Tiga Warga Diamankan, Eksekusi UD Amin Berhasil

FOTO: Ruzady Adjis/Kabar Timur

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kecuali Mushollah, seluruh bangunan milik UD Amin, rata dengan tanah. Terdapat lima bangunan, tiga permanen, ambruk diketok alat berat. Tiga warga diamankan, eksekusi lahan berhasil.

Setelah sempat tertunda akibat rusaknya alat berat pada Rabu (17/7), dua hari lalu, eksekusi lahan seluas 5.727 M2 milik Marthen Hentiana di Kebun Cengkih, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau Kota Ambon, akhirnya berhasil dilakukan sejak pagi hingga petang, Kamis, kemarin.

Pantauan Kabar Timur, tiga orang yang diamankan yaitu dua penasehat hukum dari Nurdin Nurlette dan Nurdin Fatah. Adalah Al Walid dan Didin Mahu, serta Nurdin Nurlette, ketua Dati Dusun Tomalehu, Desa Batu Merah. Mereka diamankan karena menghalangi proses eksekusi yang dilakukan juru sita Pengadilan Negeri Ambon.

Lima bangunan yang dirobohkan merupakan gudang penyimpanan barang dagangan UD Amin. Satu diantaranya adalah asrama santri. Dari empat gudang yang digusur, hanya satu yang berisi cat, tehel dan bahan kebutuhan bangunan lainnya berhasil diselamatkan. Sedangkan tiga bangunan yang masih menyimpan barang dagangan seperti besi, senk atau atap almunium, pipa, kayu, semen dan lain sebagainya ambruk bersama puing-puing bangunan.

Saat penggusuran terhadap semua bangunan yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah tersebut berlangsung, Nurdin Fatah dan istrinya, pemilik UD Amin ini, hanya terlihat pasrah serta tidak mampu berbuat banyak.

Setelah berhasil diruntuhkan, para pekerja yang dipakai Marthen Hentiana melalui kuasa hukumnya Monir Kairoty, langsung memagari lahan tersebut menggunakan kayu dan senk. Seluruh lahan dilingkari pagar. Kecuali jalan masuk keluar kendaraan menuju toko UD Amin yang telah berpindah pada bagian belakang lahan tersebut, tidak ditutup.

“Iya pak kita hanya tutup sampai di sini saja,” kata seorang pekerja kepada Nurdin Fatah yang meminta mereka agar jalan masuk keluar kendaraan tidak ditutup.

Juru Sita Pengadilan Negeri Ambon Notje Leasa kepada Kabar Timur mengaku, eksekusi lahan hanya berlangsung kemarin setelah sempat tertunda beberapa kali. Tertundanya eksekusi sebelumnya dikarenakan aksi protes warga, beberapa waktu lalu. Ditambah dua hari kemarin, alat berat yang didatangkan rusak.

“Rencananya satu hari ini semua bangunan akan kami gusur. Besok tidak lagi. Makanya kami usahakan hari ini (kemarin) semua bangunan digusur, kecuali Mushollah (rumah ibadah),” kata Notje yang dikawal dua aparat kepolisian.

Eksekusi dilakukan berdasarkan surat penetapan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 9/Pen.Pdt Eks/2018/PN Amb, Jo Nomor 76/pdt. G/2012/PN.Ab di atas lahan seluas 5.727 M2, sesuai tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 3414, tertanggal 4 April 1996 atas nama Marthen Hentiana.

Selain itu, penetapan eksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 305 PK/Pdt/2016 tanggal 3 Agustus 2016, Jo putusan Mahkamah Agung Rl Nomor 523 K/Pdt/2014, tanggal 16 Juli 2014, Jo putusan Pengadilan Tinggi Maluku, Nomor 22/Pdt/2013/PT.Mal, tanggal 17 September 2013, Jo putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 76/Pdt.G/2012/PN.Ab, tanggal 4 Maret 2013.

Sebelumnya diberitakan, kuasa Hukum Nurdin Nurlette, Al Walid mengaku heran dengan putusan Pengadilan. Tiga kali sidang, pembanding dari pihaknya kerap hadir. Tapi sidang selalu ditunda. Sebaliknya terbanding Marthin Hentiana dan kuasa hukumnya tidak datang. Namun, tiba-tiba putusan jatuh dan memenangkan terbanding secara diam-diam.

Pertimbangan PN Ambon dalam putusannya, hanya sebatas kehadiran, ketidakhadiran dan ketidakseriusan pihaknya pada sidang perdana tanggal 29 Agustus, 19 September dan 10 Oktober 2018. Padahal, ketiga sidang tersebut, selalu dihadiri.

“Bukankah ketidakseriusan tersebut justru sebaliknya ada pada terlawan/terbanding yang tiga kali berturut-turut tidak menghadiri persidangan ataupun kuasa hukumnya dan putusan dalam perkara a quo harusnya verstek, bukan gugur?,” herannya.

Sementara itu, Panitera Notje Leasa kepada wartawan mengatakan eksekusi tetap berjalan. Terkait persoalan peta eksekusi yang ditanya warga, Notje mengaku sudah tercantum di dalam persidangan. Sehingga yang dilaksanakan pihaknya merupakan putusan terakhir Pengadilan atau Peninjaun Kembali (PK).

Menurutnya, sebulan setelah eksekusi, pihaknya telah bersama-sama dengan termohon Nurdin Nurlette untuk turun melihat objek. Pihaknya bekerja sesuai dengan Undang-Undang (UU). Yang dilakukannya merupakan perintah UU. Jika tidak dijalankan, maka pihaknya akan dilaporkan ke Mahkamah Agung.

“Kalau soal surat pemberitahuan yang tidak mencantumkan objek itu dikarenakan surat pemberitahuan eksekusi pertama sudah diberikan. Ini kan surat pemberitahun eksekusi lanjutan. Karena surat pertama itu jelas. Jadi mereka jangan salah persepsi,” ungkapnya.

Terkait dengan adanya upaya perlawanan eksekusi yang diajukan Nurdin Nurlette, kata Notje, pihaknya tidak melihat hal tersebut. Apa yang dilakukan pihaknya ini bersandar pada putusan PK terakhir.

“Saya tidak berjalan dengan perlawanan. Yang saya lakukan sekarang ini adalah putusan PK terakhir. Jadi walaupun ada perlawanan sesuai prosedur hukum, tidak menghambat jalannya eksekusi. Eksekusi tetap jalan,” tandasnya.

Terpisah, Monir Kairoty, kuasa hukum Marthen Hentiana mengaku hingga sore kemarin belum dilakukan eksekusi karena terkendala dengan alat berat yang mengalami gangguan.

Terkait adanya perlawanan warga yang mencoba mencegah jalannya eksekusi, Monir meminta mereka untuk mengajukan ke Pengadilan. “Perlawanan bukan seperti perlawanan jalanan seperti begini di lokasi eksekusi. Kalau mereka sedang mengajukan perlawanan ya silahkan saja. Itu hak mereka. Tapi eksekusi tetap berjalan karena putusannya sudah inkrah,” jelasnya.

Menurutnya, pihaknya tidak lagi bertoleransi. Sebab, pintu penyelesaian sudah dibuka lebar. Namun dari pihak termohon eksekusi tidak memiliki etikad baik. “Jadi tidak ada toleransi lagi. Eksekusi tetap berjalan,” pungkasnya. (CR1)

Komentar

Loading...