Gubernur: Tangkap Pengguna Sianida
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON-Satu warga Desa Dava, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, tewas akibat zat berbahaya mercury dan sianida yang masih marak beredar di Tambang Emas Gunung Botak.
Gubernur Maluku Said Assagaf mengaku prihatin atas insiden itu. Dia meminta aparat keamanan polisi dan TNI bertindak tegas dengan menangkap siapa saja yang masih menggunakan bahan kimia berbahaya di Gunung Botak, bahkan di Wilayah Maluku.
Maklumat pelarangan penggunanan bahan kimia berbahaya di Maluku yang telah ditandatangani bersama Kapolda dan Pangdam beberapa waktu lalu. “Panglima Kapolda dan Pangdam kan sudah tandatangan maklumat tidak ada penggunanan merkuri di Maluku. Kalau ada ya ditangkap. Aparat jangan dibiarkan mereka. Tangkap saja,” tegas Gubernur saat dikonfirmasi wartawan di kantornya, Kamis (19/7).
Dia meminta aparat keamanan menyisir semua lokasi untuk menangkap pengguna bahan kimia berbahaya. “Saya minta aparat sisir terus. Kalau ada yang gunakan merkuri jangan dibiarkan. Kan sudah ada maklumat pelarangan merkuri di Maluku. Mereka harus ditangkap jangan dibiarkan,”sambungnya.
Assagaff menghimbau kepada masyarakat segera melaporkan ke pihak berwenang jika ditemukan ada yang gunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida di lokasi tambang. “Stop merkuri. Sudah lama kita ingatkan stop penggunaan merkuri di daerah Maluku dimana saja. Rakyat kalau ada temuan itu lapor ke aparat,”pesannya.
Terpisah, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku, Martha Nanlohy mengatakan, kematian yang terjadi baru-baru ini akibat penggunanan sianida pada air rendaman dikarenakan setelah membersihakn kolam rendaman, korban tidak mencuci tangan.
“Yang terjadi kematian itu, orangnya datang bersih-bersih rendaman kemudian tidak cuci tangan. Selesai bersihkan rendaman lalu merokok dan langsung kolaps dan tubuh membiru karena sianida beracun,”jelasnya saat berikan keterangan pers di kantor Dinas ESDm Provinsi Maluku, Ambon, Kamis (19/7).
Dikatakan, penyebab sejumlah hewan ternak di sekitar Gunung Botak mati juga akibat dari pembuangan air rendaman yang sembarangan oleh pemilik. “Disitu kan pake sianida di rendaman. Mereka bersihkan kolam rendaman karena harus buat rendaman baru. Dong buang saja di samping-samping. Ayam datang makan jagung atau beras di bekas pembuangan itu mati, sapi datang makan rumput sapi mati, rumput juga mati kering, itu kondisinya,” papar dia.
Nanlohy mengaku, banyak kolam rendaman yang dibuat warga di dalam rumah sendiri dan itu berbahaya. “Penyebab sapi mati bukan karena perusahan kerja, tapi masyarakat ambil material dari gunung ke rumah. Di rumah sudah ada rendaman bahkan dalam rumah itu paling berbahaya. Kalau di dalam rumah ada piaraan ayam lalu datang minum air, pasti ayamnya mati,”tandasnya.
Hingga saat ini, ungkap Nanlohy, masih ada 15.000 penambang ilegal beroperasi di Gunung Botak. “Jumlah penambang ilegal kondisi terakhir sampai minggu lalu masyarakat adat masih berbicara dengan mereka itu masih ada 15.000 orang,”ungkapnya
Sementara untuk tingkat pencemaran akibat penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida sesuai data terkahir yakni akhir tahun 2017 mencapai 300 ppm di Gunung Botak meskipun sempat turun pasca pemulihan.
“Setelah penataan dan pemulihan, di awal 2017 dia turun menjadi 96 ppm. Sudah turun cukup jauh. Terkahir di akhir 2017 naik menjadi 300 ppm. Berarti dia sudah sangat tinggi. Sementara yang diizinkan di lingkungan itu 0,01 ppm,”sambungnya.
Kata Nanlohy, Tim Kajian Unpatti hari ini akan diberangkatkan menuju Gunung Botak untuk kembali melakukan sosialisasi sekligus mengambil sampel menguji kadar pencemaran lingkungan di Gunung Botak lagi agar dapat dipertanggung jawabkan. “Jadi nanti rencana mereka kembali akan kita publikasi hasilnya,”pungkasnya.
(RUZ)
Komentar