Belanja Daerah & Pemasukan 2018 Selisih Rp 400 Miliar

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Belanja daerah Provinsi Maluku untuk tahun anggaran 2018, dibandingkan pemasukan, terjadi selisih  mencapai Rp 400 miliar. Hal itu disebabkan banyaknya pengeluaran anggaran untuk belanja. Sementara pendapatan atau pemasukan ke kas daerah  tidak berimbang.

“Memang anggaran kita 2018 lebih besar dialokasikan ke belanja. Ini berdampak pada pemasukan kita. Bahkan terjadi selisih sekitar Rp 400 miliar. Dipembahasan sebelumnya, disiasati untuk diselesaikan tahun ini. Sehingga di 2020 hutang kita sudah normal,” kata  Wakil Ketua DPRD Maluku Said Muzakir Assagaff usai pertemuan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Maluku dengan tim anggaran Pemprov Maluku, Kamis (1/8).

Menurutnya, Banggar DPRD bersama tim anggaran Pemprov Maluku telah membicarakan tentang pelaksanaan Ranperda laporan pertanggungjawaban pelakasanaan APBD tahun 2018. Beberapa catatan penting antara lain menyangkut keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja.

Politikus PKS ini menyebutkan, untuk pengeluaran anggaran 2018, didominasi belanja infrastruktur dan kebutuhan sosial lainnya, termasuk hibah terbesar pemerintah daerah adalah, anggaran untuk pemilihan umum (pemilu) tahun 2018. 

Sebanyak Rp 300 miliar lebih untuk Komisi Pemilihan Umun (KPU) dan Bawaslu Maluku. Sedangkan TNI/Polri sekitar Rp 50 miliar. Sisanya, untuk pembangunan rumah ibadah dan pembangunan lainnya.

DPRD meminta Pemda Maluku untuk terus berupaya menaikan status pengelolaan anggaran sehingga dari capain predikat yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan RI, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) saat ini bisa meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).  

Karena menurutnya ini bagian dari prestasi. Sebab, perolehan WDP untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprrrov Maluku di 2018 salah satu problemnya adalah dana hibah, yang hampir 50 persen tidak ada pertanggungjawaban.

“Berdasarkan hasil inventarisir laporan pertanggungjawaban 50 persen itu, ternyata tidak bisa menghadirkan bukti pelaksanaannya oleh Pemda Maluku. Nah, di situlah kemudian mengalami kemunduran yang sebelumnya WTP sekarang WDP. Karena itu kita minta  WTP harus dicapai kembali,” tegas Assagaff.

Assagaff mengatakan, ke depan kemungkinan akan ada problem yang disebabkan pembayaran hutang. Antara lain untuk hak tunjangan pegawai yang mestinya dibayar, tidak bisa lagi dibayar. 

Sementara, kebijakan  Gubernur Maluku Murad Ismail yakni harus dibayar secara keseluruhan. Tentunya, mau tidak mau harus melihat pada belanja yang lain, mungkin ada rasionalisasi. Tapi apabila Pemda tetap berkeinginan untuk dibayarkan semuanya, maka yang terjadi adalah hutang.

“Antisipasi kami seperti itu jangan sampai ke depan terjadi problem pembayaran tunjangan pegawai. Olehnya itu, akan dilihat  pada anggaran  perubahan (APBD),” pungkas Assagaff. (MG3)

Komentar

Loading...