Skandal BNI Ambon
Bongkar Raibnya Dana Nasabah Ratusan Miliar
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Fakta duit ratusan miliar yang terungkap di persidangan tak diduga. Itu muncul dari keterangan para saksi yang “dikorek” majelis hakim.
Persidangan perkara korupsi BNI Ambon mestinya dikawal ketat, meski tidak hadir dalam setiap persidangan polisi bisa mengikuti perkembangan di media massa. Di lain pihak, pengamat antikorupsi mengingatkan adanya duit ratusan miliar rupiah milik puluhan nasabah yang terungkap di persidangan merupakan bukti baru atau novum bagi polisi.
“Adoo, kalau uang-uang nasabah itu jangan tanya katong lah, tanya polisi. Mereka yang sidik, kita hanya tindaklanjuti sampai pengadilan,” ujar salah satu tim jaksa penuntut umum (JPU) kepada Kabar Timur, Kamis (14/5).
Jaksa yang tak ingin namanya dikorankan ini mengaku, fakta duit ratusan miliar yang terungkap di persidangan memang tak diduga. Itu muncul dari keterangan para saksi yang “dikorek” oleh majelis hakim maupun tim penasehat hukum para terdakwa.
“Jadi biar tidak hadir di persidangan, polisi khan bisa ikuti perkembangan perkara maupun fakta sidangnya melalui koran?” ujar jaksa tersebut berdalih.
Terpisah, pengamat antikorupsi Herman Siamiloy menyatakan duit ratusan miliar rupiah milik sejumlah nasabah yang tak dibayarkan oleh BNI merupakan bukti baru. Dari fakta sidang tersebut, penyidik kepolisian bisa mendalami perkara aquo (perkara ini) untuk membuka penyelidikan kasus lain di BNI Ambon.
“Pertanyaannya, kenapa uang-uang itu tidak dilaporkan oleh BNI di polisi, apakah mau tutupi kejahatan pihak lain? Anak SD saja bisa berpikir seperti itu,” ujarnya.
Jalannya sidang skandal korupsi Faradiba Yusuf dkk di Pengadilan Tipikor Ambon semakin menarik. Pasalnya, sejak agenda pemeriksaan saksi digelar terkuak sejumlah fakta yang mengarah pada adanya uang milik nasabah yang lebih banyak dari kerugian kas BNI Ambon.
Salah satunya lima voucher ini senilai Rp 125 miliar diduga masih terkait sepak terjang Faradiba Yusuf Cs dalam skandal BNI, namun tidak masuk pokok perkara yang didakwakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun karena terungkap di persidangan diharapkan menjadi fakta hukum bagi majelis hakim yang diketuai Pasti Tarigan sebelum mengetuk palu vonis terhadap Faradiba Cs.
Lima voucher ini, kata pengacara Fileo Flistos Noija seharusnya ditandatangani kepala KCP Mardika Callu. Tapi anehnya, Plt Kepala KCU BNI Ambon Fery Siahainenia sendiri yang melakukan hal itu saat Faradiba Yusuf datang meminta tanda tangan.
“Dia tanda tangan voucher padahal itu tidak diharuskan ketika kepala KCP berhalangan hadir boleh. Tapi kepala KCP khan ada. Pertanyaannya kenapa dia tanda tangan?,” cetus kuasa hukum Faradibah Yusif itu.
Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. M. Roem Ohoirat mengaku kasus ini belum berakhir. Enam tersangka kini telah duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Ambon yaitu Farradhiba Yusuf Cs. Menurut juru bicara Polda Maluku ini, jika dari hasil persidangan terungkap bukti baru yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, adalah kewenangan hakim.
Hakim, lanjut mantan penyidik Bareskrim Polri itu, memiliki kewenangan untuk memerintahkan penyidik untuk menambah tersangka atau mengejar seseorang untuk dijerat sebagai tersangka.
“Jadi di fakta persidangan nanti di lihat, bahwa oh nanti s A ini seharusnya jadi tersangka, hakim bisa memerintahkan si A si B si C jadi tersangka, bisa,” ungkap mantan Kapolres Maluku Tenggara itu.
Menyoal terkait permintaan sejumlah pihak kepada Kapolda Maluku Irjen Pol. Baharudin Djafar untuk mengevaluasi penyidik yang menangani kasus itu, Ohoirat mengaku pihaknya memiliki tim pengawas internal yaitu Wasidik, Wasda, Propam Polda Maluku.
Tim pengawas internal, lanjut dia, akan melihat dalam fakta persidangan. Apabila ditemukan keganjalan, maka pihaknya akan melakukan evaluasi.
“Nanti kita lihat fakta-fakta di persidangan itu, kami juga belum tahu sepenuhnya. Nanti kita lihat fakta di persidangan misalkan ada kejanggalan, nanti ada pengawasan internal kita dari wasidik, wasda propam, kalau melihat di situ ada kejanggalan mereka bisa melakukan evaluasi,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, baik duit senilai Rp 58 miliar maupun Rp 100 miliar lebih yang tidak dilaporkan sama-sama adalah uang nasabah yang dititipkan ke bank. Belum bisa diperoleh gambaran utuh seperti apa skandal kejahatan perbankan yang dilakoni Faradibah Yusuf Cs. Namun dari fakta persidangan, terindikasi adanya pelaku kakap di BNI Ambon maupun pusat namun dilindungi.
Saksi Prajoko Surya pada persidangan sebelumnya dinilai sebagai salah satu pihak yang paling bertanggungjawab, namun entah apa, yang bersangkutan lolos dari jerat hukum. Kepala Pelayanan Nasabah KCU BNI Ambon ini lah yang menciptakan produk perbankan menggunakan sistem ikon, atau transaksi cash back dimaksud.
