10 Kades di SBT Tersangka, 4 Siap Disidang

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Kalau mau dibilang, institusi Kejaksaan yang berhasil melakukan penindakan terhadap para koruptor dana desa di Maluku, hanya Kcabjari Geser pada Kejari SBT. Buktinya, 10 kepala desa di Kabupaten SBT telah berstatus tersangka dalam satu kali gebrakan.

“Sisanya 6 kepala desa. Tapi baru kita tahap duakan tahun 2019. Belum, karena keterbatasan anggaran,” ungkap Kacabjari Geser pada Kejaksaan Negeri (Kejari) SBT, Ruslan Marasabessy dihubungi Kabar Timur, Jumat, sore kemarin.

Yang akan diproses untuk diadili tahun 2019 masing-masing Kades Desa Sumbawa, Kades Mising, Kades Undur, Kades Apangdepol, semuanya di Kecamatan Kilmury. Sementara dua lainnya masing-masing Kades Danama, Kecamatan Tutuktolu dan Kades Air Nanang Kecamatan Siritaun

Seperti berlangsung kemarin di Kejati Maluku, Ruslan Marasabessy dan anak buahnya menyerahkan tiga kepala desa (Kades) asal Kabupaten SBT ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah itu dieksekusi atau ditahan di Rutan Ambon.

Tiga kades yang diserahkan untuk didakwa oleh JPU dan diproses ke Pengadilan Tipikor Ambon dalam waktu dekat, masing-masing Kades Desa Loko Kecamatan Pulau Gorom berinisial “PR”, kemudian Kades Desa Aran Kecamatan Gorom Timur berinisial “BK” dan Kades Desa Waisalang, juga Kecamatan Gorom Timur berinisial “KR”.

Sebetulnya, masih ada Kades Desa Rumanama Kotawou, Kecamatan Gorom Timur berinisial “AB” ikut tahapduakan atau diserahkan tersangka barang bukti dan berkas perkara, tapi kuasa hukum yang bersangkutan memohon penangguhan penahanan di Rutan Ambon, karena alasan sakit.

“Ada surat keterangan dokter Puskesmas Rijali, meminta tersangka “AB” istirahat tiga hari. Kita akan lakukan pemanggilan ulang,” tandas Ruslan.

Namun di balik semua keterangan Kacabjari Geser ini, ada hal menarik lainnya. Dari hasil penyelidikan dan penyidikan pihaknya, ungkap Ruslan, pengelolaan dana desa dilakukan sepihak tanpa menggelar rapat dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Fatalnya lagi bendahara dana desa diangkat dari keluarga sendiri. “Contoh Kades Aran, BK pu anak kandung. Desa Loko, PR juga pu anak kandung diangkat bendahara. Artinya ada bendahara tapi dong pu anak kandung, jadi dana desa itu dikelola sendiri. Tanpa musyawarah dengan BPD,” papar Ruslan.

Maling duit milik masyarakat dari kucuran pemerintah pusat ini, oleh para tersangka memakai modus yang sama. Yakni, mark up atau penggelembungan harga sejumlah item pekerjaan. Seperti tercantum pada laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana tersebut.

Walau ada juga temuan jaksa penyidik, dokumen laporan pertanggungjawaban tersebut tidak ada sama sekali. Dan berdasarkan ahli akuntan yang digunakan pihaknya, Ruslan Marasabessy menyatakan, rata-rata kerugian negara berkisar antara Rp 400 juta-Rp 500 juta. “Rata-rata kerugian negaranya hampir setengah miliar, cukup besar,” katanya. (KTA)

Komentar

Loading...