Korupsi Sertifikat Prona SBT, Bendahara BPN Diperiksa

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kejaksaan Negeri (Kejari) SBT masih mengintensifkan penyelidikan kasus korupsi sertifikat lahan prona senilai Rp 1,4 miliar tahun 2014. Sesuai rencana bendahara pengeluaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Masohi kembali dimintai keterangan pekan ini.

BPN Masohi Kabupaten Maluku Tengah ‘dibidik’ Kejari SBT pasalnya, ketika kasus terjadi tahun 2014, pengadaan 2000 potong sertifikat tersebut merupakan program BPN Masohi. Sertifikat yang diterbitkan untuk kebutuhan masyarakat di sejumlah desa di Kabupaten SBT.

Masalah ini timbul setelah elemen masyarakat lapor ke Kejari SBT, kalau sebagian masyarakat menerima sertifikat, sementara sebagian lainnya tidak. Kepala Kejari SBT Riyadi SH mengaku bendahara pengeluaran menjadi pintu masuk mengungkap kasus ini biar terang benderang dan sesuai rencana ‘diperiksa’ Kamis, besok.

“Tapi bukan berarti sekarang kasus ini gelap. Kasus ini khan masih di penyelidikan, soal ada indikasi atau tidak, kita belum mengarah ke sana,” ujar Riyadi dihubungi melalui telepon seluler, Selasa (22/1).

Riyadi tidak menyebutkan inisial si bendahara, yang pada Desember 2018 lalu telah diperiksa, namun menurutnya, permintaan keterangan menjadi langkah awal membuka kasus ini. Selain keterangan, sejumlah dokumen juga diminta dari bendahara. “Khan menyangkut uang, tentu bendahara tahu untuk apa uang dikeluarkan,” terangnya.

Selain bendahara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Masohi, nama mantan Kepala BPN SBT Nurdin Karepesina santer disebut-sebut layak bertanggungjawab. Nurdin sekarang dimutasi dan menjabat Kepala BPN Namlea, Kabupaten Buru.

“Bukti-bukti sudah kuat. Indikasi mengarah ke dia. Dia punya kafe di Bula atas nama orang lain, tapi aset itu diduga dari barang ini sudah (sertifikat prona),” terang Kasipidsus Kejari SBT, Desember 2018 lalu

Dari penerbitan 2000 potong sertifikat prona yang digratiskan untuk masyarakat, Asmin menyebutkan hanya 800 lembar yang dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak BPN Masohi. “Dengan demikian, yang 1200 sertifikat sisanya dimana? Sementara anggaran untuk tiap sertifikat uangnya Rp 700 ribu sudah cair 100 persen. Tinggal kali saja berapa itu, 800 juta lebih to?,” imbuh Asmin.

Dia menambahkan dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi, BPN SBT juga menerbitkan sertifikat lahan yang masih sengketa. “Yang pasti akibat masih sengketa sertifikat harus dibatalkan, itu khan mubasir,” tandasnya.

Bukan saja ditengarai korupsi, program sertifikat tanpa dipungut biaya ini ikut dimanfaatkan oknum tokoh masyarakat, sekretaris desa, kepala desa, camat hingga politisi. Sebut saja Desa Gaa, Kecamatan Tutuktolu, dari Informasi kalau jelang Pilkada SBT 2013 lalu, sejumlah politisi bergerilya di desa-desa untuk sekaligus menyambut Pileg tahun 2014.

Iming-imingnya, jika mendukung paslon bupati tertentu, dan caleg tertentu, masyarakat diberi sertifikat prona gratis. Sebut saja di Kecamatan Tutuktolu, di Desa Gaa dan Desa Kufar sejumlah kepala keluarga (KK) jadi korban.

Totalnya ada 250 kapling lahan perkebunan diplot untuk mendapatkan sertifikat tersebut. Tapi dari 250 kapling, hanya 40 kapling mendapat sertifikat, itu juga dengan pungli setiap sertifikat dipatok Rp 1 juta. (KTA)

Komentar

Loading...