Ini Dia Sembilan Nama Oknum Polisi yang Dipecat
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Setelah sembilan oknum polisi resmi dipecat, bakal ada dua nama oknum polisi lainnya yang dalam waktu dekat akan bernasib sama.
Sembilan oknum polisi yang telah resmi dipecat adalah: AIPTU Indra Tri Sucahyo, Brigpol Mahdi Alhabsi, Brigpol Zeth Ballry, Briptu Abdul Haris, Bripda Muh Saldy Tuasalamony, Brigpol I Ketut Sukertia, Brigpol A.M. Lestaluhu, Briptu Fransye Latuny dan Brigpol Yaman Galela, dipecat Kapolda Maluku Irjen Pol. Royke Lumowa. Beberapa nama lain akan menyusul.
Ke-sembilan oknum anggota Polri di jajaran Polda Maluku ini dipecat setelah terbukti bersalah melakukan perbuatan asusila, lari dari tugas (desersi), dan menelantarkan anak, demi wanita idaman lain. Proses pemberhentian sebagai anggota Polri secara resmi dilakukan melalui upacara pemecatan tidak dengan hormat (PTDH), di Lapangan Polda Maluku Letkol CHR. Tahapary, Tantui, Kota Ambon, Kamis (17/1).
Dari sembilan oknum Pori itu, enam diantaranya bertugas di Polda Maluku, dua di Polres Maluku Tengah dan satu di Polres Maluku Barat Daya (MBD). Di Polda Maluku yaitu AIPTU Indra Tri Sucahyo dan Brigpol Mahdi Alhabsi. Keduanya bertugas di satuan Bidang Propam. AIPTU Indra melanggar Pasal 14 huruf (a) dan Brigpol Mahdi Pasal 24 huruf (a) PPRI nomor 1 tahun 2003 tentang desersi.
Empat lainnya bertugasnya di Satuan Brimob Polda Maluku. Diantaranya Brigpol Zeth Ballry, melanggar Pasal 11 (d) Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2011 tentang penelataran anak. 3 sisanya melanggar Pasal 14 huruf (b) PPRI nomor 1 tahun 2003 tentang desersi. Adalah Briptu Abdul Haris, Bripda Muh Saldy Tuasalamony, dan Brigpol I Ketut Sukertia yang melanggar Pasal 14 huruf (a).
Terpisah, PTDH juga dialami 2 anggota Polres Maluku Tengah. Yaitu Brigpol A.M. Lestaluhu, melanggar Pasal 14 huruf (b) PPRI nomor 1 tahun 2003 tentang desersi, dan Briptu Fransye Latuny melanggar Pasal 11 huruf (c) dan (d) Peraturan Kapolri tahun 2011 tentang asusila. Seorang lainnya adalah Brigpol Yaman Galela. Anggota Polres MBD ini dipecat karena melanggar Pasal 11 huruf (c) dan (d) Peraturan Kapolri tahun 2011 tentang asusila. Upacara PTDH berlangsung di wilayah hukum masing-masing.
Proses upacara PTDH yang berlangsung di Kota Ambon, dilakukan secara simbolis terhadap 6 oknum anggota Polda Maluku itu.
Kehadiran mereka hanya diwakili foto closeup berukuran 10x5 cm. Dalam proses pemecatan itu, 6 foto oknum Polda Maluku ditulis kata PTDH oleh Kabid Propam Kombes Pol Guntur Indrasyah. Foto-foto itu kemudian dibawa mengelilingi lapangan upacara untuk disaksikan seluruh pejabat utama dan personel Polda Maluku.
“Pemberhentian Tidak Dengan Hormat dilakukan terhadap sembilan orang. Tiga di Polres Maluku Tengah dan MBD. Disini ada enam,” kata Kapolda Maluku usai upacara PTDH kepada wartawan, kemarin.
PTDH dilakukan setelah 9 oknum tersebut melakukan pelanggaran berat yang terjadi sekitar 2 sampai 3 tahun lalu. Karena belum adanya kejelasan administrasi, menyebabkan PTDH baru bisa diselesaikan. “Ini karena belum ada kejelasan administrasi mereka di PTDH atau tidak. Saya bilang PTDH,” tegas Kapolda Maluku Royke Lumowa.
