Bupati Malteng Lindungi ASN Eks Napi Korupsi

Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kepala daerah yang lain, termasuk Gubernur Maluku sudah memecat secara tidak hormat ASN mantan narapidana korupsi.

Tapi berbeda dengan Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua yang belum terlihat sinyal ingin melakukan hal itu.

Belum dipecatnya, PNS eks narapidana korupsi memunculkan kecurigaan, Abua sengaja melindungi koruptor yang telah menggarong uang negara.

Koordinator Bidang Investigasi DPD Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara RI (LPPNRI), Minggus Talabessy curiga, Abua pernah membangun kolega alias pertemanan dengan koruptor, sehingga Abua terkesan melindungi ASN Pemkab Malteg yang pernah terjerat korupsi.

Talabessy mengingatkan Abua mematuhi surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN).

SKB ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK Nomor 87/PUU-XVI/2018. MK dalam putusannya menyebutkan, pemberhentian PNS tidak dengan hormat, adalah bagi mereka berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan perbuatan yang ada kaitannya dengan jabatan seperti korupsi, suap, dan lain-lain. Sedangkan untuk tindak pidana umum, seperti perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yang dilakukan tanpa perencanaan dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan.

“SKB tersebut sejalan dengan putusan MK dan Kepala Daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian diberi batas waktu melaksanakan putusan tersebut paling lambat tanggal 30 April 2019. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk dilakukan penundaan (pemecatan),” tegas Talabessy kepada Kabar Timur, Kamis (4/7).

Karena itu, komitmen Pemkab Malteng ditagih menjalankan SKB tiga kementerian terkait perintah memberhentikan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan mantan terpidana korupsi dan narkoba.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diminta menjatuhkan sanksi kepada Bupati Malteng yang belum menjalankan perintah memecat pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat kasus korupsi. Sebab hingga batas yang telah ditetapkan, Abua belum memecat PNS di lingkungan Pemkab Malteng yang terlibat kasus rasuah atau korupsi. “Selama belum ada teguran bisa saja proses pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ASN dimaksud oleh Abua diulur-ulur. Jika tidak, bisa saja muncul imej di masyarakat, Bupati Malteng pernah menjalin kolega dengan koruptor,” sentil Talabessy.

Catatan Kabar Timur, ASN mantan napi korupsi adalah Abdul Mutalib Latuamury dan Nirwati. Entah alasan apa keduanya sulit dipecat oleh Abua. Dua ASN ini malah masih menikmati jabatan di lingkup Pemkab Malteng. Latuamury sebagai dokter dan Kepala Bidang Pelayanan Medis Pada RSUD Masohi, sedang Nirwati Kepala Seksi Penyusunan Anggaran dan Program pada RSUD Masohi.

Padahal sebelumnya, Latuamury menjadi terpidana Korupsi pada proyek Alkes Malteng Tahun 2013 senilai Rp 6,5 miliar dan divonis penjara lima tahun subsider 6 bulan dan denda Rp 200 juta sesuai putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 2801 K/PID.SUS/2015.

Sementara Nirwati juga menjadi terpidana korupsi Alkes Malteng tahun 2013 senilai Rp. 6,5 miliar. Nirwati dipenjara selama empat tahun enam bulan sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor: 2803 K/PID.SUS/2015.

“Bupati Malteng Abua Tuasikal harus tepati janji agar tidak dianggap nepotisme. Itu amanat SKB yang juga perintah negara. Jika Bupati tidak laksanakan itu, bupati akan kena sangksi berat,” kata Ketua LSM Pukat Seram, Fahri Assyatry, Mei lalu.

Abua kata dia, pernah menyatakan bakal menindaklanjuti perintah SKB Menteri sesuai batas waktu yang ditetapkan. Namun hingga melewati batas waktu, bahkan memasuki pekan pertama bulan Mei, SKB tiga kementerian itu belum dilaksanakan. “Ini tindakan menyepelekan perintah negara,” tegas Assyatri.

JATUHI SANKSI

Sementara itu, Pelaksana Tugas Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan, untuk tahap awal Kemendagri memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada 103 kepala daerah yang belum memecat PNS korup.

”Per 1 Juli sudah diberikan sanksi berupa teguran tertulis oleh Pak Mendagri (Menteri Dalam Negeri) kepada kepala daerah,” kata Akmal, Rabu (3/7).

Sebanyak 103 kepala daerah tersebut berasal dari semua level pemerintahan. Perinciannya, 11 gubernur, 12 wali kota, dan 80 bupati. Sebagaimana ketentuan UU ASN, kepala daerah merupakan pejabat pembina kepegawaian (PPK) yang bertanggung jawab atas PNS di wilayahnya masing-masing.

Sebelas gubernur yang diberi sanksi tersebut adalah Gubernur Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Jambi, Bengkulu, Riau, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Papua, dan Papua Barat. Di level bupati/wali kota, yang mendapat sanksi tersebar di banyak daerah. Untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Bali, tidak ada satu pun kepala daerah yang mendapat sanksi.

Akmal menjelaskan, dalam surat teguran tertulis tersebut, pemerintah juga memberikan tenggat bagi pemda untuk menuntaskan tanggungannya memberhentikan PNS korup. ”Untuk segera PTDH dalam waktu 14 hari ini,” tegasnya.

Dia mengungkapkan, di antara total 2.357 PNS yang harus diberhentikan, sebanyak 2.259 PNS berada di lingkup pemda. Tercatat, hingga akhir Juni 2019, masih 275 PNS yang belum diproses Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh 103 kepala daerah. Yang terbanyak adalah Kabupaten Timor Tengah Utara dengan 15 PNS belum dipecat.

Akmal menjelaskan, sanksi administrasi bagi kepala daerah yang diatur dalam UU Pemda bersifat berjenjang. Diawali sanksi teguran, penangguhan hak keuangan, hingga pemberhentian sementara. Jika sanksi tahap pertama tidak diindahkan, akan dinaikkan ke tahap kedua. (KTA/BPC)

Komentar

Loading...