Sebelum Bantai Anak Kandung, Vante Dapat “Salam Maut” dari Merauke
Laporan: Sony Betaubun-M Natsir
“Dia pung nama bukan Vence, tapi Vante. Vante Allang Loppies. Kita minta negara buang dia di Nusakambangan sana. Kalau dia ada di sini, kita mati samua, buken! Nicko Loppies mengaku Vante adalah anak yang berwatak jahat....
BELUM terlalu sore, masih sekira pukul 14.00 Wit tiba-tiba sosok orang tua ini muncul dari belakang rumah. Tubuh yang ceking tidak mengurangi aura garang Nicko Loppies (60) sekaligus menunjukkan kewaspadaan tinggi. Ketika tahu kalau yang datang adalah wartawan, dia berubah tenang.
Kepada Kabar Timur, Rabu (29/1) Nicko mengaku lolos dari amukan Vante. Tapi sebagai gantinya sang cucu, Glen Loppies, balita umur tiga tahun ini harus merenggang nyawa di tangan ayah kandung sendiri, Vante.
Glen Loppies, balita tiga tahun ini diketahui tewas mengenaskan dengan lebam bekas benturan benda tumpul terutama di bagian wajah. Anak Glen diduga tewas akibat kekerasan yang dilakukan ayah kandungnya sendiri Vante Allang Loppies (42) di Negeri Seilale, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Senin (27/1).
Sempat dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Haulussy Kudamati Ambon, tapi nyawa balita malang ini tak dapat diselamatkan, dia membuskan nafas terakhir, Selasa (28/1) sekira pukul 01.00 WIT.
“Padahal waktu itu kita cuma bilang ada salam dari Peto, di Merauke. Seng tau kanapa dia iko beta pukul 8 kali, semua kita bisa blok, satu masok belakang kapala. Yang di idong (hidung) ini pukulan ke sambilang. Tres kapa ana itu, buken?” tutur Nicko terlihat kembali panik dan heran.
Duda berusia uzur yang telah ditinggal pergi sang isteri Dina Loppies/Lekatompessy ini tak menduga, salam dari seseorang bernama Peto, disampaikan anak perempuannya yang mukim di Merauke, Papua via telepon itu berubah jadi bencana. Nicko sendiri mengaku bingungi, kenapa penyampaian salam ini, ditanggapi dengan amukan oleh Vante.
Dia menuturkan, hari itu sekira pukul 4 sore, dia membangunkan Glen untuk mandi sore. Sambil menunggu sang cucu bangkit dari pembaringan, Nicko mengisi waktu menyapu halaman depan rumah, datang Vante dalam kondisi mabuk.
Saat itu terdengar bunyi panggilan telepon di hape dari anak perempuannya yang tinggal di Merauke, Papua. “Papa,ada salam dari Pa Peto di Merauke vor Vante,” ungkap Nicko menirukan pesan anak perempuannya itu. Setelah menutup telepon, Nicko lalu menyapa Vante dengan niat mengambil hati anaknya itu agar tidak pulang membuat onar di rumah seperti kerap dia lakukan.
“Vante ada salam dari Peto di Meroke !,” kata Nicko meneruskan pesan anak perempuannya tadi.
Tapi tak dinyana, entah setan apa yang merasuki diri Vante, di luar dugaan, dia keluar dari rumah lalu mengejar ayahnya itu di halaman. Dengan pukulan bertubi-tubi ke arah wajah dan kepala.
Seperti dituturkan Nicko sendiri, dulu sewaktu masih muda belia, dia dikenal orang satu kampung Negeri Seilale tukang berkelahi. “Beta ini kalau bakupukul jalan, samua di sini tahu buken (wartawan),” ujarnya.
Itulah sebabnya, walau diserang oleh Vante, sesuai pengakuannya, hanya satu pukulan yang mengenai bagian belakang kepala. Pukulan terakhir mendarat di batang hidung. Darah mengucur deras.
Merasa telah luka, Nicko lalu lari meninggalkan tempat itu. Sebelum mengambil langkah seribu, dia sempat melihat sang cucu Glen, sudah bangun bahkan kini berdiri di depan pintu rumah. Menyaksikan pemukulan yang dilakukan oleh Vante terhadap dirinya.
“Buken, itu terakhir beta liat ade (Glen) waktu beta bale balakang. Dia ada badiri manganga di pintu,” ucapnya dengan nada berat.
Nicko mengaku, harus kabur dari tempat itu, karena kuatir Vante akan kembali masuk ke rumah dan mengambil parang dan menghabisinya. Pernah sekali waktu, entah apa, Vante mengamuk dengan parang.
Tak mendapat sasaran pelampiasan, enam ekor ayam peliharaan Nicko jadi korban. “Dia cincang ayam-ayam itu, buken. Ada 5 ekor lapis dengan anak-anak ayam,” tutur Nicko.
Ditanya, nasib sang cucu Glen yang saat itu ditinggal kabur, Nicko mengaku setelah sampai di balik rimbunan pohon tak jauh dari rumahnya barulah dia mendengar tangisan anak kecil. Dia menduga, di saat itu lah, Glen diamuk ayahnya sendiri.
Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Nicko memastikan, tetangga sekitar rumahnya tidak ada yang menyaksikan apa yang terjadi atas cucunya saat itu. Rumahnya yang tersembunyi bawah rerimbunan pohon duku dan langsat serta relatif terpisah dari rumah-rumah warga lainnya, dapat dipastikan perlakuan Vante terhadap anak kandungnya itu tak sempat disaksikan oleh orang lain.
Baginya Vante Allang, sulung dari tiga bersaudara ini tak perlu dikasihani. Nicko menyatakan, sekalipun anaknya itu menjilat kakinya, dia tidak akan mengampuninya. “Buken (wartawan) lebih baik ana Vante itu busuk di penjara puluhan tahun dulu. Kita mau jaya-jaya dulu di dunia. Kita mau kawin lagi, siapa yang mau lihat di hari tua begini?,” seloroh Nicko Loppies.
Hingga perbincangan dengan Nicko Loppies usai sore itu, Kabar Timur belum dapat menyimpulkan dengan cara apa, Vante Allang menghabisi anaknya, Glen Loppies. Apakah, ditendang, diinjak, dibanting, entahlah.
Yang pasti di samping bak mandi berukuran sekira 3 x 2 x 1 meter kubik itu, yang diperkirakan tempat Glen sekarat, teronggok pakaian kotor milik pelaku Vante. Berupa blue jins potong di bawah lutut dan celana kain warna hitam. Di dekat situ ada sabun mandi berwarna kuning kusam. (**)
Komentar