Waspada, Maluku Rawan Tsunami

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan masyarakat di Maluku untuk lebih waspada terhadap potensi tsunami. Sebab, Maluku menjadi salah satu daerah rawan tsunami di Indonesia.

“Maluku masuk daerah rawan tsunami. Jadi kepada nelayan dan warga di pesisir pantai agar lebih waspada jika merasakan guncangan yang kuat segera lari ke gunung atau ke tempat yang lebih tinggi,” imbau Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di sela-sela pembukaan Sekolah Lapang Nelayan (SLN) 2019 di Hotel Marina Ambon, Senin (25/3).

Menurutnya, Maluku sangat berpotensi tsunami karena banyak gunung berapi di bawah laut yang bisa menjadi pemicu. Ketika gunung berapi itu erupsi, lereng longsor hingga menimbulkan tsunami.

Diakui meski rawan, tsunami tidak dapat diprakirakan. Berbeda dengan cuaca dan gelombang tinggi, BMKG bisa memberikan peringatan dini tiga hari sebelumnya. “Kalau tsunami tidak bisa. Bagaimana untuk selamat maka jangan menunggu prakiraan. Sewaktu-waktu Anda di pantai merasakan guncangan yang kuat segera lari ke gunung atau tempat yang lebih tinggi,” ujarnya.

Bencana tsunami yang terjadi di Selat Sunda, pada 22 Desember 2018 juga bisa terjadi di Maluku. Karena selama ini pemantauan tsunami hanya berdasarkan kejadian gempa di dasar laut. Padahal tsunami di Selat Sunda tidak diawali dengan gempa.

“Kalau gempa di dasar laut dengan kekuatan 7 skala richter bisa terjadi sunami. Seluruh dunia menggunakan sistem itu. Namun, setelah kejadian Selat Sunda, di situ tiba-tiba ada tsunami tapi kok tidak ada gempa. Itu pun bisa terjadi di wilayah Maluku. Karena ada gunung-gunung di Selat Sunda itu dibangkitkan dengan erupsi gunung api bawah laut yang kemudian mengakibatkan lerengnya longsor. Semacam itu bisa terjadi di sini,” jelas Dwikorita.

Dwikorita mengingatkan nelayan dan masyarakat untuk mewaspadai hal tersebut. Begitu juga tsunami yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah, tsunami datang lebih cepat dari peringatan dini.

“Negara lain seperti Amerika dan Jepang tidak memberikan peringatan dini tsunami karena gempa di Palu itu patahan geser yang tidak mungkin mengungkit air laut dan terjadinya bertabrakan dengan darat. Tetapi tetap terjadi tsunami, karena penyebabnya bukan gempa, yaitu ada longsor,” tuturnya.

Maluku sebagai daerah rawan tsunami harus lebih siap dan waspada. Karena itu, masyarakat tidak hanya bergantung pada peringatan dini tsunami tetapi harus lebih tanggap terhadap bencana.

“Kami mengajak para nelayan masyarakat dan pemda untuk meggunakan kearifan lokal apabila dirasakan gempa yang kuat meski tidak ada peringatan dini, segera evakuasi mandiri ke arah gunung. Nelayan di pantai juga begitu harus lebih waspada. Yang sudah di laut jangan ke pantai, karena yang berbahaya itu yang di wilayah pantai, di tengah laut itu lebih aman,” jelasnya.

Dwikorita menambahkan, untuk untuk mengetahui erupsi gunung api bawah laut yang tidak ada gempanya. Caranya kata dia, harus monitoring terhadap erupsi gunung api karena pasti ada pengumuman oleh Badan Geologi.

“Saya mohon dari BPBD dan pemerintah melakukan koordinasi dengan Badan Geologi.Jika terjadi erupsi gunung api di bawah laut, para nelayan harus tau, dan Badan Geologi akan memberikan arahan bagaimana dan apa yang dilakukan. Harus waspada dan mohon penerangan ke laut itu ditambahkan supaya kalau ada gelombang tinggi kita lebih waspada,” kata Dwikorita. (RUZ)

Komentar

Loading...