“Terkunci” Puluhan Mahasiswa Asal Tual, Malra Aru, Demo

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON- Aksi unjuk rasa terjadi di tengah situasi pandemi Covid-19 di Kota Ambon. Kantor Gubernur Maluku diseruduk puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kepulauan Aru, Selasa (12/5/2020).

Puluhan mahasiswa yang menggelar aksi demo dipimpin koordinator lapangan M. Faroqy Notanubun. Unjuk rasa terjadi karena mereka diduga tak dijinkan pulang ke daerah asal. Sebab, akses transportasi laut ditutup sementara akibat musim Covid-19.

Dalam aksi tersebut, terdapat 4 poin penting yang disampaikan. Pertama adalah meminta Gubernur Maluku membuka akses utama Pelabuhan Yos Sudarso Ambon bagi mahasiswa Tenggara yang ingin pulang ke kampung masing-masing.

Kedua, meminta kepada Gubernur Maluku untuk memulangkan mahasiswa Tenggara yang masih berada di Kota Ambon, Ketiga meminta Gubernur Maluku menyurati kepala daerah Kota Tual Maluku Tenggara dan Kepulauan Aru untuk membuka akses pelabuhan di daerah masing-masing.

Keempat adalah meminta kepada ketua tim gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 Provinsi Maluku agar dapat mempertimbangkan kembali biaya rapid test bagi mahasiswa/masyarakat yang pulang.

Aksi demontrasi yang tersebut berakhir damai setelah Sekretaris Daerah Maluku yang juga sebagai Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Maluku, Kasrul Selang bertemu dengan perwakilan pengunjuk rasa di ruang rapat lantai II Kantor Gubenur Maluku, sekira puku 12.40 WIT.

Pada pertemuan itu, para wakil mahasiswa menuntut kepulangan. Mereka umumnya sangat merasakan penderitaan dengan adanya covid-19. “Kami juga tidak akan membebankan pemerintah daerah namun kami inginkan untuk kembali ke keluarga,” kata salah satu perwakilan.

Puluhan mahasiswa mengaku susah hidup di Kota Ambon. Mereka tidak mendapatkan bantuan pemerintah seperti sembako, masker, lainnya. Mereka juga mengaku telah menyampaikan keinginan pemulangan namun hingga kini tidak digubris.

“Sampai saat ini juga belum ada respon dari pemerintah daerah sehingga kami merasakan pelayanan kepada kami yang tidak wajar,” kata dia.

Sementara itu menurut koordinator aksi, keinginan puluhan mahasiswa untuk pulang kampung, karena selama wabah ini menimpa Kota Ambon, pihaknya tidak pernah mendapatkan bantuan. Olehnya itu mereka merasa tidak ada jaminan hidup di Kota Ambon. Pilihan pulang kampung bertemu keluarga merupakan solusi terkahir, tapi sayangnya akses transportasi ditutup.

“Persoalan ekonomi sehingga kami mengalami gangguan psikologi, karena sampai saat ini kami tidak ada jaminan kesehatan bahkan bantuan sembako. Kami akan jalani sesuai prosedur isolasi mandiri jika kami kami tiba di daerah asal,” kata dia.

Keinginan puluhan mahasiswa tersebut pulang kampung, juga karena mereka tidak tahu kapan virus ini akan berakhir.

“Kami berharap pemerintah provinsi dapat menyurati pemerintah daerah untuk dapat membuka akses pelabuhan Kota Tual dan Aru agar dapat pulangkan mahasiswa yang berada di Kota Ambon,” pintanya.

Sementara itu, Sekda Maluku Kasrul Selang menyampaikan, jika Ambon adalah zona merah. Sehingga permintaan dari tiap Bupati untuk membatasi setiap orang yang akan pulang ke daerah masing-masing.

“Sesuai keputusan Menteri Perhubungan bahwa dilarang untuk mudik dalam rangka memutuskan mata rantai sehingga apabila kami mengizinkan, maka kami melanggar keputusan pemerintah pusat,” tegasnya.

Kasrul mengaku pihaknya telah melakukan pertemuan dengan para rektor agar mahasiswa tidak diijinkan pulang. Pihaknya telah memutuskan untuk memberikan bantuan dalam pembagian sembako kepada seluruh mahasiswa dari luar Kota Ambon.

“Kami juga akan berkoordinasi dengan PELNI terkait kapal yang beroperasi dan pemerintah daerah, kalau disetujui maka pemerintah provinsi akan memfasilitasi agar mahasiswa dapat dipulangkan ke daerah masing-masing,” tandasnya.
(KTC)

Komentar

Loading...