Satu Lagi Permainan Mafia Tanah Terungkap

ILUSTRASI

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Sebutan “mafia tanah” sering dikaitkan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon ternyata bukan isapan jempol. Faktanya, nyaris saja sebuah lahan seluas 1000 meter per segi di sekitar RSUD dr Haulussy Kudamati dieksekusi hari ini, kalau saja pihak yang mengklaim lahani, Reinold Evan Alfons, tidak mengajukan keberatan.

“Kami sudah ajukan keberatan sekaligus mendaftarkan perkara atas objek lahan ini, tadi pagi, agar eksekusi ditangguhkan dulu. Karena nanti banyak pihak yang dirugikan,” ujar Evan kepada Kabar Timur ditemui di kantor Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (6/12).

Dalam keberatan yang dilayangkan ke juru sita pengadilan, Alfons menuding palsu, sertifikat nomor 2270 dari pemohon eksekusi ahli waris Juliana Ferdinandus /Tesermas atas nama Hendrik Ferdinandus. Pemalsuan sertifikat ini diduga dilakukan oknum-oknum yang tak bertanggungjawab di BPN Kota Ambon yang dipimpin Alexander Anaktototy.

“Bahwa dengan penerbitan sertifikat ini ada dugaan permainan mafia tanah yang bercokol di BPN Kota Ambon saat ini,” ujarnya.

Dia menyatakan hal itu, setelah melihat banyaknya kejanggalan dalam penerbitan sertifikat 2270. Yaitu risalah panitia ajudifikasi yang dikeluarkan tanggal 8 Februari 2017, atau satu tahun sebelum pengukuran lahan “Dati Kudamati” tepatnya berada di RT 001/RW 02 Kelurahan Benteng Kecamatan Nusaniwe itu, pada 31 Maret 2008 lalu.

Sekadar tahu, panitia ajudifikasi adalah, bagian di BPN yang melakukan penilaian tentang kepemilikan lahan berdasarkan bukti-bukti fisik lahan maupun bukti surat dan keterangan pemilik lahan maupun ahli waris. Penilaian tersebut dilakukan sebelum sebuah sertifikat lahan diterbitkan oleh pihak BPN.

Namun hal ini aneh, ujar dia, karena harusnya pengukuran dulu, baru risalah dikeluarkan panitia ajudifikasi untuk penerbitan sertifikat. Dia mengatakan, kok bisa, panitia keluarkan risalah pada tanggal 8 Februari soal pemeriksaan patok-patok di lahan tersebut, pemeriksaan bukti surat, maupun permintaan keterangan ahli waris, padahal keterangan ahli waris baru didapat 16 Februari 2007, sementara pengukuran baru dilakukan 31 Maret 2008.

“Ini karena kerja di atas meja saja, dong seng pernah turun ukur maupun periksa fisik lahan seperti apa,” kata Evans Alfons kepada Kabar Timur di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis, kemarin.

Humas Pengadilan Negeri Ambon Hery Setyobudi dimintai konfirmasi di ruang kerjanya mengaku, eksekusi lahan Dati Kudamati di Kelurahan Benteng tersebut ditangguhkan. “Iya rencananya tanggal 7 Desember besok. Tapi ditangguhkan karena adanya keberatan dari Evan Alfons. Artinya tanah itu masih dalam sengketa dengan Alfons,” akui Hery. (KTA)

Komentar

Loading...