Sindikat BNI, Belum Ada Tersangka Baru

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Daniel Nirahua suami FY yang diduga memiliki 9 rekening penampung dana “haram” belum “naik kelas” masih berstatus saksi.

Polda Maluku belum menetapkan tersangka baru dalam sindikat kasus dugaan pembobolan dana nasabah BNI KCU Ambon. Polisi berdalih masih terus menyelidiki dan mengembangkan kasus yang merugikan BNI dan sejumlah nasabah potensialnya tersebut.

Hingga kini baru lima tersangka yang ditetapkan Polda Maluku. Adalah FJ dan anak angkatnya SP serta tiga Kepala BNI Kantor Cabang Pembantu (KCP) yaitu Kota Tual “CL”, Kepulauan Aru “JM” dan Masohi “MM”. 

“Jadi tolong diberikan kesempatan kepada penyidik-penyidik kami untuk melakukan pengembangan. Yang jelas komitmen kami dan itu atas perintah langsung dari Bapak Kapolda untuk kasus ini ditangani secara serius dan tuntas,” kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Mohamad Roem Ohoirat kepada Kabar Timur, Jumat (1/11). 

Ohoirat mengaku, pihaknya tidak akan menutup-nutupi kasus yang telah menjadi atensi pimpinan Polda Maluku tersebut. Siapa yang diduga terlibat dalam kasus ini akan dipanggil untuk dimintai keterangannya. “Oleh karenanya berikan kesempatan kepada kami untuk melakukan pengembangan. Kita tidak akan tutupi dan siapa yang terlibat dalam kasus ini akan diminta keterangannya,” ujarnya.

Disinggung mengenai Daniel Nirahua, suami FY yang diduga memiliki 9 rekening penampung dana “haram” tersebut, tambah Ohoirat masih berstatus sebagai saksi. “Yang jelas baru ditetapkan tersangka 5 orang. Yaitu FJ, SP, dan tiga Kepala KCP lainnya,” tandasnya. 

Sementara itu, Amir Rumra politisi PKS di DPRD Maluku meminta pengusutan kasus ini harus dilakukan transparan. ‘’ Kasus ini harus diusut tuntas. Prinsipnya tidak ada warga negara kebal  hukum,’’tegasnya.

Ketua Fraksi PKS DPRD Maluku menegaskan, pihak-pihak yang diduga terlibat segera diproses hukum agar ada efek jera.’’Penanganan   kasus besar ini harus transparan.  Polisi jangan tutupi kasus ini. Jangan pilih kasih. Siapa yang terlibat segera diungkap dan  diproses hukum, sehingga  ada efek jera,’’tandasnya.

Dia menduga, selain orang  dalam BNI terlibat, ada orang  luar  membantu Faradiba, membobol dana nasabah.’’Kami menduga ada orang dalam dan orang luar membantu Faradiba, ikut membobol dana nasabah. Dia (Faradiba) tidak sendiri,’’terangnya.

Dia kuatir kasus ini tidak diusut tuntas akan berdampak buruk bagi keberlangsungan bank milik pemerintah itu  dimata masyarakat.’’Pihak Polda juga harus tegas. Siapa yang terbukti bersalah harus dihukum sesuai aturan main. Hukum jangan tumpul keatas lalu tajam kebawah,’’ingatnya.

Setelah  mengikuti orientasi, pihaknya akan melakukan konsolidasi untuk silaturahmi dengan Kapolda Maluku, Pangdam, dan Kejati.’’ Kita akan sowan ke pak Kapolda, pak Pangdam, dan pak Kejati. Kita minta dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani Polda dan Kejati, diusut sampai tuntas. Termasuk penanganan kasus pembobolan di BNI,’’pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, sindikat tersangka Faradiba Yusuf Cs, tidak berdiri sendiri. Tindakannya sebagai Wakil Kepala BNI Ambon mustahil tidak diketahui atasannya. Kepala Cabang Utama, Wilayah dan Pusat, patut diselidiki, dalam skandal ini.

