Pendukung OPM Dilepas Polres Ambon
KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Puluhan orang pengunjuk rasa yang diduga pendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM), dilepas aparat Kepolisian Resor (Polres) Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Sabtu (1/12).
Sebanyak 43 orang pengunjuk rasa yang sempat diamankan aparat Polres Ambon, saat menggelar aksi damai memperingati Hari Kemerdekaan West Papua di Kota Ambon, tidak diproses hukum. Padahal, dalam aksi mereka ada atribut yang diduga bermotif bendera OPM.
Demo mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Komite Ambon Peduli Hak Asasi Manusia (HAM), dicegat aparat Polres Ambon saat beraksi dengan cara longmarch di Jalan Benteng Kapahaha, Kelurahan Uritetu, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon WIT.
Aksi damai itu dipimpin koordinator lapangan (Korlap), Amol Auri. Demo yang digelar memperingati Hari Kemerdekaan Bangsa West Papua, yang jatuh setiap tanggal 1 Desember, dua hari lalu.
Selain atribut yang diduga Bendera OPM (warna merah dengan logo putih bintang kejora dan warna strep biru dan putih), pendemo juga membawa panah (senjata tajam) dan sejumlah pamflet. Di tubuh beberapa pendemo terlukis bendera yang diduga milik OPM.
Sejumlah pamflet yang menjadi alat peraga aksi tertulis; “Tutup Freeport, BP, LNG Tanggu, MIFEE dan semua perusahaan asing dari seluruh tanah Papua yang merupakan dalang kejahatan kemanusiaan di atas tanah Papua Barat.
“Menuntut Belanda dan PBB bertanggung jawab atas penjajahan west Papua. Berikan hak penentuan nasib sendiri untuk west Papua. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa west Papua.”
“Stop memukul Mahasiswa. Slow motion enocide west Papua. Pendidikan yang berkualitas memang mahal itu betul tapi bukan masyarakat yang langsung membiayainya. Dan Irja 1969 tidak demokrasi.” Aksi digagalkan aparat kepolisian karena tidak mengantongi ijin dan diduga mengarah ke makar.
Terdapat 9 poin tuntutan yang belum sempat dibacakan. Diantaranya, Belanda harus bertanggung jawab untuk menuntaskan proses Dekolonisasi West Papua seperti yang telah dijanjikan.
Selain itu, mereka meminta diberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri, sebagai solusi demokratis bagi Rakyat Papua. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua.
“Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, dan Korporasi Internasional lainnya, yang merupakan dalang Kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua. Kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi Bangsa West Papua harus dibuka lebar dan dijamin.”
Para pendemo meminta untuk dibukakan akses jurnalis internasional di West Papua. Mendukung Keanggotaan ULMWP di Mefancsia Spearhead Group dan Pasific Island Forum. Dan terakhir adalah menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di tanah West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri.
Sebanyak 43 orang yang terdiri dari 9 wanita dan 34 lelaki ini, terdengar menyanyikan lagu, “Papua bukan Merah Putih tetapi West Papua.”
“Para pendemo saat ini diamankan untuk diperiksa, diambil data diri dan sidik jari,” kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. Muhamad Roem Ohoirat kepada Kabar Timur, Sabtu (1/12), malam.
Menurutnya, mereka tidak di proses hukum karena tidak memenuhi unsur pidana. Setelah diberikan pembinaan, puluhan orang itu kemudian dilepas. “Mereka hanya diberikan pembinaan. Kemudian dipulangkan ke kos kosan,” tandasnya. (CR1)
Komentar