Setelah Assagaff, Kejati Diminta Periksa Ralahallu dan Sahubura
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Karel Ralahalu dan komisaris utama Zeth Sahuburua perlu diperiksa. Keterangan kedua ini perlu, agar posisi kasusnya jadi terang benderang.
Pemanggilan terhadap Gubernur Said Assagaff oleh jaksa penyidik untuk menjalani pemeriksaan dalam perkara korupsi “Repo” senilai Rp 238,5 miliar merupakan langkah berani Korps Adhyaksa.
Diharapkan hal ini jadi pintu Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku mengungkap siapa aktor intelektual maupun negosiator ulung di balik transaksi yang dilakukan antara Dirut Dirk Soplanit dan Direktur Pemasaran Kredit Bank Maluku Wellem Patty dengan Bos PT AAA Andri Theodorus Rukminto itu.
Koordinator LSM Paparissa Perjuangan Maluku (PPM_95 Djakarta) Adhy Fadly berharap, pemeriksaan Assagaff menjadi arus balik bagi mereka yang lolos dari pantauan radar insititusi Kejaksaan sebagai pihak-pihak yang layak dimintai pertanggungjawaban.
Dari dokumen yang dihimpun pihaknya, transaksi jual beli saham atau ‘Reverse Repo Obligasi’ bodong atau fiktif ini terjadi bukan tahun 2014, seperti disebut-sebut pihak Kejati Maluku. Namun terjadi sejak tahun 2011.
Ketika itu yang menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Maluku Gubernur Karel Albert Ralahalu. Sedang Komisaris Utama dijabat Zeth Sahuburua. Karena itu dirasa perlu memanggil kedua orang ini untuk dimintai keterangan, bahkan diperiksa selaku saksi kunci setelah kasus ini dikembangkan oleh tim penyidik.
“Kami berharap setelah Said Assagaff, jaksa juga memeriksa Karel Ralahalu dan Zeth Sahuburua. Jangan lupa, kasus ini bukan baru terjadi tahun 2014. Tapi sejak 2011, ketika PSP dipegang Karel Ralahalu dan komisaris utama Zeth Sahuburua. Dua orang ini perlu diperiksa agar posisi kasusnya jadi terang benderang seperti apa,” tandas Adhy Fadly kepada Kabar Timur melalui telepon selulernya, Minggu, sore kemarin.
Dikatakan Adhy, berawal di tahun 2011, karena di tahun tersebut Dirk Soplanit dan Wellem Patty pertama bertransaksi dengan PT Andalan Artha Adversindo atau PT AAA Sekuritas yang sebetulnya tengah bermasalah.
Semua surat saham dari transaksi dengan Bank Maluku tidak bisa diklaim kembali di pasar saham, dengan kata lain bodong alias fiktif. Akibatnya, PT AAA milik Andri bangkrut yang kemudian berimbas pada Bank Maluku dengan kerugian mencapai Rp 238,5 miliar.
Terkait pemeriksaan Assagaff sebelumnya Kejati Maluku mengaku, yang bersangkutan tidak hadir sesuai jadwal panggilan. Kejati mengaku, surat panggilan ulang sudah dilayangkan. Tapi kapan waktunya masih dirahasiakan.
“Saya telah menanyakan ke tim penyidik, pemeriksaan beliau (Assagaff) akan diagendakan kembali. Namun kapan pemeriksaan itu, saya tidak diberitahukan oleh tim penyidiknya,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Maluku Samy Sapulette kepada Kabar Timur, dikonfirmasi Jumat (30/11) melalui telepon seluler.
Sayangnya saat dikonfirmasi Samy Sapulette enggan membeberkan tujuan pemeriksaan Assagaff. Alhasil pemeriksaan Assagaff menjadi teka-teki publik.
Sebelumnya pihak Kejati menyatakan, penyidikan perkara dugaan korupsi Reverse Repo Obligasi Bank Maluku telah tuntas. Dengan hanya dua tersangka, mantan Direktur Umum Idris Rolobessy dan mantan Direktur Kepatuhan Bank Maluku Izaac Baltazar Thenu.
Ditetapkannya kedua tersangka, setelah sejumlah pengurus Bank Maluku diperiksa. Termasuk tiga pentolan Bank Maluku di pusaran kasus ini yaitu, Dirk Soplanit, Wellem Patty dan Kepala Divisi Treasury Bank Maluku Edmond Martinus.
Berdasarkan dokumen yang dikantongi Kabar Timur, terungkap, kegagalan trasaksi Reverse Repo Obligasi disebabkan, tidak dimilikinya underlyng asset atau jaminan warkat kepemilikan modal dari PT AAA sebagai ikatan jual beli saham ini dengan Bank Maluku, sesuai temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Maluku.
Bahkan ditengarai, transaksi dengan PT AAA tidak terdaftar di Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI, sebagai pengatur lalu lintas transaksi saham di lantai bursa Indonesia. Dengan kata lain, transaksi antara Dirk Soplanit, Wellem Patty dengan Andri Theodorus Rukminto ini berlangsung di “pasar gelap.” (KTA)
Komentar