Kecipratan Duit Korupsi, Bupati Buru Batal Copot Sekwan

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON – Pengakuan mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Buru Achmad Assagaff yang terjerat sejumlah perkara korupsi mengungkap aliran uang haram ke berbagai pihak, diantaranya Ramli Umasugy.
Nyanyian Assagaff yang tertuang dalam BAP penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku menyebutkan Bupati Buru Ramli Umasugy kecipratan fulus mencapai Rp485 juta.
Dana yang mengalir ke kantong pribadi ketua DPD Golkar Maluku itu bersumber dari pos pengeluaran Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Buru tahun 2017. Di item proyek ini Assagaff merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Heboh aliran dana yang mengalir ke Ramli, berbagai kebijakan di tubuh Pemkab Buru dikaitkan dengan upaya mengaburkan keterlibatan Ramli menyalahgunakan uang negara.
Kali ini terkait pencopotan Sekretaris DPRD (Sekwan) Buru Arman Buton. Buton menempati jabatan baru sebagai staf ahli di Pemkab Buru. Namun, Buton mendadak dikembalikan ke jabatan Sekwan yang dijabat sebelumnya.
Aksi demo di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu dikaitkan dengan kasus korupsi yang menjerat eks Sekda Achmad Assagaff dan mantan Bendahara Umum Pemda Buru La Joni Ali yang merugikan negara Rp 11 miliar. Achmad Assagaff dan La Joni Ali kini menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Ambon.
Berhembus kabar Buton dikembalikan ke jabatan Sekwan lantaran miliki hubungan keluarga dengan La Ode Muhammad Syarif, Wakil Ketua KPK periode 2015-2019. Jabatan Buton dikembalikan diduga agar kasus korupsi yang menjerat Achmad Assagaff dan La Joni Ali tidak diambil alih oleh KPK.
Apalagi “nyanyian merdu” Assagaff yang tertuang dalam BAP soal aliran dana korupsi mengalir ke Ramli membuat orang nomor satu di bumi Bupolo itu terpojok.
Salah satu tokoh pemuda Buru Niko Nurlatu menyebutkan ada benang merah sehingga Buton dikembalikan ke jabatan Sekwan. “Semua orang di Buru tahu itu," kata Nurlatu, kepada Kabar Timur, Senin (12/10).
Namun, dia menyarankan agar menghubungi Buton untuk memastikan alasan jabatannya dikembalikan sebagai Sekwan Buru. "Lebih baik hubungi Pak Buton. Dia yang paling tahu kenapa jabatannya dikembalikan," ujarnya.
Achmad Assagaff dan La Joni Ali menjadi terdakwa perkara korupsi anggaran belanja perawatan kendaraan bermotor, belanja sewa sarana mobilitasi,belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018.
Kedua terdakwa juga terjerat korupsi anggaran belanja Penunjang Operasional KDH/WKDH 2018 senilai Rp11.328.487.705.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dari mulut Achmad Assagaff yang tertulis dalam BAP juga mengungkap peran Ramli. Ramli disinyalir kerap mengeluarkan kebijakan yang melindungi kepentingan dirinya.
Dia, dan dua terdakwa Sekda Buru Achmad Assagaff dan La Joni Ali merupakan trio atau tiga serangkai yang diduga kuat ada di balik perkara korupsi dengan kerugian negara bernilai jumbo Rp 11 miliar ini.
Terkuak, salah satu kebijakan yang disinyalir berasal dari Ramli Umasugy adalah memberi uang kepada tim opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Maluku.
Kasus berbau suap terhadap lembaga auditor negara itu terungkap dalam pemeriksaan mantan Sekda Buru Ahmad Assagaff pada Januari tahun 2020 lalu di Ditreskrimsus Polda Maluku.
“Penyidik tanya kepada Pak Sekda Ahmad Assagaff, apakah Pemkab Buru pernah dapat opini Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP dari BPK RI Maluku?,” ungkap Marthen Fodatkosu kepada Kabar Timur di Pengadilan Negeri Ambon.
Pertanyaan tersebut, kata Fodatkosu, diiyakan kliennya Ahmad Assagaff. Namun entah karena lebih dulu ditanyakan penyidik atau kah dibuka sendiri Assagaff, terungkap dalam pemeriksaan tersebut adanya aliran duit ratusan juta ke tim Opini WTP BPK RI tersebut dengan nilai lebih dari setengah miliar rupiah, selama empat tahun berturut-turut.
“Jadi katong baru tau kalau untuk dapat Opini WTP itu, BPK RI bisa dibayar-bayar. Heboh kah tidak itu?,” ujar Fodatkosu bingung.
Dalam pemeriksaan tersebut, kepada penyidik Assagaff menjelaskan pemberian uang jasa dengan dalih dana operasional tim Opini WTP BPK RI itu diberikan empat tahun berturut-turut. “Dengan perincian sebagai berikut, tahun 2016 antara Rp 600 juta sampai Rp 700 juta. Itu untuk Opini WTP tahun 2015,” beber Marthen Fodatkosu.
Sedang di tahun 2017 untuk Opini WTP tahun 2016, Sekda Buru ini kembali memberikan duit ke tim BPK RI sebesar Rp 500 juta sampai Rp 600 juta. Pada tahun 2018, tim BPK RI itu datang lagi ke Namlea, masih dalam rangka pemberian opini WTP dimaksud. “Tahun 2018, pemberian uang operasional sebesar Rp 500 juta sampai Rp 600 juta, itu untuk WTP tahun 2017,” imbuh Fodatkosu. (KTM/KTA)
Komentar