“Jangan sampai ada upaya-upaya menyelamatkan branding BNI lantas proses penyidikan kasus ini hanya stag di level Faradiba sebagai Wakil Pimpinan BNI Ambon,” kata Abdul Ajis Talaohu, SH, Direktur Eksekutif Institut Indonesia For Intigrity (INFIT), kepada Kabar Timur, via telepon seluler, tadi malam.

Menurut dia, tindakan yang dilakukan Faradiba Cs yang dalam hal ini melibatkan sejumlah Kepala KCP, seperti Tual, Masohi dan Mardika yang telah dijadikan tersangka oleh penyidik Reskrimsus Polda Maluku mentok pada level Faradiba dengan jabatan sebagai Wakil Pimpinan BNI, bisa jadi disengaja atau diskenariokan untuk menghindari kepercayaan nasabah-nasabahnya.

“Pergeseran Pimpinan Cabang Utama BNI Ambon Dionne E Limmon, pasca kasus ini terungkap menunjukan BNI sengaja “cuci tangan.” Dan, Faradiba Cs  dikorbankan.  Saya menduga sindikat ini tidak putus sebatas Faradiba saja.  Dengan sistim online transaksi besar-besaran ikut diketahui atasannya  Kepala Cabang Utama, wilayah dan bisa jadi BNI pusat,” katanya menduga.

Dugaan itu, diperkuat dengan sistem perbankan seperti BNI yang cukup ketat.  “Misalnya,  pegawai teller bank. Ada nasabah yang ingin cairkan (ambil uang), Rp 10 juta atau 50 juta, harus ada persetujuan diatas jabatan teller. Begitu juga Kepala-kepala KCP ada batasan mengeluarkan dana. Kalau ada nasabah mencairkan dana diatas Rp 5 miliar di KCP, Kepala KCP wajib hukumnya melakukan koordinasikan dengan atasannya pada Cabang Utama,” papar Ajis.

Menurut dia, atasan KCP, pada Cabang Utama di Ambon, tidak hanya Faradiba.  “Faradiba dalam posisinya sebagai wakil bukan pengambil keputusan, tapi, kepala cabang utama BNI sebagai atasan. Jadi disini jelas siapa pengambil keputusan,” tegas Ajis.  

Dengan sistim online yang terhubung dari KCP, Cabang Utama dan wilayah, lanjut Ajis  pergerakan dana termonitor mulai, dari KCP, Cabang Utama, sampai pada wilayah. “Bagaimana bisa sindikat yang sudah berlangsung sejak tahun 2017 dan baru terbongkar di tahun 2019, tidak diketahui managemen BNI,” tanya Ajis.

Untuk mengungkap sindikat ini, penyidik tidak harus berhenti pada level Faradiba kebawah, tapi penyidik harus bisa mengungkap keterlibatan atasan-atasannya Faradiba, semisal Kepala Cabang Utama BNI Ambon, yang telah ditarik ke BNI Pusat, dan bisa juga penyidik kembangkan kasus ini hingga ke Wilayah BNI di Makassar. Pasalnya, yang bersangkutan ikut bertanggung jawab dalam skandal ini.

Selain itu, tim-tim audit pada BNI Ambon juga harus ikut diproses secara hukum. Mereka juga patut diduga terlibat. “Sindikat ini melibatkan semua sistim di dalam BNI, tidak hanya Faradiba Cs yang telah dijadikan tersangka. Jadi sistim keatas setelah Faradiba yang ikut “menikmati” juga harus dibongkar,” kata Ajis. 

Ajis meminta, Polda Maluku, dalam pengusutan kasus ini harus transparan. “Penyidik harus transparan. Semua harus dibuka, sehingga pihak-pihak yang terlibat harus dibuka. Ini sindikat besar. Bila perlu kasus ditangani  Bareskrim Mabes Polri,” tutup Ajis.  (CR1/KT)

Komentar

Loading...