Penyidik Diminta Periksa Bupati Buru

Rally Umasugi

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kuncinya khan ada pada dorang dua itu saja. Mantan Sekda Achmad Assagaff dengan bendahara rutin La Joni.  

Sebelum kasus dugaan korupsi uang makan minum mencuat dan jadi perkara di Ditreskrimsus Polda Maluku dengan mantan Sekda Kabupaten Buru Achmad Assagaff dan bendahara rutin La Joni sebagai tersangka, keretakan hubungan Bupati Ramly Umasugy dan Wakilnya, Amustafa Besan sudah terjadi. Entah apa penyebabnya, Amustafa melapor kasus itu ke Polda Maluku setelah menghimpun sejumlah bukti permulaan.

Terkait hal ini, pegiat antikorupsi Herman Siamiloy kepada Kabar Timur, meminta penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku menelusuri peran Bupati Buru Ramli Umasugy. Pertanyaan besarnya, ujar dia, kenapa Amos Besan diperiksa, sedang Bupati Ramli Umasugy tidak. 

Menurutnya, sekalipun kepentingan politik tidak bisa mengintervensi penegakkan hukum, namun isu keretakan hubungan antara Ramli Umasugy dan Amustafa Besan yang bukan rahasia umum lagi itu, sepatutnya menjadi pintu masuk bagi polisi mengungkap peran pihak lain termasuk Bupati Buru sendiri.

“Meskipun namanya politik kekuasaan, asal ada bukti permulaan, mengapa tidak? peran Bupati juga perlu ditelusuri oleh penyidik. Artinya Bupati juga harus diperiksa,” tandasnya Rabu (1/7/2020).

Sementara itu sumber Kabar Timur mengungkapkan, sebelum kasus dugaan korupsi diusut pihak Ditreskrimsus Polda Maluku keretakan hubungan antara Bupati Ramli Umasugy dengan Wakil Bupati Amustafa Besan sudah terjadi, bahkan hingga saat ini.

“Ini rahasia saja, 01 (Ramli) dan 02 (Amustafa) seng chun waktu itu. Akibat adanya temuan uang makan minum ini, 02 dia punya data-data lengkap akhirnya dilaporkan itu ke Polda. Cuma itu yang beta tahu dan barang ini sudah cukup lama,” ujar sumber orang dekat Wakil Bupati Buru Amustafa “Amus” Besan di Pengadilan Negeri Ambon terpisah.

Soal dugaan keterlibatan Bupati Buru Ramli Umasugy di perkara ini, sumber mengaku tidak tahu. Namun menurutnya, kalau penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku proporsional dan profesional, keterlibatan pihak lain bisa saja diungkap.

Bahwa, Bupati Buru atau siapa tidak ikut jadi tersangka, itu urusan internal  Ditrsekrimsus dengan pihak-pihak dimaksud. Karena itu kedua tersangka, Achmad Assagaff dan La Joni diharapkan mengungkap peran pihak lain. “Kuncinya khan ada pada dorang dua itu saja. Mantan Sekda Achmad Assagaff dengan bendahara rutin La Joni,” ujar orang dekat Amus Besan itu.

Dalam kasus penyidik telah dinyatakan lengkap Berkas perkara  dengan dua tersangka saja. Kasus korupsi dana makan minum (MM) Bupati dan Wakil Bupati Buru tahun 2015-2017 itu mantan Sekda Buru Achmad Assagaf dan Bendahara Rutin La Joni Ali dijadikan tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santoso, mengaku, penyerahan tersangka alias Tahap II akan dilakukan tergantung kesiapan Jaksa Penuntut Kejati Maluku. “Itu kan tergantung jaksa, kalau kita sih siap-siap saja kapan,” kata Eko via selulernya kepada Kabar Timur, Minggu (28/6).

Eko mengaku, pihaknya sudah berkoordinasi dengan jaksa untuk melimpahkan kedua tersangka bersama alat bukti mereka. “Kita sudah koordinasikan. Kemarin jaksa itu menunggu selain karena covid juga mereka masih sibuk dengan kondisi sidang itu (BNI). Intinya kita siap saja,” tandasnya.

Sebegaimana diberitakan, pengakuan pencairan dana makan minum (MM) Bupati dan Wakil Bupati kerap lancar dilakukan saban bulan yang diterima kedua petinggi lewat ajudan. Kendati, pergerakan penyidikan kasus ini tidak melebar dan mentok di dua tersangka itu.

Dua tersangka ini tinggal menunggu waktu penyerahan dari penyidik Direskrimsus Polda Maluku ke Jaksa Penuntut Umum (JPU),  Kejaksaan Tinggi Maluku menyusul status kasusnya telah lengkap alias P21. 

“Sudah P21 tinggal tahap II (penyerahan dua tersangka bersama alat bukti dari polisi kepada jaksa),” ungkap Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santoso kepada Kabar Timur, Rabu (24/6).

