Desak Pemkab Malteng Gratiskan Surat Keterangan Sehat

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON- Dampak Covid-19 juga “membunuh” pendapatan warga. Harusnya, pemerintah memberikan keringanan, minimal menggratiskan biaya pengurusan surat keterangan domisili, dan keterangan sehat di daerah masing-masing. Apalagi, Kota Ambon telah menerapkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM). Syarat masuk Kota Ambon adalah persyaratan tersebut.

Imbas penerapan PKM oleh Pemerintah Kota Ambon menyebabkan sejumlah warga Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) di Kecamatan Salahutu, merasa dikucilkan. Akibatnya, mereka melakukan aksi protes dengan merazia warga yang tidak memiliki KTP. Bukan warga Malteng disuruh balik saat masuk daerah perbatasan Waitatiri, Negeri Suli, Kecamatan Salahutu, Malteng, Selasa (9/6).

Aksi penghadangan juga terjadi akibat kekesalan warga dengan penerapan PKM. Mereka menilai adanya ketidakadilan. Sebab, hanya dari Malteng menuju Kota Ambon harus melalui pemeriksaan ketat, bahkan ada yang tidak diijinkan masuk. Sementara sebaliknya dari Kota Ambon hendak menuju Malteng dibiarkan bebas.

"Katong seng bisa lewat (masuk) di sana (Ambon), sementara dong lewat di sini (Maluku Tengah) bebas. Enak e," kata seorang pemuda kesal.

Warga Malteng itu juga mengaku kesal karena tidak diijinkan masuk. Dia tidak memiliki surat keterangan sehat. Sementara pekerjaannya sebagai tukang ojek.

"Bukan beta saja. Banyak yang seng boleh masuk. Tapi kanapa dari Ambon masuk enak-enak. Makanya biar adil, katong biking kayak dong lai," tandasnya.

Aksi tersebut membuat Sekretaris Kota Ambon, A. G. Latuheru, turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dia mengaku, khusus untuk warga di tiga Kecamatan di Malteng, Pulau Ambon, sedikit diberikan kelonggaran.
Kelonggaran yang dimaksudkan adalah pembebasan persyaratan hasil rapid test. Sebab, sesuai Peraturan Walikota (Perwali) Ambon Nomor 16 tahun 2020, syarat untuk masuk ke Kota Ambon yaitu memiliki surat keterangan dari negeri/desa, yang dilampiri hasil rapid test.

“Tapi untuk tiga kecamatan di Pulau Ambon (Malteng) ini kita lunakan dia, yaitu dari surat keterangan dari desa dan surat keterangan sehat dari puskesmas, itu saja (rapid test tidak digunakan),” kata Latuheru yang datang memberikan penjelasan kepada warga di Pos Perbatasan Negeri Passo, siang tadi.

Menurutnya, aksi yang dilakukan oleh warga, karena mereka mengeluh dengan adanya pungutan saat pengurusan surat keterangan di daerah tempat tinggalnya.

“Mereka mengeluh karena minta surat keterangan itu ada pungutan, tadi saya jawab itu di Maluku Tengah, ya kami tidak tahu, kami tidak punya kewenangan,” kata dia.

Meski tidak memiliki kewenangan, namun Latuheru mengaku dirinya telah berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Malteng. Harapannya ada kebijakan kepada warganya di tengah musim pandemi saat ini.

“Tadi saya sudah bicara dengan sekda Maluku Tengah, ya langkah-langkah seperti apa yang nantinya mereka ambil. Memang itu di atur di perda, tapi mungkin covid ini ada kebijakanlah. Supaya surat keterangan seperti begitu dikasih gratislah, tergantung Maluku Tengah,” kata dia.
Selain pungutan pengurusan surat keterangan, warga tidak terima dengan penerapan PKM karena mereka belum tahu.

“Nanti mereka (Pemkab) sosialiasi lagi. Karena banyak tadi yang mengeluh, mereka tidak tahu, bahwa ada aturan begitu. Kami minta mereka sosialiasi untuk warganya lagi,” harapnya.

Latuheru kembali menekankan, jika pungutan biaya pengurusan surat keterangan di wilayah Kabupaten Malteng, bukan kewenangan Pemerintah Kota Ambon.

“Menurut keterangan dari Raja-Raja tadi (kemarin) bahwa surat keterangan dari mereka itu gratis, tetapi mereka mengeluh surat kesehatan yang diambil di puskesmas. Tapi itu kan di Maluku Tengah, bukan di Ambon. Karena itu tadi pak Camat sudah koordinasi dengan pak sekda. Kebijakannya seperti apa ya kita tunggu nanti mereka,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Jemmy Sitanala, warga Negeri Suli, Kecamatan Salahutu, Malteng, mengaku, persoalan penghadangan yang terjadi kemarin, sebenarnya adalah terkait permasalahan biaya pengurusan surat keterangan kesehatan di Puskesmas.

“Masyarakat bukan tidak mau urus, masyarakat mau urus, tapi cuma ada pungutan restribusi di sana. Retribusi itu kan ada dalam Perda Kesehatan,” kata dia.

Selain biaya retribusi, pengurusan surat keterangan sehat di Puskesmas juga memakan waktu lama. Ini dikarenakan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas. Sehingga tidak mampu mengcover permintaan warga yang ingin cepat ke Kota Ambon.

“Jadi tenaga kesehatan di puskesmas itu sedikit. Masyarakat yang minta surat kesehatan itu banyak, tidak tercover. Kalau orang tunggu lama-lama, sementara mereka buru buru mau pengurusan di Kota. Nah ini yang jadi persoalan,” tambah mantan anggota DPRD Malteng tersebut.

Salah satu tokoh masyarakat Negeri Suli ini mengaku telah berkoordinasi dengan rekan-rekannya di DPRD, termasuk Sekda Malteng, agar Perda retribusi itu nantinya ada kebijakan, khususnya untuk dimassa Covid semata.

“Bayangkan kalau satu rumah itu lima orang, kali 20 ribu, kali 25 ribu, bukan uang itu?. Jadi tadi beta sudah koordinasi dan teman-teman di DPRD Malteng akan membantu supaya ada kebijakan terkait ini,” ungkapnya.

Dia mengaku, Perwali Ambon tentang Pembatasan Kegiatan Orang, adalah mutlak dan tidak bisa dirubah. Bahkan, Pemkot Ambon telah memberikan kebijakan khusus untuk tiga Kecamatan di Malteng, Pulau Ambon.

“Kemarin kan (ada syarat) rapid test, tapi sudah ada kebijakan untuk kita, dengan surat keterangan sehat saja. Nah yang jadi problem adalah pengurusan surat keterangan kesehatan,” jelasnya.

Di sisi lain, Sitanala meminta warga yang merasa dirugikan dengan pungutan melebihi Rp 20.000 sesuai retribusi agar dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum. Sebab, hal itu telah dinyatakan sebagai pungutan liar (pungli).
“Saya kemarin urus 20 ribu. Tapi kalau ada yang bayar lebih dari itu dan tidak sesuai Perda silahkan lapor (pungli ke polisi). Kan ada UU menjamin itu,” tandasnya.

Sementara itu, Camat Salahutu yang turut hadir dalam penyelesaian aksi warga tersebut memilih kabur. Dia menghindari sejumlah jurnalis yang hendak mengkonfirmasi permasalahan warganya tersebut.

Sejak pukul 15.30 WIT, aksi penghadangan warga tepatnya di kawasan hiburan pemandian anak, Waitatiri, Negeri Suli, sudah mulai normal seperti biasanya.
(KTC)

Komentar

Loading...