Dugaan Korupsi SPPD Poltek, Ditreskrimsus Keberatan Proses

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Tidak saja digugat perdata di pengadilan, Direktur Politeknik Negeri Ambon Dedy Mairuhu juga diduga bermasalah di ranah tindak pidana korupsi.

Hanya saja meski sudah dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Maluku, tanda-tanda pesimistis sudah ada. Laporan dugaan korupsi SPPD oleh Mairuhu sepertinya bakal tidak ditindaklanjuti oleh unit anti korupsi Polda itu.

Dihubungi Kabar Timur, pihak Ditreskrimsus Polda mengaku, laporan dugaan tipikor SPPD yang disampaikan pengacara Jopy Nasarany dan Richard Ririhena tersebut belum diterima. “Belum ada tuh, kapan dimasukkan laporan itu?,” ujar Kepala Seksi Penyidikan Ditreskrimsus Kompol Laurens Werhuka, Rabu, kemarin.

Namun begitu Kompol Laurens sempat menanyakan soal subtansi laporan tersebut. Dia juga menanyakan tahun anggaran  SPPD yang dilaporkan ke pihaknya.  Setelah disampaikan SPPD tersebut  berasal dari DIPA Poltek tahun 2018. Kompol Laurens menyatakan, laporan tersebut sulit diproses. “Kalau dananya berasal dari SPPD tahun sebelumnya atau tahun 2017 itu baru  iya.  Setelah dana itu diaudit oleh BPK RI,” terang Laurens.

Tapi Jopy Nasarany dan Richard Ririhena membantah alasan Kompol Laurens. Termasuk jikalau kasus ini diproses, dan dimintakan agar Direktur Poltek Dedy Mairuhu mengembalikan duit kerugian negara. “Tidak perlu tunggu audit BPK RI dilakukan tahun depan. Perbuatan pidana sudah terjadi dan pengembalian uang tidak bisa mencegah proses  pidana. Jadi harus diusut, Polisi jangan cari-cari alasan,” kata Richard Ririhena.

Sebelumnya diberitakan, kasus dugaan korupsi SPPD di Poltek Negeri Ambon terkuak.  Direktur Poltek ditengarai menggunakan dana tidak sesuai peruntukkan.  “Ada orang di luar Poltek ikut diberangkatkan dalam  SPPD, sehingga berpotensi kerugian negara,” ungkap Jopy Nasarany SH kepada Kabar Timur, Rabu, pekan lalu.

Kuasa Hukum mantan Direktur Poltek John Elwarin ini menjelaskan, pihaknya telah melaporkan kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Direktur Poltek Dedy Mairuhu itu ke Ditreskrimsus Polda Maluku. “Tanggal laporannya, lupa. Tapi sekitar dua minggu lalu, di Reskrimsus Polda,” akuinya.

Sesuai salinan surat tanda terima laporan yang dikantongi Kabar Timur, yang ditandatangani petugas Ditreskrimsus/Unit Renmain, Briptu Firdaus Anwar  pada Kamis 13 September 2018 lalu.

Dalam laporannya, kedua pengacara melaporkan Dedy Mairuhu karena diduga mengikut sertakan sejumlah orang dari luar Poltek dalam perjalanan  ke Kementerianristek dan Pendidikan Tinggi. Perjalanan dalam rangka membahas statuta Poltek Negeri Ambon yang baru di kementerian tersebut.

“Dan ini pintu masuk untuk mengungkap SPPD-SPPD lain, yang mengarah ke tindak pidana korupsi, kita berharap Ditreskrimsus bongkar kasus ini,” cetus Jopy.

Terpilihnya Dedy Mairuhu dinilai cacat hukum oleh Senat Poltek Negeri Ambon. Dalam sidang gugatannya, Jopy Nasarany SH dan Richard Ririhena SH  sebagai kuasa hukum penggugat mantan Direktur Poltek John Elwarin mengajukan tiga saksi Senat Poltek Negeri Ambon di persidangan.

“Tiga saksi dari penggugat. Kita menilai, terpilihnya Direktur Poltek cacat hukum, tidak sesuai statuta Poltek,” ujar Jopy.

Dinilai cacat hukum sebab, berdasarkan statuta No 202 pasal 2 tahun 2003 seharusnya dijabat Ketua Senat ex officio Direktur Poltek Dedy Mairuhu. “Tapi faktanya, di Poltek yang jadi Ketua Senat bukan Direktur. Dengan demikian proses pemilihan Direktur Poltek cacat hukum. Karena tidak sesuai statuta tersebut,” terang Jopy.

Di persidangan Selasa (2/10), mantan Direktur John Elwarin yang merupakan penggugat menghadirkan saksi anggota Senat DR Agus Siahaya.  Dalam keterangannya di depan majelis hakim, Agus mempertanyakan jabatan Ketua Senat Edi Hukom yang tidak sesuai statuta 202 tahun 2003. Sesuai statuta tersebut, secara ex officio Direktur Poltek adalah sekaligus menjabat Ketua Senat poltek.

Dijelaskan saksi Agus, sejak Direktur Poltek sebelumnya, Putuhena tersangkut skandal korupsi, dilakukan pemilihan Direktur Poltek Negeri Ambon pada 7 Februari 2018. Maka terpilih Dedy Mairuhu, menggantikan John Elwarin yang menjadi (Plt) Direktur Poltek pasca Putuhena.

Masalah timbul karena Dedy Mairuhu terpilih selaku Direktur namun masih ada ketua senat terpilih sejak Direktur (alm) MV Putuhena menjabat.Itu juga Edi diangkat oleh Putuhena melalui pemilihan tanpa melihat statuta 202. Padahal di dalam statuta tersebut tidak ada yang namanya pemilihan ketua senat.

Di lain pihak pemilihan direktur Poltek pada 7 Februari 2018 lalu juga improsedural. Para anggota senat berhasil digiring melakukan pemilihan direktur karena mereka tidak paham aturan. “Mereka tidak paham aturan (statuta 202) majelis,” kata Agus kepada Hakim Ketua Pasti Tarigan yang didampingi Hakim Anggota Heri Setyobudi dan Esau Yarisetouw.

Kuasa Hukum Penggugat Jopy Nasarany dan Richard Ririhena kepada Kabar Timur mengungkapkan gugatan diajukan karena para tergugat dinilai improsedural. Seharusnya Direktur Poltek Ambon Dedy Mairuhu mengelola perguruan tinggi tersebut berdasarkan statuta 202 yang dianut Poltek.

Faktanya, pemilihan ketua senat digelar oleh almarhum MV Putuhena tidak berdasarkan statuta dimaksud. Diduga Putuhena melakukan pemilihan untuk membackup dirinya yang telah terkena kasus hukum ketika itu. Namun sejumla anggota senat membela Putuhena dan menyatakan telah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Dikti nomor 139/2004. Tapi ternyata Permen tersebut hanya pedoman untuk membuat statuta. “Diduga ada skenario yang tidak benar dilakukan oleh Putuhena,” ujar Kuasa Hukum Penggugat Richard Ririhena.

Pasalnya, ketika dipertanyakan, pendukung Putuhena menyatakan Permen tersebut akan disosialisasi. Tapi nyatanya, setelah dilakukan pemilihan ketua senat, barulah Permen tersebut difotocopy dan dibagikan. “Ini khan namanya pembodohan. Itu bukan statuta tapi pedoman pembuatan statuta,” ujar Ririhena.

Hal ini lah yang menjadi alasan pihaknya mengajukan gugatan termasuk menggugat proses pemilihan Direktur Poltek 7 Februari 2018 lalu. (KTA)

Komentar

Loading...