Pemerintah seakan tidak menindaklanjuti apa yang diharapkan bersama masyarakat dua negeri adat tersebut. Kecemasan dan rasa was-was masih menyelimuti hati orang Wakal dan Hitu Messing.
“Warga Hitu Messing yang hendak melewati jalur Negeri Wakal merasa was-was, begitu juga warga Wakal yang melewati jalur Hitu Messing. Padahal, sebagian besar orang Wakal dan Hitu Messing sudah bergaul dan bercengkrama seperti biasa. Hanya harus ada kepastian damai yang hakiki agar masyarakat dua negeri ini bisa satu nafas seperti dulu. Kepastian damai yang hakiki ini butuh campur tangan pemerintah,” tegas dia.
Suneth bahkan mengaku siap menandatangani surat perjanjian damai meskipun itu dengan menggunakan tinta darah yang dilakukan dalam suatu ritual adat. “Pakai tinta darah pun saya siap, asalkan dua negeri ini bisa damai dengan hakiki,” tegasnya.
Tokoh masyarakat Negeri Wakal, Hasan Wael mengatakan, pertikaian di Leihitu seakan dibiarkan berlarut. Tidak ada itikad baik pemerintah untuk mendamaikan negeri konflik di tanah jasirah.
Bukan saja untuk negeri Wakal-Hitu Messing, ada juga negeri adat lain seperti Seith-Negeri Lima, Wakasihu-Larike, Ureng-Assilulu yang sampai saat ini hubungan antar negeri belum mencair, akibat konflik beberapa waktu lalu. Tali siraturahmi antar masyarakat masih terputus.
“Bahasa kasarnya katong balom bisa masuk kaluar kayak dulu. Baik orang Wakal ke Hitu, orang Seith ke Negeri Lima, orang Wakasihu ke Larike dan sebaliknya. Pemerintah seakan lepas tangan,” ucap Wael dengan dialeg Ambon.
Dia berharap, Gubernur Maluku Murad Ismail bisa melihat persoalan di tanah jasirah. Apalagi, setiap kesempatan hadir di Leihitu, Murad yang juga anak adat Jasirah Leihitu selalu mengajak masyarakat jasirah untuk mengedepankan kamtibmas di wilayah ini.
“Kesabaran manusia ada batasnya. Jika persoalan ini terus dibiarkan berlarut, kelak timbul konflik yang lebih parah. Jadi saya sangat berharap kepada Pak Murad, tolong upayakan kedamaian yang hakiki di negeri-negeri kami di Leihitu. Buatlah butir-butir penyelesaian konflik sebagai satu payung hukum agar masyarakat di Leihitu bisa kembali bersatu seperti yang diajarkan leluhur kami di jasirah,” pinta Wael. (MG3)


 
				
 
			 
                
                
                 
                 
                




 
 
 
 
 
 
 
 
 
 



















