10 Ketua DPD II Golkar Dinonaktifkan
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - DPD Golkar Maluku akhirnya menyepakati menonaktifkan 10 ketua DPD II. Mereka “dipecat” karena dianggap tidak becus memimpin partai berlambang beringin itu.
10 ketua DPD II Golkar yang dinonaktifkan, yakni Ketua DPD Golkar Kota Ambon Richard Louhenapessy yang juga Walikota Ambon, Ketua DPD Golkar Kabupaten Buru, Ramli Umasugy (Bupati Buru), Ketua DPD Golkar Seram Bagian Timur Mukti Keliobas (SBT), Ketua DPD Golkar SBB Hans Purimahua, Ketua DPD Golkar Malteng Ridolof Lailosa, Ketua DPD Golkar MBD Bastian Petrus, Ketua DPD Golkar Kota Tual Yunus Serang, Ketua DPD Golkar Malra Alex Welerubun, Ketua DPD Golkar Bursel Zainudin Boy, dan Ketua DPD Golkar Aru Demi Lazarus Siarupin. Hanya satu yang tidak dinonaktifkan, yaitu Ketua DPD Golkar Kepulauan Tanimbar Piet Kait Taborat.
Penonaktifan ini setelah DPD Golkar Maluku berkonsultasi dengan DPP Golkar Maluku di Jakarta.
DPD Golkar Maluku, minilai tiga kepala daerah bersama tujuh ketua DPD II tersebut tidak maksimal memenangkan kader Golkar di pemilihan Gubernur Maluku, 2018 lalu.
’’Kita menyepakati penonaktifkan mereka dalam rapat pleno DPD Golkar Maluku, Selasa (9/7), setelah sebelumnya berkonsultasi dengan DPP Golkar. Keputusan menonaktifkan mereka sudah lama, sejak Pilgub Maluku usai,’’ kata Ketua Kaderisasi DPD Golkar Maluku, Ridwan Marasabessy di Ambon, Rabu (10/7).
Dia menilai 10 ketua DPD II Golkar tersebut tidak maksimal dalam Pilgub Maluku 2019, sehingga Paslon yang diusung Said Assagaff-Andre Rentanubun gagal merebut kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku.
’’Memang usai Pilgub, kita sudah evaluasi untuk nonaktifkan. Tapi waktu itu proses Pilpres karena ketum DPP Golkar ingin mencalonkan diri sebagai Wapres mendampingi Pak Jokowi, jadi kita tunda saat itu,’’ terang mantan anggota DPRD Maluku ini.
Selain tak maksimal mendukung Assagaff yang juga Ketua DPD Golkar Maluku, kembali merebut kursi Gubernur, 10 ketua DPD Golkar itu, kembali menunjukan ketidakkonsistensinya untuk mempertahankan kursi DPRD kabupaten, kota, provinsi, dan DPR RI. ’’Usai Pileg kita kordinasi dengan DPP Golkar, hasilnya diputuskan menonaktifkan 10 DPD Golkar tingkat dua di Maluku,’’ jelas Marasabessy.
Dia menyayangkan ketua DPD Golkar Kota Ambon, kabupaten SBB dan SBT sebagai kepala daerah tidak mampu menggerakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memenangkan kader Golkar merebut kursi DPR RI yang selama ini menjadi langganan kursi di Senayan. ’’Ini yang kami sesalkan dan sayangkan,’’ kesalnya.
Meski kursi DPRD Kota Ambon meningkat dan berpotensi merebut kursi ketua dewan, namun suara DPRD provinsi dan DPR Golkar jeblok di Kota Ambon. Begitu juga dengan Umasugy dan Keliobas di Buru dan SBT, tidak mampu mendulang suara untuk kader Golkar di DPR RI. ’’Begitu juga dengan Pilgub, suara pasangan yang diusung Golkar turun drastis di Kota Ambon dan Buru. Memang di SBT Pilgub kita menang, tapi kita kehilangan kursi di DPRD kabupaten dan provinsi,’’ sebut Marasabessy.
Alasan DPD Golkar Maluku, tidak menonaktifkan Ketua DPD Golkar Kepulauan Tanimbar, Piet Kait Taborat, sebab saat Pilgub, Assagaff-Rentanubun menang di daerah itu. ’’Sementara hasil Pileg 2019 kursi Golkar tetap. Itu menjadi pertimbangan kita tidak menonaktifkan (Taborat),” tandasnya.
