Mahasiswa Unpatti Minta Rektor Turun
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Prof. DR. M.J Sapteno didesak mundur dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pattimura. Sapteno dinilai gagal karena telah merubah status Unpatti tanpa memikirkan dampaknya terhadap mahasiswa.
DESAKAN ini disuarakan Kelompok Mahasiswa Unpatti Menggugat yang menggelar aksi unjukrasa di depan gedung registrasi Unpatti Ambon, Jumat (31/8).
Terhitung 29 Maret 2018, Unpatti berganti status dari Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker) dibawah Kemenristek Dikti, menjadi PTN Badan Layanan Umum (BLU) yang bersifat mandiri. Bersifat mandiri, orientasi Unpatti saat ini hanyalah difokuskan bagaimana menghasilkan keuntungan. Salah satunya penerapan kebijakan pembayaran uang Sumbangan Pendidikan Internal (SPI) yang sangat merugikan mahasiswa di kelas menengah ke bawah. Perubahan status ini dianggap merugikan orang tua mahasiswa yang berpenghasilan rendah.
Desakan agar Saptenno melatakkan jabatan juga disampaikan pendemo melalui tulisan pada sejumlah pamflet yang mewakili aspirasi mahasiswa dalam aksi tersebut. Sejumlah pamlflet dibentangkan di atas gedung registrasi.
Terdapat lima buah pamflet diantaranya tertulis, “Turunkan Rektor di tengah jalan, tolak BLU, dan berhentikan wakil rektor 2.” Selain itu, “Mahasiswa Unpatti tolak BLU, menggugat liberalisasi kampus, turunkan Rektor. Jangan jadikan kampus lahan bisnis. Dan “Jangan jual Unpatti Ambon ke pihak ketiga untuk mencalonkan Prof. M. J. Sapteno, rektor gagal, maupun jangan memperkaya birokrasi kampus, korupsi merajalela, dan save Unpatti.”
Unjuk rasa yang dimulai pukul 10.00 WIT hingga berakhir pukul 11.00 WIT ini berlangsung aman dan lancar. Tidak tampak aparat kepolisian, namun sejumlah security kampus terlihat berjaga-jaga.
“Kalau sudah menjadi BLU. Maka kebijakan yang diterapkan tidak lagi mementingkan kualitas pendidikan, tapi yang akan dipikirkan bagaimana mencari keuntungan,” kata salah satu orator dalam orasinya.
Peralihan status kampus negeri terbesar di Maluku itu menjadi BLU dinilai tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Maluku yang berada pada urutan ke empat Provinsi termiskin di Indonesia. Sehingga, kebijakan sepihak yang diambil Saptenno bersama sejumlah bawahannya patut dipertanyakan.
“Kami menolak dengan keras Unpatti dijadikan sebagai BLU. Mengapa, indikator kami sangat sederhana. Maluku ini masuk dalam empat provinsi termiskin di Indonesia. Sehingga peralihan status tersebut diduga hanyalah rekayasa belaka untuk meraup keuntungan,” ungkap Reno Latuconsina, kepada wartawan.
Unpatti dikenal sebagai kampus orang basudara, juga merupakan sebuah perguruan tinggi yang menjadi kebanggaan warga Maluku. Tapi sayang, dengan peralihan status, otomatis telah membuat klaster ekonomi masyarakat.
“Unpatti sebagai kampus orang basudara, kampus kebanggaan orang Maluku. Tapi ketika beralih status menjadi BLU, maka kampus ini tidak lagi dinikmati oleh basudara kita yang secara ekonominya menengah. Karena kampus ini yang tadinya negeri sudah beralih ke swasta,” kata juru bicara aksi ini.
Sebagai kampus yang saat ini telah berdiri sendiri, Unpatti tentunya akan menerapkan sistem keuangan yang lebih tertutup dari sebelumnya. “BLU difokuskan pada titik pengaturan keuangan. Sistem yang diterapkan saat ini tidak lagi diaudit oleh BPK atau badan auditor lainnya. Ini yang menjadikan kami menolak secara tegas peralihan status tersebut. Kami minta rektor untuk segera mencabut kembali status BLU,” pintanya.
Berdasarkan hasil kajian pengunjuk rasa, sejak tahun 2013 diberlakukan Uang Kuliah Tunggal sesuai dengan peraturan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI. Namun, di tahun ini muncul lagi SPI yang ternyata dikarenakan status Unpatti sudah berubah menjadi BLU.
Peralihan status itu ditengarai tidak sesuai dengan indikator. Unpatti dinilai tidak memiliki syarat untuk mengusulkan perubahan status dari PTN-Satker menjadi BLU.
“Status Unpatti dijadikan BLU tidak memiliki satu indikatorpun. Pertama Unpatti tidak punya satu usaha tetap sebagai penyuplai anggaran untuk membangun Unpatti. Makanya SPI dijadikan sebagai senjata untuk meraup keuntungan yang besar,” tambahnya lagi.
Olehnya itu, Latuconsina meminta Rektor bukan saja mengurangi biaya SPI, tapi juga didesak untuk menghapus kebijakan tersebut. “Jangan membuat rekayasa sosial di kampus dengan hadirnya SPI,” tandasnya.
Rektor Unpatti M.J Sapteno yang hendak ditemui pasca aksi unjuk rasa berakhir, tidak berada di tempat. “Rektor tidak ada. Sedang berangkat ke Jakarta,” kata salah satu stafnya kepada wartawan, kemarin. (CR1)
Komentar