Ketika Masyarakat Hitu Messing & Wakal Merindukan Kedamaian

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Bagai bara dalam sekam. Itulah yang masih menyelimuti masyarakat dua negeri adat Hitu dan Wakal, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah (Pulau Ambon).

Dua tahun sudah, masyarakat Negeri Wakal yang akan ke Kota Ambon tidak bisa melewati Negeri Hitu Messing. Ini imbas dari konflik warga dua negeri bertetangga ini tahun 2017 lalu.

“Tak usah blokade jalan. Kita minta perhatian seluruh pemangku kepentingan daerah ini untuk melihat kerenggangan antara kita dengan negeri Hitu Messing. Itu cara yang lebih elegan agar tidak lagi timbul masalah-masalah baru diantara kita orang basudara di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Nanti ketika keluh-kesah kita terabaikan juga, baru kita bersikap lebih tegas lagi,” kata Raja Negeri Wakal, Ahaja Suneth, kemarin.

Pernyataan bijak itu menanggapi emosi masyarakatnya yang ingin memblokade jalan di Negeri Wakal sehingga negeri-negeri tetangga ikut merasakan bagaimana sakitnya jika ruang gerak dibatasi.

Suneth lebih mengutamakan perdamaian daripada mengikuti apa yang diinginkan rakyatnya yang buntutnya menambah permusuhan baru.

Sudah dua tahun, jika warga Wakal melintasi Hitu Messing itu pun hanya menggunakan kendaraan roda dua. Mobil angkot tidak diizinkan melewati jalur itu. Mobil angkot milik warga Wakal hanyalah menjadi teman setia garasi mobil masing-masing.

“Jalan ini jalan umum. Jalan milik negara yang berhak dilewati siapapun dia yang ada di negara ini. Tapi sayang, jalan itu tidak berlaku bagi kami orang Wakal khusus pengendara sopir angkot. Di mana pemerintah, apa kami harus terdiskriminasi untuk selamanya?,” kata Suneth saat pertemuan dengan sejumlah pelaku usaha mobil dan sopir angkot Negeri Wakal di Kantor Negeri Wakal, Selasa (11/6).

Upaya untuk mendamaikan dua negeri tetangga itu sudah dilakukan beberapa kali. Pertemuan dengan Bupati Malteng Abua Tuasikal, pertemuan di Polsek Leihitu, pertemuan di Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, pertemuan dengan Kepala Camat Leihitu, Amin Sopaliuw, tapi hasilnya nihil. Mobil angkot milik warga Wakal belum juga bisa beroperasi melewati jalur Hitu Messing.

Pemerintah seakan tidak menindaklanjuti apa yang diharapkan bersama masyarakat dua negeri adat tersebut. Kecemasan dan rasa was-was masih menyelimuti hati orang Wakal dan Hitu Messing.

“Warga Hitu Messing yang hendak melewati jalur Negeri Wakal merasa was-was, begitu juga warga Wakal yang melewati jalur Hitu Messing. Padahal, sebagian besar orang Wakal dan Hitu Messing sudah bergaul dan bercengkrama seperti biasa. Hanya harus ada kepastian damai yang hakiki agar masyarakat dua negeri ini bisa satu nafas seperti dulu. Kepastian damai yang hakiki ini butuh campur tangan pemerintah,” tegas dia.

Suneth bahkan mengaku siap menandatangani surat perjanjian damai meskipun itu dengan menggunakan tinta darah yang dilakukan dalam suatu ritual adat. “Pakai tinta darah pun saya siap, asalkan dua negeri ini bisa damai dengan hakiki,” tegasnya.

Tokoh masyarakat Negeri Wakal, Hasan Wael mengatakan, pertikaian di Leihitu seakan dibiarkan berlarut. Tidak ada itikad baik pemerintah untuk mendamaikan negeri konflik di tanah jasirah.

Bukan saja untuk negeri Wakal-Hitu Messing, ada juga negeri adat lain seperti Seith-Negeri Lima, Wakasihu-Larike, Ureng-Assilulu yang sampai saat ini hubungan antar negeri belum mencair, akibat konflik beberapa waktu lalu. Tali siraturahmi antar masyarakat masih terputus.

“Bahasa kasarnya katong balom bisa masuk kaluar kayak dulu. Baik orang Wakal ke Hitu, orang Seith ke Negeri Lima, orang Wakasihu ke Larike dan sebaliknya. Pemerintah seakan lepas tangan,” ucap Wael dengan dialeg Ambon.

Dia berharap, Gubernur Maluku Murad Ismail bisa melihat persoalan di tanah jasirah. Apalagi, setiap kesempatan hadir di Leihitu, Murad yang juga anak adat Jasirah Leihitu selalu mengajak masyarakat jasirah untuk mengedepankan kamtibmas di wilayah ini.

“Kesabaran manusia ada batasnya. Jika persoalan ini terus dibiarkan berlarut, kelak timbul konflik yang lebih parah. Jadi saya sangat berharap kepada Pak Murad, tolong upayakan kedamaian yang hakiki di negeri-negeri kami di Leihitu. Buatlah butir-butir penyelesaian konflik sebagai satu payung hukum agar masyarakat di Leihitu bisa kembali bersatu seperti yang diajarkan leluhur kami di jasirah,” pinta Wael. (MG3)

Komentar

Loading...