Rumor penonaktifan 10 ketua DPD II Golkar karena mendukung Bambang Soesatyo sebagai calon Ketua Umum Golkar, dia tegas membantaa . ’’Tadi saya sudah bilang, rencana penonaktifan ini bukan karena memasuki Munas DPP Golkar. Evaluasi untuk menonaktifkan memang sudah lama. Tidak ada urusan dengan Munas Golkar,’’ tegas Marasabessy.
Dia juga menepis rapat pleno DPD Golkar Maluku untuk menonaktofkan 10 ketua DPD
tidak korum. Menurutnya, dari 111 pengurus DPD Golkar Maluku, setelah dilantik yang aktif hanya 67 orang.
“Ketika kita sebarkan undangan hanya 34 orang hadir, 17 ijin tapi menyetujui keputusan pleno, sementara 9 orang lainnya tidak ada kabar. Jadi pengambilan keputusan memenuhi syarat. 87 persen peserta rapat setuju mereka dinonaktifkan,’’ urainya.
Ketua dan Sekretaris DPD Golkar Maluku Said Assagaff-Ruland Tahapary telah melimpahkan kewenangan kepada Richard Rahakbauw memimpin rapat pleno. ’’Pak Sekretaris kita sudah kordinasikan. Jadi tidak ada masalah. Keputusan ini juga sudah dikordinasikan dengan Korbid Pemenangan Wilayah Timur, Melkias Mekeng,’’ sebutnya.
Marasabessy kembali menegaskan, sejumlah ketua DPD II Golkar dinonaktifkan bukan atas dasar suka atau tidak suka. Dia mengingatkan, ke depan siapa yang diberi tanggung jawab sebagai ketua DPD II agar lebih maksimal menjaga marwah partai dan konsisten membesarkan Golkar. ’’Ini warning bagi ketua DPD II Golkar ke depan. Semangatnya bagaimana partai ini konsisten dan besar,’’ tegasnya.
Ketua DPD II yang keberatan dinonaktifkan dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Partai Golkar. ’’Silakan gugat di Mahkamah Partai. Kalau mereka menang kita siap konsekwensinya, tapi kalau mereka kalah harus legowo,’’ kata Marasabessy.
Setelah doinonaktifkan, DPD Golkar Maluku akan menunjuk pelaksana tugas ketua DPD II. ’’Pak (Richard) Rahakbauw yang akan menentukan. Sebagai kader partai kita siap jika ditunjuk sebagai pelaksana ketua,’’ katanya.
Ketua Bapilu DPD Golkar Maluku, Dino Tuarita menambahkan, usulan penonaktifan 10 ketua DPD II Golkar, setelah pihaknya memasukan laporan atau evaluasi hasil Pilgub dan Pileg ke DPD Golkar Maluku. ’’Bahan evaluasi itu kita runut dari Pilgub sampai Pileg. Bukan momentum Munas. Ini evaluasi menyeluruh,’’ tegas dia.
Hasil evaluasi itu, sejumlah ketua DPD II Golkar yang mesti dinonaktifkan pasca Pilgub Maluku. ’’Namun, kita menahan diri karena memasuki Pilpres 2019,’’ tambah dia.
TIDAK SAH
Sementara itu, Mantan Ketua Pemenangan Pemilu Partai Golkar Aziz Samual menegaskan, penonaktifan 10 ketua DPD II Golkar di Maluku tidak sah. “Itu benar. Rapat pleno jam 2 waktu Ambon. Rapat pleno ya sebenarnya tidak sah karena tidak dihadiri ketua DPD dan sekretaris DPD,” kata Azis, kemarin.
Dia mengungkapkan, 10 DPD II dinonaktifan atas perintah DPP Golkar. Mereka dinonaktifkan karena mendukung Wakorbid Pratama Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) untuk maju sebagai Ketua Umum Golkar.
“Lalu itu arahan dari DPP. Menurut info yang kami dapat itu arahan dari saudara Melkias Mekeng untuk menonaktifkan. Jadi itu kan cara yang tidak benar melanggar AD/ART,” ungkapnya.
Di sisi lain, Aziz meminta agar DPP Partai Golkar membiarkan kader-kadernya di daerah untuk berdemokrasi secara sehat. Salah satunya ditunjukkan melalui dukungan politik terhadap salah satu calon ketua umum Golkar yang akan maju di Musyawarah Nasional bulan Desember mendatang
“Bamsoet kan juga kader terbaik. Airlangga juga kader terbaik. Beri ruang ke mereka untuk bertarung di Munas. Kan, mereka punya pendukung masing-masing. Kecuali Bamsoet orang luar boleh begitu. Jangan pakai cara-cara yang tidak bagus, otoriter kan tidak bagus sekali,” kata dia. (KTM/RZR)
Komentar