Kejati “Takut” Usut Korupsi KMP Marsela

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kasus dugaan korupsi anggaran operasional KMP Marsela diduga mengendap di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku. Padahal kasus tersebut jadi perhatian masyarakat di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Kejati dinilai masuk skenario politik di daerah itu.

Masyarakat pantas bisa menduga demikian. Bagaimana, bukti dokumen jelas seperti sudah dilaporkan. Kapal ferinya terlihat mata telanjang, mangkrak di lapangan tak berlayar bertahun-tahun.

Dengan begitu, cukup kuat alasan bagi Kejati mengusut kasus itu. Yaitu ada dugaan pelanggaran hukum, potensi kerugian negara, dan antusiasme publik MBD menunggu proses hukum dilaksanakan oleh Kejati Maluku.

“Tunggu apa lagi, jangan-jangan malah Kejati sudah masuk skenario politik di sana hingga masuk angin,” ujar tokoh masyarakat Oyang Orlando Petrusz kepada Kabar Timur, Kamis (11/7).

Pemerhati masyarakat, juga penggiat antikorupsi ini menjelaskan, sebagai moda transportasi laut yang vital KMP Marsela sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kabupaten MBD. Feri penyeberangan yang menghubungkan pulau-pulau di kawasan selatan daya Maluku itu membuat ekonomi masyarakat kepulauan, lumpuh tak bergerak saat ini.

KMP Marsella, ketika beroperasi mampu menghubungkan tempat-tempat yang tak bisa dijangkau oleh kapal niaga lainnya. “Tanpa ada dermaga pun, feri ini bisa sandar di pantai yang ada di kampung-kampung untuk turun naik barang dan penumpang,” terang Orlando.

Dia menambahkan, kasus ini mempunyai indikasi kerugian negara. Jauh sebelum nakhoda kapal ini melaporkan pemalsuan tanda tangan dirinya terkait proposal PT Kalwedo ke Kementerian Perhubungan senilai Rp 1 miliar, isu korupsi lainnya sudah mengemuka.

Yaitu kasus bocornya dana abadi yang merupakan penyertaan modal Pemda MBD di PT Kalwedo senilai Rp 10 miliar. Duit sebesar itu dialokasikan sebagai dana stimulan untuk perusahaan milik daerah itu.

“Tapi ternyata dana itu habis, yang namanya dana abadi tidak boleh habis, makanya disebut dana abadi. Habisnya kemana itu yang harus diusut pihak berwajib,” katanya.

Soal dana abadi tersebut, Aliansi mahasiswa peduli MBD menjadikannya salah satu tuntutan saat menggelar demo pada 24 Juni lalu.

Para mahasiswa menuntut PT Kalwedo membayar gaji kapten kapal dan semua karyawan selama Januari 2012 sampai November 2017.

Padahal, sejak tahun 2012 pemerintah daerah memberikan dana stimulan Rp 10 miliar dari APBD demi penyegaran perusahan tersebut.

Dalam orasinya, koorinator demo Stefanus Termas dan kawan-kawan mendesak Kejati Maluku menyelidiki anggaran subsidi dari Kementerian Perhubungan sebesar Rp 6 miliar tahun 2018 untuk biaya operasional KMP Masela, yang diduga dikorupsi oleh manajemen PT Kalwedo. Operator KMP Masela itu juga diduga tidak menyetor penghasilan per bulan sebesar Rp 150 sampai Rp 200 juta ke kas daerah.

Sementara itu, Kasipenkum Kejati Maluku Samy Sapulette enggan berkomentar terkait desakan untuk menyelidiki dugaan korupsi pengelolaan KMP Masela. Sebelumnya, dia menyatakan semua perkara yang dilaporkan masyarakat pasti akan ditangani. Tapi menurut Samy Kejati Maluku juga tidak ingin dijadikan alat politik dalam penanganan kasus korupsi. (KTA)

Komentar

Loading...