Satu Jam Setengah KPK Periksa Bupati SBT

Mukti Keliobas

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON - Bupati SBT irit bicara,  Dia hanya mengakui telah diperiksa penyidik KPK terkait proposal yang diajukan ke Yaya Purnomo.

Bupati Seram Bagian Timur (SBT), Abdul Mukti Keliobas akhirnya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah pekan kemarin mangkir. Bupati diperiksa selama satu setengah (1,5) jam mulai pukul 10.00 WIB, di kantor KPK, Jakarta, Senin (20/8).

Orang nomor satu di SBB itu tiba di KPK Jln. Kuningan Persada Kav-4. Jakarta bersama Fachri Bachmid, penasehat hukumnya. Sebagai saksi, pemeriksaan Mukti tanpa didampingi Bachmid.

Pemeriksaan Mukti yang akrab disapa MK ini seputar perkara  dugaan suap dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.

MK diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara Yaya Purnomo, mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Usai diperiksa, penguasa wilayah Ita Wotu Nusa yang dihubungi Kabar Timur itu irit bicara. MK mengakui diperiksa penyidik KPK terkait proposal yang diajukan Pemkab SBT melalui Dinas PU ke Yaya Purnomo. Lebih dari itu, MK ogah berkomentar. “(Ditanyai) Soal proposal (usulan anggaran ke Kemenkeu), (berapa dan materi pertanyaan) tanyakan ke penasehat hukum saya. Sudah dulu, beta lagi makan,” ujar MK yang saat dihubungi tadi malam, mengaku sedang makan malam.

MK dicecar sekitar 10 pertanyaan. Materi pemeriksaan seputar usulan proposal anggaran Pemkab SBT yang disita dari Yaya. Penyidik juga memeriksa MK terkait bukti rekaman dengan Yaya yang disadap KPK. “Iya pertanyaan soal proposal yang diusulkan SBT ke Kementerian Keuangan melalui Yaya,” kata Fachri Bachmid yang dihubungi Kabar Timur, tadi malam.

Ketika dihubungi, Fachri sedang makan malam bersama MK. Dengan alasan untuk kepentingan penyidikan, Fachri enggan secara gamblang menjelaskan hasil pemeriksaan kliennya.

Menariknya, berbeda dengan MK yang keukeuh berkelit tidak mengenal Yaya Purnomo ketika diwawancarai Kabar Timur via ponsel, Rabu (15/8) lalu, Fachri buka-bukaan soal hubungan MK dan Yaya. MK telah mengenal Yaya sekitar tahun 2016. “Kenal (Yaya), iya, tapi secara umum, bukan personal, tapi substansinya bukan kenal Yaya atau tidak, substansinya ada memberikan sesuatu atau tidak,” kilah Fachri.

Kata dia, banyak kepala dinas dan kepala daerah di Indonesia kenal Yaya. “Secara umum mereka kenal Yaya pejabat bagian anggaran Kementerian Keuangan. Antua (MK) bicara normatif (pembicaraan dengan Yaya di HP yang disadap KPK) sekitar 2016 atau 2017, beta tidak tahu pasti,” ujarnya.

Dia memastikan tidak ada transaksi atau suap yang diberikan bupati ke Yaya untuk menggolkan anggaran sesuai proposal yang diusulkan Pemkab SBT. “Seng ada, seng ada anggaran yang diberikan,” ujarnya.

Menurutnya pengajuan proposal anggaran dari Pemkab SBT ke Pemerintah Pusat melalui Kemenkeu sesuatu hal yang wajar dan dianggap normal untuk kebutuhan daerah. “Bukan hanya SBT, banyak daerah di Indonesia juga yang mengajukan proposal usulan anggaran,” ujar dia.

Yang jadi masalah, kata dia, jika dalam pengusulan proposal terjadi persoalan hukum. “Di SBT tidak pernah ada itu, cuma karena kebetulan saat penggeledahan (di ruang kerja Yaya)  ditemukan beberapa proposal dari daerah termasuk SBT, makanya ditindaklanjuti (KPK memanggil bupati SBT),” ujarnya.

Usulan proposal permintaan anggaran tahun 2017 yang diajukan Dinas PU SBT ke Yaya belum sekali pun disetujui. “Buktinya SBT belum pernah dapat anggaran dari usulan proposal. Selama ini SBT dapat (dianggarkan oleh pemerintah pusat) normal-normal saja, dari Yaya seng ada,” ujarnya.

