Di BM Nikah Sekantor Dipecat, Koruptor Digaji

Istimewa/Kabartimur

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Belum selesai sidang gugatan di pengadilan, karena menikah sekantor, dua pegawai Bank Maluku yang merupakan pasutri Paulinus Lodar dan Johana Pieternella Siauta sudah dipecat.

Sebaliknya, dua pegawai bank lainnya, yang telah berstatus hukum tetap di Mahkamah Agung RI, Erik Matitaputty dan Markus Fongohoy, terpidana 7 tahun dan 8 tahun akibat kredit macet Rp 4 miliar Bank Maluku yang sekomplotan dengan Jusuf Rumatoras, hanya diskorsing 3 bulan, dan tetap terima gaji.

Asal main terapkan peraturan dengan semena-mena ini terungkap sesuai bukti dokumen yang dikantongi Kabar Timur, yakni SK Direksi PT Bank Maluku-Malut No : DIR/07/KPTS dan DIR/08/KPTS Tentang Pemberian Sanksi PHK dengan tidak hormat kepada masing-masing Paulinus Lodar dan Johanna Pieternella Siauta tertanggal 11 Februari 2019. Yang mana keduanya tetap diberi hak-hak Jamsostek, Tunjangan Hari Tua dan pembayaran manfaat pensiun, dipotong kewajiban yang harus diselesaikan kepada bank tersebut.

“Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,” bunyi butir ketiga ketetapan SK yang ditandatangani Direktur Umum Burhanudin Waliulu dan Direktur Kepatuhan Abidin itu.

Sedang sebuah SK DIR lainnya tertanggal 13 Februari 2019 bicara lain lagi. Kepada Eric Matitaputty dan Markus Fangohoy hanya diskorsing sementara selama tiga bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan. Konon dari SK tersebut kedua pegawai yang juga terpidana itu, selama menjalani masa skorsing penghasilan mereka berdua hanya berkurang sebesar Rp 50 persen dari penghasilan masa aktif kerja terakhir dikurangi potongan untuk iuran dana pensiun, iuran tunjangan Hari Tua dan Iuran Jamsostek.

Eric Matitaputy sesuai amar putusan Mahkamah Agung RI diganjar kurungan penjara 7 tahun dan denda Rp 500 juta, subsidair 8 bulan kurungan penjara. Sementara Markus Fangohoy, diganjar kurungan 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta, subsidair 8 bulan penjara.

Terkait sanksi terhadap dua pekerja bank yang menikah sekantor Paulinus Lodar dan Pieternella Siauta, Ketua Serikat Pekerja (SP) Bank Maluku Junito de Fretes enggan menanggapi penjatuhan sanksi administratif oleh direksi. “No Comment” ujarnya singkat saat dihubungi.

Sementara Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi Maluku Kelson Haurissa enggan menanggapi sikap Junito. Namun dia menilai pihak Bank Maluku tidak cukup kuat secara hukum memberikan sanksi berat berupa PHK terhadap karyawan yang menikah sekantor.

“Aturan dari mana itu? kalau jodoh mereka ketemunya di kantor lalu kita-kita ini mau bilang apa?,” ujarnya.

Menurut Kelson, seharusnya pihak bank menyesuaikan aturan dengan aturan lain yang lebih universal atau lebih tinggi. Lalu disiasati dengan aturan tertentu jika kuatir terjadi fraud atau kejahatan perbankan yang diakibatkan adanya pernikahan sekantor.

“Pertanyaannya, apakah aturan bank sudah disesuaikan atau belum dengan ketentuan pemerintah? kalau belum, berarti aturan bank itu tidak bisa dipakai. Bank bisa dituntut berat itu,” ujar Kelson.

Paulus Lodar dan Pieternella Siauta keduanya akhirnya menggugat Direksi PT Bank Maluku-Malut selaku Tergugat. Dalam replik atau jawaban terhadap pledoi tergugat, kuasa hukum kedua Penggugat, Korneles Latuny SH menepis eksepsi para Tergugat.

Menurut Korneles putusan Mahkamah Konsititusi Nomor 13/PUU-XV/2017 tanggal 14 Desember 2017 tidak pernah diakomodir di dalam Buku Pedoman Perusahaan PT Bank Maluku-Malut bidang SDM. Padahal, putusan MK dimaksud merupakan aturan konstitusi yang wajib ditaati. Karena itu, gugatan penggugat di Pengadilan Negeri Ambon telah tepat dan benar.

Masih dalam repliknya, Korneles menegaskan, berdasarkan putusan Mahkamah Konsititusi yang sifatnya final dan mengikat, sesuai norma pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap berlaku yaitu, Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.

“Untuk itu tidak ada alasan hukum apapun dari tergugat untuk menyampaikan Peringatan I, II dan III. Juga tidak ada alasan hukum apa pun bagi tergugat mengeluarkan SK skorsing maupun SK pemutusan hubungan kerja dan sebagainya, yang sifatnya merugikan klien kami,” tegas Korneles Latuny. (KTA)

Komentar

Loading...