Mahasiswa Demo Tolak Penggundul Hutan di Seram

ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM, MAKASSAR - Aksi penolakan terhadap penggundulan hutan oleh sejumlah perusahaan kayu yang beroperasi di Kabupaten Seram Bagian Barat, kembali disuarakan mahasiswa.

Ratusan mahasiswa asal Provinsi Maluku dan Maluku Utara di Makassar, Sulawesi Selatan melakukan aksi “Tolak Perampasan Tanah Maluku”.

Aksi damai ini digelar di pelataran KNPI, jalan Andi Pangeran Pettarani, Panakkukang, Balla Parang, Makassar, Minggu (25/11) malam.

Aksi yang diwarnai malam renungan diisi pembacaan puisi serta orasi ilmiah penolakan PT Tanjung Wahana Sejahtera di hutan Kabupaten SBB.

Koordinator lapangan Rosal Wailissa menegaskan demo ini lantaran gerah dengan kondisi hutan SBB dan pulau Seram yang menjadi incaran perusahaan kayu. Menurutnya, sudah cukup hutan SBB dirusak oleh perusahaan-perusahaan kayu.

Berkaca dari pengalaman PT Cora-cora Jayanti Group, yang menghabiskan hasil kayu di hutan SBB selama 30 tahun. Perusahaan ini melakukan penebangan tanpa penanaman kembali, ini membuktikan perusahaan datang hanya untuk merusak hutan.

“Kami akan terus berjuang agar tidak ada lagi perusahan yang masuk di Pulau seram dengan tujuan merusak,” tegas dia.

Aksi demo diisi pembacaan puisi, pementasan teatrikal, dan orasi ilmiah penolakan terhadap pengrusakan hutan adat Maluku.

Diharapkan Gubernur Maluku Said Assagaff maupun Bupati SBB M. Yasin Payapo tidak melanjutkan proses perizinan perusahaan-perusahaan yang kini beroperasi.

“Agar Bapak Said Assagaff, Bupati SBB, Bapak Yasin Payapo mendengar jeritan masyarakat. Agar tidak melanjutkan proses perizinan. Kalau itu dilanjutkan, masa depan hutan pulau Seram pasti hancur,” ingat dia.

Dalam aksi demo, selain menuntut penghentian izin usaha PT Wana Sejahtera, mahasiswa juga tegas menolak relokasi masyarakat suku Mausu Ane di Kabupaten Maluku Tengah. Menurutnya, aksi penolakan relokasi tersebut untuk membela hak-hak ulayat masyarakat Maluku.

“Kami juga menolak relokasi suku Mausu Ane, serta menolak kehadiran seluruh perusahaan yang ingin merusak hutan adat kami di pulau ibu Nusa Ina atau pulau Seram itu,” katanya.

Salah satu mahasiswa SBB di Makassar, Fadli Mussa mengatakan, topografi hutan pulau Seram tidak memungkinkan bagi penggunaan alat berat oleh perusahaan. Hampir seluruh kawasan hutan di pulau itu berada di lereng bukit dengan kemiringan rata- rata di atas 40 derajat. Kondisi ini berpotensi merusak lingkungan bila dipaksakan menggunakan alat berat.

Menurutnya, sikap pemerintah daerah yang ambigu ini juga melanggar Perda Provinsi Maluku Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Sagu. Aturan yang cukup jelas ini kata dia, secara tegas melindungi, merawat dan mengawasi pengruskan terhadap tanaman sagu. (MG5)

Komentar

Loading...