikan. Kementerian Agama Pusat sebenarnya cukup baik dalam merespon isu-isu keumatan, multikulturalisme  dan mestinya harus dimanfaatkan Kemenag Maluku. Karena Visi  Menteri Agama saat ini cukup baik.

“Kalau Kemenag Maluku merasa tidak bisa berjalan sendiri alangkah baiknya gandeng ormas-ormas, untuk sama- sama mengawal aspirasi ini. Jangan hanya Kemenag Maluku saja yang merasa bisa, tetapi harus berkolaborasi dengan  ormas-ormas lainnya,” saran Ansari.

Dia berharap, Kemenag Maluku dibawa pimpinan Jamaludin Bugis benar-benar serius dan punya perhatian khusus terhadap kepentingan Maluku terkhusus bagi pendidik yang masih berstatus honor “Selaku pimpinan  wilayah, Kanwil Agama harus evaluasi diri apa yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan untuk menjadi perhatian kedepan,” harap Ansari.

Terpisah, Komda PMKRI Dimisioner, Pieter Temorubun menegaskan, penetapan empat kuota bagi Maluku merupakan bentuk ketidakadilan. Apalagi, kuota empat orang itu hanya difokuskan pada guru madrasah.

“Ini soal keadilan. Bagaimana perhatian negara terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan dan pendidikan di daerah.  Kita tahu pendidikan dibawa naungan Kementerian Agama tidak saja madrasah, tetapi ada sekolah Teologia maupun sekolah Minggu. Di sekolah-sekolah ini terdapat tenaga guru honor, sudah tentu memiliki harapan yang sama mengikuti seleksi P3K itu,” tegas Temorubun.

Menurutnya, Maluku adalah daerah yang menjadi barometer perdamaian di Indonesia. Sehingga keadilan dalam distribusi kuota P3K dilingkup Kementerian Agama penting dilakukan. “Konyol, jika usulan disampaikan ke pusat itu diatas angka ribuan tapi diakomodir hanyalah empat orang. Ini kebijakan yang  tidak masuk akal. Kalau Maluku menjadi perhatian, harusnya ada rasa keadilan itu,” tandasnya.

Menurutnya, dengan tidak diakomodirnya, tenaga-tenaga guru honor pada sekolah keagamaan lain menjadi poin kritis yang mestinya diperhatikan serius Kementerian Agama.

Dia menilai, Kakanwil Kemenag Maluku gagal dalam kinerjanya untuk memperjuangkan kuota termasuk rasa keadilan. “Secara pribadi, saya menilai Kakanwil telah gagal dalam menahkodai kepentingan masyarakat Maluku secara kolektif,” tutup  Temorubun

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Maluku, Jamaludin Bugis yang dikonfirmasi Selasa, 6 April kemarin, bergeming sejak awal tak mau memberikan penjelasan lantaran informasi itu sudah dimuat di media massa. “Kalau belum dapat data dan informasi jelas jangan cepat -depat dipublikasikan begitu,” ujar Jamaludin.

Jamaludin mengatakan, dunia sekarang bukan persoalan lobi atau pendekatan. Melainkan semuanya sudah berproses secara online.  “Jadi tidak ada istilah lobi-lobi  atau jatah itu. Siapa yang mengatakan ada kelemahan-kelemahan pendekatan itu mereka tidak faham tentang birokrasi saat ini,” kata Jamaludin.

Menurutnya, birokrasi saat ini bukanlah birokrasi manual, tapi birokrasi digital. Sehingga segala sesuatunya melalui online. “Masing-masing orang menentukan posisinya. Saya tidak mau komentar banyak lewat telepon. Silakan datang besok datang ketemu Kabag TU supaya dijelaskan secara detail,” tuturnya.

Mantan Kabag TU Kanwil Kemenag Maluku itu berdalih, rilis yang tertera dilaman Website Kementerian Agama itu hanya pengumuman tentang kuota. Tetapi surat resminya belum ada. “Belum ada penjelasan detail kenapa bisa satu orang, kenapa bisa empat, kenapa provinsi lain tidak dapat. Penjelasannya ada di Kanwil, “ dalih Jamaludin.

Ia meminta pihak media harus menghargai aspek keseimbangan dalam pemberitaan. “Saya tidak suka begitu-begitu. Saya tidak mau berkomentar sepihak. Karena kita sama sama harus menegakkan kebenaran dan keadilan. Bukan menuntut  Kementerian Agama meneggakan keadilan dan kebenaran, tapi wartawan juga harus menegakkan kebenaran dan keadilan, “ tandas Jamaludin.

“Saya tidak mau. Saya tidak mau benturan- benturan dengan komentar. Tapi saya ingin supaya harus dapat penjelasan baru kita berikan berita. Supaya jangan ada dualisme komentar. Jadi ilmu wartawan itu ada hak jawab. Tidak bisa begitu. Saya mau supaya sebelum pemberitaan dengar dulu sumber aslinya. Jangan sumber yang tidak asli baru kita masukan dalam pemberitaan. Saya harap wartawan berkualitas, medianya juga berkualitas,” tambahnya.

Pihak Kanwil Kemenag Maluku sudah mendapatkan penjelasan resmi Biro Kepegawaian. “Jadi besok datang ketemu Kabag TU. Kabar itu tentang penjelasan kenapa empat orang, kenapa tiga orang  dan kenapa tidak ada. Tidak ada kabar positif dan tidak ada tambahan-tambahan. Tidak ada yang begitu-begitu. Validasi sistem rekrutmen itu tidak secara manual,” tutup Kakanwil. (*/KT)

Komentar

Loading...