Korupsi PLTMG, Jangan Ada Udang di Balik Batu

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan PLTMG Namlea, publik dinilai telah dibuat “hilang jalan” oleh Kejaksaan Tinggi Maluku. Pasalnya, tidak ada kemajuan yang dicatat Kejati untuk menuntaskan perkara yang melibatkan pengusaha Fery Tanaya.
“Katong seng pernah dengar lagi di Kejati sudah sampai di mana. Mestinya kalau sudah cukup dua bukti permulaan ya (tersangka) tahan saja, itu perintah undang-undang kalau untuk perkara korupsi,” ujar pengacara Marnex Salmon kepada Kabar Timur di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (22/7).
Dua alat bukti dimaksud, kata Marnex yaitu keterangan saksi-saksi dan, juga tersangka plus dokumen terkait perkara ini. Dan berikut LHKPN atau hasil audit kerugian keuangan negara dari BPKP Maluku sebesar Rp 6,3 miliar.
Menurut dia, Kejati patut disoroti karena berlarut-larutnya penahanan terhadap tersangka Fery Tanaya, akan menimbulkan persepsi miring di masyarakat. Apalagi Fery yang sudah berstatus tersangka itu, tidak asing lagi dikenal sebagai pengusaha kakap di Maluku.
“Apakah Fery Tanaya seorang pengusaha lantas proses hukumnya dibuat lambat? Sementara kalau korupsi dana desa cepat-cepat saja masuk pengadilan. Jangan sampai ada udang di balik batu saja,” ucap Marnex.
Terpisah Kasipenkum Kejati Maluku Samy Sapulette kembali dikonfirmasi, masih dengan jawaban yang sama. “Masih penyidikan,” tulis Samy melalui pesan whatsapp. Dihubungi Selasa kemarin, di kantornya Samy juga mengaku penanganan perkara ini oleh Kejati masih tahap penyidikan.
Fery Tanaya dalam perkara ini diduga menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam penjualan lahan untuk proyek PLTMG Namlea kepada pihak PLN IUP Namlea Kabupaten Buru dari Rp 36.000 menjadi Rp 131.600 per meter persegi.
Akibatnya, dia bersama pegawai Badan Pertanahan Negara Maluku berinisial AGL ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejati Maluku pada Mei 2020 lalu.
Penetapan tersangka terhadap keduanya, setelah hasil audit kerugian negara sebesar Rp 6,3 miliar telah dikantongi Kejati dari BPKP Maluku. Fery Tanaya dan AGL ditetapkan tersangka setelah penyidik Kejati memperoleh bukti permulaan yang cukup.
Perkara korupsi lahan di dusun Jiku Besar, Desa Namlea ini sempat menyita perhatian publik, utamanya di Kota Namlea. Pasalnya, lahan tersebut sebagian merupakan lahan adat petuanan Negeri Lilialy, namun diklaim sepihak dan dijual oleh Fery Tanaya ke PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku di Namlea, seharga Rp 6 miliar lebih.
Namun proses pembebasan lahan antara PLN UIP dengan Fery Tanaya diduga tidak melibatkan BPN, notaris maupun Pemkab Buru secara langsung. Kejati berhasil mengantongi bukti surat penyerahan atau pelepasan hak atas tanah negara seluas 48.654.50 meter persegi diterbitkan oleh BPN Maluku. (KTA)
Komentar