Raibnya Dana Milik 32 Nasabah BNI tak Dilapor
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kasus raibnya uang 32 nasabah senilai Rp 80 miliar, dan Rp 30 miliar dari nasabah Jhony de Queljoe dari sistem bank tidak dilaporkan.
Faradibah Yusuf hanya mengejar target yang dibebankan manajemen BNI, ujung-ujungnya dia dijerat pasal korupsi. Sementara tiga pimpinan bank, yaitu Fery Siahainenia, Nolly Sahumena dan Prajoko Surya tak tersentuh hukum.
Pengacara Kelson Haurissa, salah satu kuasa hukum Faradibah Cs, berharap di persidangan berikutnya majelis hakim masih mengejar peran sejumlah saksi yang sesuai fakta sidang ikut berkontribusi atas bobolnya kas bank maupun raibnya duit nasabah yang mencapai ratusan miliar rupiah.
Sebut saja saksi Fery Siahainenia, Plt KCU BNI Ambon itu ternyata yang menandatangani 5 voucher senilai Rp 125 miliar milik nasabah Jhony de Queljoe, bukannya Callu, kepala KCP BNI Mardika.
Faradibah yang mengantarkan voucher-voucher itu ke Fery. Apakah itu, berarti Faradibah bekerja sama dengan Fery? Kelson mengaku belum bisa menyimpulkan.
“Masih terlalu dini karena belum tergambar kaitan Fery dengan Faradibah secara emosionil. Tapi kesimpulan sementaranya, ini kesengajaan untuk terjadinya kejahatan,” papar Kelson Haurissa kepada Kabar Timur di Pengadilan Negeri Ambon, kemarin.
Terungkap di persidangan Jumat (8/5) pekan lalu, saksi Nolly yang merupakan kepala pemasaran KCU BNI Ambon mengaku temuan transaksi mencurigakan seluruhnya mencapai Rp 58,95 miliar, yakni pada KCP Aru, Tual dan Maluku Tengah.
Duit sebanyak itu dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Maluku. Tapi, kasus raibnya uang 32 nasabah senilai Rp 80 miliar, dan Rp 30 miliar dan nasabah Jhony de Queljoe dari sistem bank tidak dilaporkan.
Sementara pada sidang Selasa (12/5) terungkap kalau sistem ikon dengan target kenaikan level yang dikejar oleh Faradibah Yusuf, maupun para KCP di BNI Ambon, diciptakan oleh Prajoko Suryo.
Kepala pelayanan nasabah, namun ikut terlibat dalam sistem audit internal bank ini, dalam keterangannya, mengaku, transaksi ciptaannya itu megharuskan adanya level yang sesuai bagi para pejabat bank, termasuk Faradiba. Level dimaksud berkaitan erat dengan nilai nominal transaksi dengan sistem ikon tersebut.
Makin tinggi level, nominal uang yang bisa ditransaksikan makin besar. Faradiba sendiri disebut-sebut sedang mengejar level 14. “Kenaikan level, sidang kemarin, Prajoko sampaikan, KCP yang berhasil transaksi di atas Rp 1 miliar, dinaikkan level, itu kata saksi Joko,” kata Kelson Haurissa.
Namun fakta persidangan juga menimbulkan spekulasi, kalau sistem yang digunakan di BNI lemah dari sisi pengendalian resiko. Di satu sisi, terungkap di persidangan, jika Fery Siahainenia memiliki kewenangan untuk mengontrol lalu lintas keuangan di bank yang dipimpinnya itu setiap hari.
“BNI kecolongan, itu faktanya. Artinya Fery Siahainenia itu tau gitu loh, tapi kenapa tidak laporkan kalau ada transaksi mencurigakan?,” kata Hans Liesay, kuasa hukum kepala KCP Tual
Anehnya, Fery baru bertindak setelah mendapat laporan kepala pelayanan nasabah Prajoko Suryo adanya aliran dana mencurigakan di KCP BNI Aru senilai Rp 29 miliar. Bersama saksi Nolly Stevy Sahumena, dia terbang ke KCP Aru, lalu ke KCP Tual dan KCP Maluku Tengah untuk menyasar kasus yang sama.
Hasilnya, ditemukan transaksi mencurigakan di tiga KCP tersebut, senilai Rp 58,95 miliar. Di lain pihak, Nolly juga mendapatkan komplain atau pengaduan dari sejumlah nasabah, yang mengaku saldo tabungan mereka berkurang jauh.
Diantaranya, Faisal Kotalima tabungan hasil transaksi casbacknya bersama Faradiba sebesar Rp 450 juta, di saldo tinggal Rp 400 ribu. Demikian pula 31 nasabah lain yang juga bermain transaksi tersebut senilai Rp 80 miliar, termasuk Jhony de Queljoe Rp 30 miliar. Fery Siahainenia di persidangan mengaku menolak menebus uang milik para nasabah itu.
DPRD DESAK BAYAR
Sementara itu, merespon skandal pembobolan dana nasabah BNI Ambon, DPRD Maluku akhirnya melahirkan keputusan politik. Lembaga wakil rakyat ini mendesak BNI Ambon segera membayar dana nasabah Rp 138 miliar lebih yang dibobol Faradiba Yusuf Cs.
Pasalnya, Faradiba Cs secara hukum mewakili bank pelat merah itu untuk melancarkan aksi kejahatan perbankan.Keputusan politik DPRD Maluku melalui Komisi III tertuang dalam rekomendasi yang disampaikan ke pimpinan dewan untuk ditindaklanjuti kepada pimpinan BNI Ambon. Rekomendasi dikeluarkan, setelah Komisi III menggelar rapat dengan nasabah BNI, OJK, dan BNI pada 16 Maret 2020. Rekomendasi komisi yang membidangi keuangan itu menegaskan, BNI hanya bertangungjawab terhadap dana nasabah Rp 58 miliar.
Sementara dana nasabah Rp 80 miliar, BUMN ini terkesan cuci tangan. Atas dasar itu, Komisi III mendesak pimpinan DPRD meminta BNI segera membayar dana nasabah yang dibobol, baik itu Rp 58 miliar dan Rp 80 miliar lebih, sehingga jumlahnya sebesar Rp 138 miliar.
Alasannya, setiap transaksi yang dilakukan Faradiba Cs menggunakan atribut resmi BNI. Sedangkan dana 30 nasabah yang dibobol tercatat dalam buku tabungan (Taplus BNI) dan tercatat dalam sistem BNI dicap dan ditandatangani pimpinan BNI.
Salinan rekomendasi yang diterima Kabar Timur, Komisi III juga mendorong dan menghormati serta tidak mengintervensi aparat penegak hukum agar mengusut tuntas skandal perbankan Faradiba Cs.
Ketua Komisi III DPRD Maluku Anos Yeremias enggan berkomentar soal rekomendasi tersebut. ‘’Rekomendasi Komisi III sudah di meja Ketua DPRD Maluku,” kata politisi Golkar ini.
Dia berharap, pimpinan dewan segera menindaklanjuti rekomendasi komisi yang dipimpinnya. “Rekomendasi itu agar BNI segera membayar dana nasabah yang dibobol,” tegas Yeremias. (KTM/KTA)
Komentar