Yaitu transaksi bank yang memicu terjadinya kerugian bank senilai Rp 58,59 miliar di samping kerugian nasabah dengan total Rp 100 miliar lebih dan belum diproses ganti rugi oleh pihak bank dan tidak dilaporkan ke polisi.
Anehnya, duit yang jadi perkara di polisi senilai Rp 58 miliar tersebut baru terungkap setelah temuan awal transaksi mencurigakan senilai Rp 29 miliar oleh Prajoko Suryo di KCP BNI Aru, pada 14 September 2019 lalu. Lalu ditemukan lagi transaksi serupa di KCP BNI Tual dan KCP BNI Maluku Tengah sehingga totalnya mencapai Rp 58,59 miliar.
Praktisi hukum Kelson Haurissa, kepada Kabar Timur, Senin (11/5) menduga, wakil kepala KCU BNI Ambon yang juga kepala pemasaran di bank tersebut Nolly bersama saksi Prajoko menyembunyikan fakta lain dari skandal yang terjadi. Yakni duit 32 nasabah Faisal Kotalima dkk dengan total Rp 80 miliar, dan milik Jhony de Queljoe sebesar Rp 30 miliar.
Duit para nasabah tersebut tidak dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Maluku. Menurut Kelson, seharusnya uang nasabah yang tidak dilaporkan itu diusut, jika tidak tentu akan timbul tanda tanya. “Kita bisa saja menduga uang-uang nasabah ini terkait dengan para pelaku lain yang sengaja dilindungi, kenapa tidak dilaporkan?,” ujar Kelson.
Di lain sisi menurut salah satu kuasa hukum Faradiba Cs itu, baik duit senilai Rp 58 miliar maupun Rp 100 miliar lebih yang tidak dilaporkan sama-sama adalah uang nasabah yang dititipkan ke bank. Ketika terjadi masalah atas uang-uang tersebut maka yang disebut melakukan perbuatan melawan hukum tentunya adalah pihak bank.
“Seharusnya BNI tanggungjawab. Masalahnya ini khan uang nasabah Itu bukan kerugian bank, tapi kerugian masyarakat, publik,” kata Kelson Haurissa yang ditemui di Pengadilan Negeri Ambon kemarin.
Enam tersangka yang telah duduk di “kursi pesakitan” PN Ambon tersebut adalah Farradhiba Jusuf, mantan Wakil Pimpinan BNI Cabang Ambon dan anak angkatnya Soraya Pellu, Andi Rizal alias Callu, Kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) Mardika, Chris Rumalewang-Kepala KCP Tual, Josep Maitimu-Kepala KCP Aru, dan Martije Muskita-Kepala KCP Masohi.
Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santoso, berharap muncul fakta persidangan terkait uang para nasabah BNI Ambon yang hilang tersebut. Fakta sidang dapat menjadi bukti permulaan pihaknya kembali melakukan penyelidikan.
“Malah kita berharap dari fakta persidangan termasuk nasabah-nasabah yang uangnya hilang itu yang belum ada kejelasan,” harap Eko Santoso kepada Kabar Timur, Kamis (7/5).
Uang nasabah diharapkan penyidik dapat muncul di fakta persidangan. Agar semuanya jelas siapa yang bertanggungjawab. Sebab, selama ini BNI seolah-olah melimpahkan semuanya kepada Faradhiba Yusf alias Fara.
“Itu kan kita harapkan juga terungkap di persidangan. Artinya, muncul tanggungjawab BNI juga bahwa itu tanggung jawab BNI, gitu kan. Karena kan sekarang BNI seolah-olah itu tanggung jawab Faradhiba, Faradhiba itu siapa?, kan begitu,” ujarnya.
Bukan saja fakta persidangan mengenai uang para nasabah, tapi Eko juga berharap terungkap peran pihak lainnya seperti Daniel Nirahua, suami Faradhiba Yusuf alias Fara.
“Yang pasti kita lakukan penyelidikan sesuai pedoman BPK. Terkait peran daniel untuk menjerat ke sana itu tidak ada. Contoh, kan duitnya di Faradhiba, Faradhiba itu tidak pernah sebut Daniel. Terus gimana saya mau libatkan Daniel. Kesulitan kita di situ. Artinya saksi dan bukti tidak mendukung ke sana,” sebutnya.
Secara nalar, Eko mengakui jika orang yang hidup bersama, diduga kuat mengetahuinya. “Ini kan orang hidup bersama, masa ndak, kan gitu. Cuman tersangkanya tidak pernah ungkap, kan kita buntu, itu masalahnya. Mudah-mudahan di persidangan muncul itu, nah itu bisa jadi pegangan buat kita untuk ungkap lebih lanjut,” kata dia.
Mengenai perjalanan tranferan rekening Fara, tambah dia, pihaknya sudah menangani semuanya. Sehingga jika ada fakta lain, bukan tidak mungkin pihaknya kembali lakukan penyelidikan. “Fakta persidangan itu kita jadikan bukti permulaan untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan lebih lanjut,” katanya.
Eko mengaku pihaknya termasuk mengalami kesulitan lantaran proses penyidikan bukan dimulai dari awal, tapi dari tengah. “Penyidikan kita kemarin kan bukan dari awal, mulainya dari tengah makanya itu tidak terungkap dengan jelas, memang hanya tersirat saja. Kita berharap fakta persidangan yang mendukung untuk membuktikan itu nanti,” sebutnya. (KTC/KTA)
Komentar