Selamat Jalan Kawan Martinus Langoday

Oleh: Ongkie Anakoda (Pimred Kabar Timur)
Kabar duka itu, datang Senin, sore, kemarin. Anak rantau dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Martinus Langoday telah pergi (meninggal). Kabar itu, datang dari Petrus Oratmangun, Pemimpin Redaksi Ambon Ekspres.
KABARTIMURNEWS.COM, “Coba cek, beta (dia), dapat info Tanggo (nama akrab Martinus Langoday), meninggal,” kata Petrus dari balik telepon gengamnya. Antara percaya dan tidak kabar duka itu, saya lantas menghubungi Joe Adrianz, Kadis Infokom Kota Ambon, untuk pastikan kabar tersebut.
Joe yang menerima sambungan telepon seluler saya juga mengaku kaget. Karena kabar itu baru dia dengar dari saya. Untuk memastikannya Joe mengakhiri pembicraan dan menghubungi istri Martin, Saswati Matakena.
Selang dua menit, telapon saya berdering dari Joe. “Pak betul, pak Martin meninggal. Beta (saya), baru telepon dan bicara sama istrinya. Saat ini jenazahnya masih di RSUD Haulussy,” kata Joe, seraya menjelaskan sakit yang diderita Martin.
Martinus Langoday berprofesi sebagai wartawan, asal Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), merantau, di Maluku, sejak 1999, ketika Ambon, Maluku, dihantam konflik kemanusiaan besar. Martin tidak sendiri ketika merantau ke Ambon. Dia bersama sejumlah rekannya, mendirikan Harian Siwalima.
Martin saat itu, menjabat Redaktur Pelaksana (Redpel), di Harian Siwalima dan terakhir sebagai Pemimpin Redaksi. Dari situ saya kenal Martin. Saya Redpel Ambon Ekspres dan Martin Redpel Siwalima. Hubungan baik kita sudah terjalin sejak 1999. Saya lupa persis dimana pertama kali kita bertemu.
Nasib saya dan Martin nyaris mirip. Martin yang “didepak” dari Harian Siwalima dan saya juga demikian dari Harian Ambon Ekspres. Martin, membangun koran baru bernama: Harian Dewa. Saya juga demikian, membangun Harian Ambon Manise. Suka duka, kita merintis koran lokal cukup berliku.
Koran Dewa tutup dan Koran Harian Ambon Manise yang saya bangun pun tutup. Kami berdua tidak pernah, beralih atau beranjak pada pekerjaan atau profesi lain. Profesi sebagai jurnalis sudah mendarah daging. “Apapun yang terjadi katong, tetap sebagai jurnalis,” kata Martinus, satu ketika, disaat badai fitnah menghantam kita.
Dari sekian rekan-rekan yang ikut merantau di Ambon, hanya Martin yang tersisa dan pilih menetap di Kota Ambon. Ini, karena Martin, telah berjodoh dengan nona Ambon, Saswati Matakena yang juga seorang jurnalis. Meski banyak badai menghantam, Martin tetap teguh dijalur sebagai wartawan dan bos media lokal.
Hingga suatu ketika saya dipercayakan “menghidupkan” lagi Koran Harian Info Baru. Saya dipercayakan sebagai Pemimpin Redaksi, pada koran Info Baru itu. Tapi, akhirnya saya pilih mundur, dan owner memilih Martin sebagai Pimred pada koran itu. Waktu berjalan dan Martin pun mundur.
Mundur dari Harian Info Baru, ada owner baru yang membangun koran. Namanya: Koran Harian Kabar Timur. Saya kemudian membangun koran itu, dengan sejumlah rekan jurnalis lainnya. Hingga suatu saya bertemu Martin dan memintanya bergabung. Alhamdulilah, Martin sepakat dan bergabung dengan Harian Kabar Timur. Karena kondisi Martin yang tidak lagi bisa “begadang” malam, Martin akhirnya pamit dan membuka portal berita www. koranlaskar.com.
Pamit Martin dari Kabar Timur, tidak membuat hubungan kita retak, tapi justeru makin akrab. Keakrapan terjalin, hingga dua pekan lalu, Martin masih sempat luangkan waktu bertandang dan begadang di ruang redaksi kami, di Perumnas Poka.
Ketika bertandang, ke Redaksi Kabar Timur, kebetulan ada Pemimpin Redaksi Poros Timur, Dino Umahuk. Kami bertiga, berdiskusi banyak seputar profesi jurnalis hingga bisnis media. Martin, bahkan menggagas Maluku, harus ada Forum Pimred. Diskusi Forum Pimred akhirnya panjang hingga ke Redaksi Harian Ambon Ekspres.
Di Redaksi Harian Ambon Ekspres, gagasan Martin didukung penuh, Direktur Utama Ambon Ekspres, Nasri Dumula dan Pimred Ambon Ekspres Petrus Oratmangun. Bahkan, ketiganya, Dino Umahuk, Nasri dan Martin telah menyebar undangan kepada seluruh Pimred di Kota Ambon, untuk pertemuan membahas gagasan itu.
Namun, pertemuan itu, sempat jalan, dan Martin tidak bisa hadir, karena mengikuti kunjungan kerja Wali Kota Ambon, di Jakarta. Acara pertemuan, ditunda hingga kepulangan Martin dari Jakarta. Dua hari setelah kepulangan itu, Saya, Martin dan Dino sempat ketemu di Rumah Kopi Buritan. Disitu kami membahas kepastian pertemuan Forum Pimred.
Pertemuan, kami di kafe Buritan, Poka, pada hari Sabtu, akhirnya kita sepakat ketemu lagi di Redaksi Ambon Ekspres, pada hari Senin. Sejak, janjian ketemuan dan Harian Ambon Ekspres, kabar Martin menghilang. Beberapa kali saya coba Whats-app Martin, tapi tidak dibalas. Terakhirnya dia sempat balas WA saya.
“Beta kondisi ancor,” tulis Martin dalam pesan itu. Dino pun mengabari ke saya kalau Martin lagi sakit. Saya sempat tanya tau darimana Martin saki? Dino mengaku, melihat Martin dan istrinya di salah satu ruang dokter praktek. “Ohh, iya sudah. Nanti kalau dia sudah baik-baik, baru katong ketemu bahas Forum Pimred,” tulis saya membalas Whats-app, Dino.
Ditengah harapan menunggu Martin sembuh, tiba-tiba kabar duka itu datang. “Martin telah meninggal.” Kabar itu, membuat saya lemas dan kehabisan kata-kata, antara percaya dan tidak. Tapi, kini Martin benar telah pergi, selama-lamanya.
Yang kuat dan sabar, Ny Saswati Matakena Martinus Langoday, dan Sastin. Semoga amal baik almarhum diterima disisi Tuhan. Selamat jalan kawan, selamat menapaki hidup baru di alam baru. Baikmu akan kita kenang selalu. (KT)
Komentar