Tidak hanya rekaman pembicaraan MK dengan Yaya yang disadap KPK. Kontak telepon Bos PT Azril Perkasa, Sugeng Haryanto alias Tand-jung juga tak luput disadap KPK. Bahkan rekaman pembicaraan itu menjadi pertanyaan yang diajukan KPK saat memeriksa Tandjung, Rabu pekan kemarin.

Berbeda dengan Mukti yang mengaku tidak mengenal Yaya. Tandjung kepada Kabar Timur terang-terangan mengaku telah mengenal Yaya sejak akhir 2016. Bahkan keduanya intens berkomunikasi melalui telepon genggam. Dan KPK telah menyadap rekaman pembicaraan Yaya dan Tandjung yang terjadi pada medio 2017.

Selain dirinya, Tandjung mengaku bupati dan Kepala Dinas PU Umar Bilahmar juga mengenal Yaya. Namun dia tidak dapat memastikan apakah bupati dan Umar sering menghubungi Yaya via HP.

Dalam kasus ini, komisi antirasuah itu telah menetapkan empat tersangka, yaitu anggota Komisi XI DPR Amin Santono yang juga anggota Badan Anggaran DPR , Eka Kamaluddin (perantara), Yaya Purnomo, dan seorang kontraktor Ahmad Ghiast. Para tersangka  terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 4 Mei 2018.

Amin, Eka, dan Yaya dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Ahmad Ghiast dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK menyita uang sejumlah Rp 400 juta yang diduga merupakan suap untuk Amin terkait usulan dana Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2018.

Tim juga menyita bukti transfer Rp 100 juta kepada Eka Kamaluddin (EKK) dari Ahmad Ghiast selaku kontraktor di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumedang, Jawa Barat, serta dokumen proposal.?

Uang sejumlah Rp 400 juta dan Rp 100 itu merupakan bagian dari 7% komitmen fee yang dijanjikan oleh kontraktor untuk 2 proyek di Pemkab Sumedang yakni di Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan senilai Rp 4 milyar dan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp 21,850 milyar. ?Yaya diduga bersama-sama Amin akan meloloskan anggaran dua proyek tersebut.

KETUM PPP MANGKIR

Kemarin, KPK juga memeriksa dua saksi terkait dengan kasus suap proyek infrastruktur Subang Jawa Barat dengan tersangka Yaya Purnomo. Dua saksi yang dipanggil adalah Khaerudinsyah Sitorus selaku Bupati Labuhan Batu Utara dan M. Romahurmuziy selaku Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Hari ini, Senin 20 Agustus 2018 diagendakan pemeriksaan dua saksi untuk tersangka YP dalam kasus dugaan suap terkait dana perimbangan daerah, yaitu Khaerudinsyah Sitorus dan M. Romahurmuziy,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (20/8),

Namun  Romahurmuziy mangkir dari panggilan KPK. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP), Arsul Sani, mengatakan Romahurmuziy, tidak dapat memenuhi panggilan KPK.

Menurut Arsul Sani, pada waktu bersamaan Romi, sapaan Romahurmuziy sedang mengisi kegiatan sebagai anggota Komisi XI DPR RI di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain itu, kata dia, Romi juga dijadwalkan menjadi khotib pada salat Idul Adha yang akan berlangsung, Rabu (22/8/2018). “Sudah terjadwal di Yogyakarta,” kata Arsul, kemarin.

Namun, kata dia, Romi sudah meminta untuk penjadwalan ulang pemeriksaan. “Kami minta jadwal ulang. Sudah konfirmasi sampaikan minta di jadwal ulang,” kata dia.

Rencana pemeriksaan kepada Romi berkaitan penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di rumah Wakil bendahara umum PPP Puji Suhartono beberapa waktu lalu.

Dalam pengembangan penyidikan, KPK menemukan dokumen proposal permohonan anggaran perimbangan dari Kabupaten Labuhanbatu Utara (Sumatera Utara), Kabupaten Kampar (Riau), Kota Riau (Riau), Kabupaten Lampung Tengah (Lampung), Kabupaten Majalengka (Jawa Barat), Kota Tasikmalaya (Jawa Barat).

Kemudian, dari Kabupaten Tabanan (Bali), Provinsi Bali, Kota Balikpapan (Kalimantan Timur), Kabupaten Seram Bagian Timur (Maluku), Kabupaten Halmahera Timur (Maluku Utara), Kabupaten Pegunungan Arfak (Papua Barat), Kabupaten Puncak (Papua), dan Kabupaten Jayawijaya (Papua).

(KT)

Komentar

Loading...