Dinas ESDM Kembali Surati Presiden

Ilustrasi

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Dinas ESDM Provinsi Maluku kembali menyurati Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan masalah penanganan Gunung Botak di Kabupaten Buru yang sampai saat ini tak kunjung usai.

Bahkan, Tim  Kajian Penataan dan Pemulihan Gunung Botak yang telah terbentuk dibawah koordinir Menkopolhukam dengan lembaga terkait lainnya seperti tak bertaji.

Berulang kali disurvei dan dilakukan penyisiran hingga pengosongan Gunung Botak dari penambang ilegal, penambang ilegal masih tetap beroperasi.

Namun surat yang dilayangkan Dinas ESDM Maluku belum direspon Jokowi. “Kami sudah buat surat ke Pak Presiden dua minggu lalu, minta lebih memperhatikan Gunung Botak. Tapi belum dapat jawaban,” ungkap Kepala Dians ESDM Provinsi Maluku, Martha Nanlohy memberikan keterangan pers bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Vera Tomaso dan peneliti dari Universitas Pattimura Ambon, Jusmi Putuhena dan Yustinus Male di kantor Gubernur Maluku, Jumat (7/9).

Hasil penyisiran Gunung Botak pada Kamis dan Jumat lalu juga dilaporkan ke Menkopolhukam.

Menurutnya, salah satu cara ampuh menuntaskan persoalan Gunung Botak yang mulai buntu penanganannya itu adalah merangkul masyarakat adat di Kayeli, Buru untuk bersama-sama menyelesaikan.

“Sudah cukup banyak kita berbuat untuk Gunung Botak. Tapi kenapa tidak stop-stop. Dari 2010-2015 sudah 24 kali dilakukan pengosongan, tapi tidak berhasil. 2015 berhasil hentikan penambangan ilegal berkat kerjasama dengan aparat. Tapi Desember 2016 penambang datang lagi. Berulang hingga Maret 2016 dipimpin Pak Gubernur dengan unsur dari Kementerian ESDM, Menkopolhukam dan sebagainya. Dua tahun berjalan, sampai saat ini permasalahan berulang-ulang terjadi. Tapi penanganan tidak berhasil. Hanya tinggal satu cara, bergabung dengan masyarakat adat. Kalau jalan sendiri-sendiri tidak akan selesai. Hasil rapat kita dengan masyarakat cukup baik, mereka sadar kalau mereka akan terkena dampaknya,” jelasnya.

Masyarakat Adat di Kayeli sudah melaporkan kondisi terakhir di Gunung Botak yang masih ditempati penambang ilegal. Padahal baru saja dilakukan penyisiran. “Ilegal minning (penambang lir) ini yang harus dipangkas  karena mereka ini menjadi kendala kita terlebih  mereka pakai merkuri dan sianida hingga berton-ton,” kat Nanlohy.

Sementara, peneliti Unpatti Jusmi Putuhena mengatakan data yang dimilikinya per 3 September 2018, tidak semua tenda penambang ilegal dibongkar. Ribuan penambang masih berada di areal tambang emas rakyat itu. Bahkan, hingga Senin kemarin masih terlihat pengangkutan material oleh penambang dari Gunung Botak. “Jadi masih ada sekitar 300-1.000 orang di Gunung Botak,” ucapnya.

Ahli kimia dari Unpatti, Yustinus Male menyebutkan, salah satu cara untuk menangani persoalan Gunung Botak adalah dengan membentuk satuan Yongab serta merotasi seluruh personil di Gunung Botak dari mulai pangkat terkecil hingga pangkat tertinggi. Sebab meskipun ada banyak aparat keamanan di Gunung Botak, tetap saja bahan berbahaya berupa merkuri dan sianida  masuk dan beredar bebas.

Jika hal itu terus dibiarkan,  pencemaran lingkungan di Gunung Botak akan semakin parah. Sesuai risetnya, rata-rata biota laut di Pulau Buru sudah tercemar merkuri dan sianida yang mengalir mengikuti sungai Anahony.

Disinggung penyebab tidak terdeteksinya bahan berbahaya dan beracun (B3) yang masuk dan beredar di Gunung Botak melalui Namlea padahal tim dibawah Menkopolhukam telah dibentuk melibatkan TNI/Polri, Nanlohy malah menyarankan ditanyakan ke aparat keamanan.

Dari penyitaan B3 seperti sianida dan merkuri yang masuk ke Pulau Buru, Nanlohy mengakui belum diketahui siapa pemiliknya. “Kalau ginzan itu PT BPS punya, tapi kalau sianida ini belum diketahui. Kita sangat berharap secepatnya bisa selesai. Pusing persoalan ini, otak , anggaran terkuras, tapi tidak selesai-selesai, ada kepentingan si A si B si C,” tandasnya. (RUZ)

Komentar

Loading...