Gaspersz : Saya Dizolimi
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Robi Gaspersz, calon terpilih anggota DPRD Maluku meraza dizolimi elit Partai Gerindra sejak pemilihan legislatif 17 April 2019 lalu. Akibatnya politisi Gerindra daerah pemilihan kota Ambon ini batal dilantik sebagai anggota DPRD Maluku 2019-2024.
Mencari keadilan dan kebenaran, Gaspersz mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta setelah eksepsi Johan Lewerissa sesama caleg Gerindra dapil Kota Ambon diterima majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Gaspersz juga sementara menanti proses hukum di Ditreskrimum Polda Maluku yang telah diadukan terkait dugaan kejahatan pemalsuan dokumen pemilu oleh Johan Lewerissa dan sejumlah kader Partai Gerindra.
Gaspersz meniti karier politik di partai besutan Prabowo Subianto itu tahun 2014. Partai Gerindra yang mengantarnya sebagai anggota DPRD Maluku 2014-2019. "Ketika itu saya mengapresiasi Pak Prabowo beserta semua jajaran DPP Gerindra mempercayakan saya sebagai kader dan anggota dewan dari Partai Gerindra," tutur Gaspersz melalui rilis yang diterima Kabar Timur, Minggu (17/5).
Ketika menjabat anggota dewan, Gaspersz bekerja keras menyuarakan aspirasi masyarakat Maluku khususnya warga Kota Ambon. Gaspersz berhasil melobi mantan Gubernur Maluku Said Assagaff meminta sebidang tanah untuk pembangunan kantor DPD Partai Gerindra di kawasan Passo.
"Ketika itu, saya dan teman-teman anggota dewan dari Fraksi Gerindra DPRD Maluku, dan pengurus DPP Partai Gerindra, kita bahu-membahu bangun kantor DPD Partai Gerindra, sampai selesai. Sekarang telah ditempati kader Partai Gerindra Maluku," kata Gaspersz.
Pada Pemilu legislatif 17 April 2019 lalu, Gaspersz kembali mencalonkan diri Dapil Kota Ambon. Hasil penghitungan suara, Gaspersz meraih suara terbanyak dari 8 caleg Gerindra lainnya. "Saya meraih 5.507 suara, sebagai suara terbanyak" sebutnya.
Kendati begitu, ketika proses Pileg, dia tidak diberikan kesempatan untuk menempatkan saksinya di 903 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Ambon. Semua saksi yang ditentukan harus mendapat persetujuan DPD Partai Gerindra Maluku dan DPC Partai Gerindra Kota Ambon.
"Karena rekomendasi dikeluarkan kepada saksi yang ditempatkan di 903 TPS, sehingga saya tidak diberikan kesempatan satu saksi pun di TPS," papar Gaspersz.
Begitu juga ketika bedah kotak suara di lima PPK di Kota Ambon, setelah desakan saksi dari Partai Gerindra menghitung ulang proses penghitungan suara di PPK Nusaniwe dan Baguala. "Bedah kotak atas usulan pimpinan DPD Partai Gerindra Maluku. Ternyata suara saya setelah dihitung tidak berbeda dengan penghitungan suara di TPS dan PPK, tetap unggul dari Johan Lewerissa," jelasya.
Tidak terima meraih suara terbanyak kedua atau kalah dari Gaspersz, Johan Lewerissa, Wakil Ketua Bidang Kajian Hukum DPP Gerindra ini setelah penetapan calon terpilih anggota DPRD Maluku, gugat perolehan suara Gaspersz ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ketika itu DPD Partai Gerindra Maluku, mengeluarkan rekomendasi kepada Johan Lewerissa gugat saya di MK. Johan Lewerissa gugat KPU Maluku, dan saya pihak terkait,'' bebernya.
Adik kandung Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Hendrik Lewerissa ini diperlakukan seperti anak emas untuk gugat di MK. Sementara Gaspersz tidak mendapat rekomendasi DPD Partai Gerindra Maluku, untuk diwakili pengacara.
Gaspersz, hanya pasrah kepada KPU Maluku mewakilinya di MK. "Saya tidak ikut sidang di MK. Sebagai pihak terkait, saya menyerahkan sepenuhnya kepada KPU Maluku," ujarnya.
Setelah majelis hakim MK menolak gugatan Lewerisaa dan memerintahkan dirinya sebagai calon terpilih untuk diusulkan dilantik. KPU Maluku mengusulkan 45 calon terpilih anggota DPRD Maluku, untuk dilantik termasuk Gaspersz.
Namun, setelah KPU menetapkan dan mengusulkan pelantikan, Lewerissa kembali mengadukannya ke Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra. “Padahal, putusan MK final dan mengikat, " tegas Gasperzs.
Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra yang juga bagian dari DPP Partai Gerindra, menyurati Mendagri yang saat itu dijabat Tjahjo Kumolo menunda pelantikan Gaspersz, sebagai calon terpilih anggota DPRD Maluku.
Sementara, sehari sebelum pelantikan 17 September 2019 lalu, Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra menerima gugatan Lewerissa. "Nah, ketika itu, Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra menyurati Mendagri agar saya tidak dilantik," kesal Gaspersz.
Menariknya, sidang yag digelar Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra tanpa pemberitahuan kepada Gaspersz. Dia baru diberitahu ketika sidang kedua di Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra pada 25 September 2019. Dia dipanggil untuk ikut sidang.
"Saya hadir juga dihadiri ketua, sekretaris, dan anggota Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra. Yang hadir sekitar 15 orang. Saya diminta masukan formulir C1 di 27 TPS 5 kecamatan di Kota Ambon yang dipersoalkan oleh Pak Lewerissa," papar Gaspersz.
Gaspersz menyerahkan data fomulir C1, DA1 dan DB1 salinan. “Saya dijanjikan akan kembali pada sidang lanjutan," katanya.
Tetapi ketika putusan Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra, dirinya tidak dipanggil mengikuti sidang. "Lewerissa orang DPP Partai Gerindra. Proses di Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra, saya terzolimi karena semua proses sepihak," terang Gaspersz.
Sebagai kader partai Gerindra, selama ini dirinya berkorban untuk partai, namun tidak dihargai. DPP Partai Gerindra memecat dirinya secara sepihak, dengan alasan melanggar kode etik menambah dan mengurangi suara.
Padahal, Mahkamah Kehormatan Partai telah menyurati KPU Maluku, dan KPU Kota Ambon, meminta salinan copian C1 plano, untuk menjadi bahan pertimbangan antara dokumen suara Gaspersz dan dokumen suara yang dipegang Lewerissa. Namun, KPU Kota Ambon, tidak memenuhi permintaan Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra untuk berikan C1 plano, karena dokumen pemilu dibuka atas perintah pengadilan.
Tidak mendapatkan salinan C1 plano, Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra, memutuskan gugatan tanpa membandingkan dokumen yang dipegang Gaspersz maupun Lewerissa. Padahal, dokumen yang dipegang Gaspersz hasil penghitungan suara KPU Maluku. Apalagi, 27 TPS yang dipersoalkan Lewerissa, sudah diputuskan MK tidak terjadi migrasi atau pergeseran suara.
Gapersz, juga mengapresiasi perolehan suara rekan sesama Caleg Gerindra Dapil Kota Ambon, sehingga Partai Gerindra kembali meraih kursi di dapil "neraka.
"Tanpa suara 7 teman Caleg yang lain kita tidak dapat kursi. Sehingga kalau terjadi pencurian atau penggelembungan suara, yang dituduhkan saudara Lewerissa, bukan berpengaruh di Gerindra, tapi berpengaruh di semua caleg Partai di Kota Ambon," tegas Gaspersz.
Untuk itu, dirinya mencari keadilan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Jakarta Selatan. Hal ini, karena Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra menghitung ulang perolehan suara yang sudah dilakukan semua jenjang penyelenggara pemilu, bahkan MK. Tapi Mahkamah Kehormatan Partai Gerindra menghitung ulang suara versi Lewerissa.
Mestinya, jika dirinya melakukan tindak pidana pencurian suara atau penggelembungan suara, Lewerissa melaporkan ke Bawaslu atau polisi. "Tapi, kenapa saya yang dituduh sendiri yang lapor ke Polisi. Lewerissa, yang harus lapor kalau saya salah. Pengacara saya pernah bertanya di PN Jaksel, kalau klien saya salah menambah dan mengurangi suara kenapa yang bersangkutan tidak lapor polisi saat itu," ingat Gaspersz.
Dia berharap Ditreskrimum Polda Maluku mempercetak proses hukum atas kasus yang dilaporkan. "Saya mohon agar Ditreskrimum percepat proses penyelidikan dan penyidikan agar masyarakat tahu kebenaran dan keadilan. Barang bukti dokumen pemilu sudah saya serahkan," harap dia.
Gaspersz memohon maaf kepada warga Kota Ambon yang telah memberikan suara kepadanya pada Pileg 2019. "Perjuangan saya ini untuk mempertangungjawabkan suara-suara yang warga Kota Ambon berikan kepada saya. Yang saya cari adalah kebenaran dan keadilan. Bukan jadi anggota dewan saja," tegas Gaspersz. (KTM)
Komentar