Adanya pengakuan tersangka Ahmad Assagaf dalam BAP soal aliran dana “MM” yang ikut “dinikmati” dua petinggi  bupati dan wakil bupati setempat, Eko tak merespon. Bagi Eko, kasus ini telah selesai dengan status P21. “Yang namanya P21 itu kan berarti sudah selesai, sudah di Jaksa. Kita ini sudah selesai, tinggal menyerahkan itu (tahap II),” terangnya.

Tugas penyidik  menyerahkan dua tersangka kasus yang telah merugikan negara sebesar Rp 3 miliar lebih ke JPU Kejaksaan Tinggi Maluku. “Jadi penyerahan itu tergantung jaksa juga,” tandasnya, seraya menambahkan dalam waktu dekat, bisa jadi penyerahakan BAP bersama kedua tersangka sudah bisa dilakukan.

Terpisah pegiat antikorupsi Faizal Yahya Marasabessy mendesak Ditreskrimsus Polda Maluku segera menetapkan tersangka lain di perkara ini. Dia menilai, dua tersangka belum memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Menurut Faizal penyidik tidak hanya menetapkan Sekda Buru Ahmad Assagaf dan bendaharanya La Joni Ali sebagai tersangka. “Ya itu betul perkara ini harus didalami. Jangan sampai ada tebang pilih tersangka oleh penyidik di korupsi ini,” ujar Faizal yang juga Ketua Indonesia Investigasi Korupsi (IIK) Maluku ini kepada Kabar Timur, Rabu (24/6).

Menurutnya peran Bupati Raml Umasugy dan Wakil Bupati Buru Amos Besan perlu ditelusuri seperti apa. Apalagi sempat muncul gonjang-ganjing isu “matahari kembar” di birokrasi Pemda Buru yang konon dipicu perebutan kewenangan antara bupati dan wakilnya.

Isu tersebut walau akhirnya mampu diredam, tapi bisa menjadi petunjuk bagi penyidik kepolisian untuk mengungkap apa yang terjadi dalam perkara ini. “Bisa saja hal itu karena ada masalah di internal Pemda sendiri. Jangan-jangan dipicu persoalan dana makan minum itu. Satu kasih salah satu jadinya,” ujar Faizal.

Meski bos penyidik Reskrimsus telah menyatakan  kasus ini telah berakhir dengan status P21, bukan berarti peran orang-orang penting seperti Bupati dan Wakil Bupati, bisa lolos begitu saja.  Mereka bisa terjerat, ketika fakta-fakta persidangan mengarah ke peran mereka dalam tindak pidana korupsi dalam kasus ini.

“Majelis hakim yang mengadili kasus ini punya peran penting mengungkap fakta-fakta keterlibatan dalam sidang lewat saksi-saksi yang dihadirkan. Jadi keterlibatan mereka masih bisa terjerat ketika fakta persidangan mendukung itu. Kasus ini belum bisa dikatakan selesai sepanjang belum adanya vonis inkrah dari pengadilan tipikor,” kata Edison Sarimanela, Anggota DPRD Maluku yang dimintai komentarnya oleh Kabar Timur, Rabu.

Wakil rakyat yang sebelumnya merupakan praktisi hukum ini mengaku, adanya aroma penanganan kasus ini tebang pilih akan terungkap dalam sidang.  “Saya kira hasil persidangan kasus ini yang akan menjawab semua keraguan publik tentang proses penyidikan yang tebang pilih juga akan terjawab semua pada sidang nanti,” tukas politisi Partai Hanura itu.

Menurutnya, ketika dalam fakta-fakta persidangan nantinya terbukti sebagaimana keraguan publik dalam penanganan perkara ini,  majelis hakim dengan kuasanya akan  perintahkan membuka lagi kasus ini. “Mekanismenya seperti itu. Jadi bisa dibuka atau tidaknya kasus ini atas peran mereka yang belum dijerat pada kasus ini ada pada hasil persidangan dengan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan,” terangnya.

Sekda Buru, Ahmad Assagaff dan bendahara rutin Kabupaten Buru, La Joni Ali ditetapkan sebagai tersangka  oleh penyidik Ditrekrimsus Polda Maluku, 18 Agustus 2018 lalu. Mereka diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi SPPD fiktif dan uang makan-minum  Bupati dan Wakil Bupati tahun anggaran 2015-2017 bernilai miliaran rupiah.

Ditreskrimsus Polda Maluku sejak April 2018 lalu telah melakukan proses penggeledahan di Kantor Bupati Buru terkait dugaan korupsi tersebut, dan selanjutnya memeriksa Sekda, dua asisten, serta bendahara rutin awal April 2018.

Data uang makan minum di rumah jabatan tahun 2017-2018 rinciannya: Bupati mencairkan sebanyak 10 kali, dari Bulan Juni 2017 sampai dengan Maret 2018. Tiap bulan yang dicairkan Rp 110 juta, dikali 10 bulan.

Selanjutnya, pencairan juga dilakukan Wakil Bupati sebanyak 10 bulan berjalan, di tahun yang sama. Namun, nilai anggaran Wakil Bupati per bulannya Rp 95 juta. Bahkan ada dana pencairan juga diterima salah seorang PNS yang diketahui bernama Cika. (KTA)

Komentar

Loading...