Korupsi Setda Buru Rp 11 Miliar

PH Assagaff Yakin Kliennya Bebas

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON-Di persidangan perkara korupsi mantan Sekda Buru Ahmad Assagaff dan Bendahara La Joni Ali, jaksa dinilai tidak memiliki kualitas pembuktian yang memadai terhadap perbuatan pidana kedua terdakwa. Karena itu pengacara Marthen Fodatkosu yakin kliennya Ahmad Assagaff bakal bebas demi hukum di pengadilan perkara korupsi tersebut.

“Professor Edy Hiariej bilang, bukti harus lebih terang daripada cahaya. Artinya bukti yang merupakan fakta persidangan itu harus dibuat seterang-terangnya,” ujar Fodatkosu di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (3/12).

Menurutnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama persidangan perkara ini hanya berupaya mengungkap fakta BAP penyidik kepolisian terkait perbuatan pidana kliennya. Namun ketika dikonfrontir dengan saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU, umumnya mereka menjawab tidak tahu.

Ketidaktahuan para saksi itu, kata Fodatkosu, sekaligus menunjukkan kelemahan dakwaan jaksa yang “kabur.” Dan pada gilirannya menguatkan indikasi keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. 

Sayangnya, penasehat hukum terdakwa Assagaff ini enggan berkomentar lebih jauh soal indikasi keterlibatan pihak lain, terutama Bupati Buru Ramly Umasugi. “Karena kami hanya fokus pada dakwaan terhadap pa Sekda. Soal indikasi pihak lain, itu bukan fokus kita,” tandasnya.

Lemahnya dakwaan JPU atas kliennya, lanjut dia, terlihat dari pengakuan beberapa saksi. Ketika dihadirkan untuk menjelaskan pertanggungjawaban APBD tahun 2016-2018 yang didakwakan kepada Assagaff, saksi banyak yang mengaku tidak tahu.

Kelemahan dakwaan jaksa bukan hanya itu. Sebut saja soal besaran kerugian negara, JPU menyebutkan Rp 11 miliar. Tapi ada nilai lain, yang diduga akibat perbuatan Assagaff, sebesar Rp 1,6 miliar terkait belanja operasional Bupati dan Wakil Bupati Buru. Yaitu dana perawatan dan belanja peralatan kendaraan bermotor kedua pimpinan daerah.

Bahkan saksi kepala seksi perencanaan anggaran Setda Buru juga tidak mampu menyebut berapa besar anggaran yang disiapkan untuk kedua kepala daerah. Karena itu Fodatkosu menilai bukan saja dakwaan, saksi yang dihadirkan oleh JPU benar-benar tidak berkualitas dari sisi pembuktian perkara ini.

“Kalau rata-rata tidak tahu, itu berarti dakwaan jaksa kabur. Yang jadi dasar pemeriksaan hakim khan dakwaan. Karena itu kami optimis pada akhirnya terdakwa dibebaskan,” kata Fodatkosu.

Di lain pihak ketidakhadiran Bupati Buru Ramly Umasugi secara langsung sebanyak empat kali berturut-turut di persidangan dinilai menyebabkan perkara ini tetap gelap. Akhrinya siapa yang seharusnya paling bertanggungjawab sulit dibaca oleh majelis hakim meski notabene yang menjadi terdakwanya adalah Assagaff dan La Joni Ali.

Di persidangan sebelumnya, Ramly hanya mewakilkan JPU untuk membacakan keterangan tertulisnya. Hal itu tentu saja, menimbulkan kekaburan pada dakwaan JPU di persidangan perkara korupsi itu. “Karena ini menyangkut pembuktian perbuatan korupsi, maka kesaksian Bupati Buru di bawah sumpah itu harus disampaikan secara langsung di persidangan,” tandas praktisi hukum Rony Samloy kepada Kabar Timur di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (2/12} lalu.

Menurutnya, pembuktian bisa terang benderang kalau para saksi dikonfrontir dengan para terdakwa secara langsung. Dan yang paling diharapkan berperan di ranah pembuktian itu, kata dia, tentu saja adalah Jaksa. 

Menurutnya, jaksa tidak harus berhenti pada peran sekda dan bendahara di perkara aquo tersebut. Peran pihak lain juga harus diselidiki dan digali di persidangan, termasuk Ramly Umasugi.”Iya peran Bupati Buru harus digali jika ada fakta-fakta persidangan yang menyatakan beliau ada dalam rangkaian perbuatan melawan hukum dengan para terdakwa,” jelas Rony.

Sebagaimana persidangan sebelumnya, Bupati Ramly Umasugi kembali memilih mangkir, setelah tiga kali pemanggilan oleh JPU. Meski begitu, dia akhirnya menyampaikan keterangannya, tapi secara tertulis, untuk diperdengarkan kepada hakim Ahmad Ukayat Cs di Pengadilan Tipikor Ambon, Selasa (1/12) lalu.

Dalam keterangannya yang dibacakan oleh JPU Abdul Malik dari Kejari Namlea, Ramly membantah semua keterangan terdakwa Ahmad Assagaff. Termasuk, uang yang nilainya bervariasi antara Rp 500 juta-700 juta yang diberikan kepada tim auditor BPK RI dalam rangka perolehan opini WTP dari lembaga auditor negara itu sejak tahun 2016 -2018. 

Dalam bantahannya itu, Ramly menyebut nama Sekda Buru sebelumnya almarhum Juhana Soedrajat yang bertanggujawab atas pengeluaran anggaran untuk mendapatkan pengakuan opini WTP itu. Menurutnya, pemberian uang kepada tim auditor BPK RI itu merupakan inisiasi Juhana. 

Ramly juga mengaku tidak tahu ada uang yang diserahkan oleh Ahmad Assagaff kepada auditor BPK RI Lukman Tobing sebanyak Rp 200 juta di Hotel Manise untuk mendapatkan opini WTP. Intinya semua keterangan Ahmad Assagaff di BAP yang bersangkutan dibantah oleh Ramly Umasugi. Sebut saja pemberian uang kepada personil Polri, Kejaksaan, dan juga tim auditor BPK RI Perwakilan Maluku itu.

Ada lagi uang senilai Rp 400 juta yang dituntut oleh Wakil Ketua DPDD Buru Jalil Mukadar untuk dikembalikan ke pihak ketiga. Yang mana diakui oleh Assagaff diambil Rp !00 juta dari kas daerah atas perintah Bupati Buru itu. 

Namun Ramly menbantah hal itu, dengan mengatakan itu uang pribadinya, sedang sisanya merupakan bantuan Ketua DPRD waktu itu Iksan Tinggapi untuk menyelesaikan dana pihak ketiga tersebut. Tapi terdakwa Assagaff mengaku ke majelis hakim bahwa keterangan Ramly tidak benar. Dia mengaku selalu berkoordinasi dengan Ramly terkait semua kebijakan keuangan Setda Buru. 

Dengan koordinasi yang intens dilakukan, menurut terdakwa Assagaff sudah pasti Ramly akan tahu setiap pengeluaran keuangan yang terjadi untuk apa dan dikemanakan. “Saya selaku Sekda Buru selalu hubungi Bupati. Jadi kalau saksi (Ramly) menyatakan tidak pernah menghubunginya itu tidak benar yang mulia,” tandas terdakwa Ahmad Assagaff. (KTA)

Komentar

Loading...