Royke mengaku, selain 9 oknum Polri yang di PTDH, sejumlah anggota di Jajaran Polda Maluku yang lain pun akan menyusul. Beberapa oknum itu diketahui secara sah terlibat Narkoba. Termasuk kasus pembunuhan yang terjadi tahun 2018.
“Yang kasus meninggalnya orang, karena dia (oknum polisi) mabuk, main-main rolet senjata, lagi di proses. Dalam waktu dekat kita juga akan PTDH. Ada juga kasus narkoba yang sudah inkrah pidana umumnya. Yang sudah benar, cocok sesuai aturan, kita tidak akan ragu ragu lakukan PTDH,” tegasnya.
Pemberhentian dari anggota Polri secara tidak hormat, kata Royke, bukan saja keinginan negara dan instansi Polri semata. PTDH merupakan kemauan semua anggota polisi, insan polri pada umumnya.
“Sebanyak 99 persen terdapat anggota polri yang telah melaksanakan tugas dengan baik. Sementara ada yang tidak baik kok tidak di apa apakan, tidak sesuai dengan ketentuan. Nah, inilah saya melaksanakan eksekusi kepada mereka yang mungkin tidak ingin jadi polisi,” katanya.
Meski telah mengabdi selama 20 sampai 30 tahun, sudah bersusah payah mengorbankan semuanya, tapi Royke dengan tegas menyebutkan bahwa 9 anak buahnya itu telah memilih jalannya sendiri.
“Mereka mungkin tidak ingin jadi polisi. Mereka memilih desersi, lebih memilih maitua (istri) baru, lebih memilih hal hal yang gelap. Mudah mudahan, dengan PTDH ini mereka bisa insaf, memilih jalan yang benar walapun sudah dipecat dari anggota polisi,” harapnya.
DUA PENGHIANAT MENYUSUL
Selain sembilan oknum Polri yang sejak kemarin resmi menjadi masyarakat biasa, serta beberapa pelaku pembunuhan dan narkoba, dua oknum lainnya berinisial N dan A, juga akan menyusul di PTDH.
Menurut Royke, kedua oknum berpangkat Brigadir itu adalah penghianat. Bagaimana tidak, disaat Polda Maluku sedang gencar-gencarnya melakukan penutupan kawasan pertambangan emas Gunung Botak, Kabupaten Buru, mereka malah diam-diam memasukan para penambang ilegal.
Kedua oknum yang bertugas di Pulau Buru ini bermain “kongkalikong” setelah meminta imbalan uang dari sejumlah Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI). Nama mereka terendus setelah Polda Maluku berhasil meringkus sejumlah PETI.
Oknum berinisial N bertugas di Polres Pulau Buru. Sementara A di Polsek Wayapo. Mereka kini sedang menjalani proses hukum di Propam Polda Maluku. “Untuk oknum yang di Gunung Botak (N dan A), sekarang dalam proses sidang-sidang,” ucap Royke.
Perbuatan mereka, tambah mantan Kakor Lantas Polri ini, tidak bisa dimaafkan. Perlakuan keduanya sudah bertentangan dengan kebijakan Polda Maluku yang serius membersihkan kawasan pertambangan emas tersebut.
“Mereka tidak ada ampun. Mereka itu penghianat. Dia pung teman setengah mati naik gunung malam-malam, kejar sana, kejar sini, sementara dia main kongkalikong,” tegasnya.
Perilaku dua oknum itu telah membuat teman setimnya kecewa. Mereka marah, karena disaat sedang berupaya membersihkan tambang emas, keduanya seenaknya menikmati uang dengan cara-cara kotor. “Jangankan yang lain, teman-temannya satu tim saja marah. Apalagi saya selaku pimpinannya. Itu tidak ada ampun. Penghianatan,” tegasnya.
Polda Maluku, tambah Royke, serius dan tidak main-main menangani persoalan Gunung Botak. Penutupan Gunung Botak dilakukan untuk keselamatan orang banyak dari peredaran mercury, sianida dan bahan kimia beracun dan berbahaya lainnya. “Saya sudah berkomitmen, sekali melangkah harus berhasil. Walaupun saya ketawa ketiwi, tapi ini serius. Saya serius walaupun santai,” tandasnya. (CR1)
Komentar