Media-Media Israel Panik, Negara Zionis di Ujung Tanduk

Netanyahu didesak hentikan perang untuk selamatkan Israel.
KABARTIMURNEWS.COM, TEL AVIV - Setelah berbulan-bulan mendukung agresi ke Gaza dan mengabaikan penderitaan di wilayah tersebut, media-media Israel mulai mengubah haluan. Mereka mengakui, diteruskannya perang di Gaza mengancam keberadaan negara Zionis tersebut.
The Times of Israel yang terkini menyerukan penghentian agresi ke Gaza. Dalam editorialnya pada Rabu, yang bertajuk “Hentikan Perang, Pulangkan Sandera, dan Selamatkan Israel, mereka menekankan bahwa diteruskannya serangan ke Gaza akan membuat Israel semakin kehilangan dukungan internasional.
“Seiring berjalannya waktu, pemerintah, dengan tangannya sendiri, menghancurkan dukungan internasional yang tersisa terhadap upayanya, dengan Netanyahu menyatakan bahwa Israel akan “mengambil alih seluruh Gaza” dan mengakui bahwa penduduk sipil Gaza berada di ambang kelaparan, setelah 11 minggu Israel menghentikan pasokan,” tulis the Times of Israel.
Mereka mengakui, diteruskannya perang semata terkait ambisi politik Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu secara konsisten menyangkal bahwa politik koalisi mendorong kebijakan perangnya.
Namun, menurut media itu, perhitungannya sederhana. Jika Netanyahu menghentikan perang, para politikus ekstremis sayap kanan seperti Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir akan mengeluarkan partai mereka dari koalisi, dan Netanyahu akan kehilangan mayoritas kursi di parlemen.
Namun jika ambisi politik Netanyahu diteruskan, yang terancam adalah keutuhan Israel. “Kepentingan keamanan Israel, aliansi global dan kohesi internalnya dipertaruhkan.” Diteruskannya perang juga akan semakin membuat ekonomi Israel terpuruk karena pasukan cadangan yang sedianya merupakan tenaga kerja penopang perekonomian Israel harus terus berperang.
The Times of Israel mengingatkan, dengan hilangnya dukungan Inggris yang diumumkan pada Selasa malam, saat ini tersisa Amerika Serikat sebagai satu-satunya sekutu besar yang relatif mendukung Israel dalam perang Gaza.
Begitupun, Presiden AS Donald Trump belakangan tak lagi mendukung pengosongan Gaza. Sementara pekan lalu, Trump sudah memperingatkan bahwa banyak orang kelaparan di Gaza.
Hanya dengan menghentikan perang, menurut Times of Israel, Netanyahu bisa “membebaskan para sandera, menghentikan kematian untuk sementara waktu, memenangkan kembali masyarakat Israel dan sebagian komunitas internasional.”
Bahkan Jerusalem Post, yang dengan berapi-api mengecam kebijakan terkini sekutu-sekutu Israel, juga menyerukan gencatan senjata.
“Ya, ada beberapa hal yang tidak bisa dilawan: Hamas sebagai sebuah konsep, dan waktu yang hampir habis bagi para sandera. Kreativitas diperlukan saat ini untuk mencapai kesepakatan,” tulis editorialnya.
Sebelumnya, surat kabar Yedioth Ahronoth pada Selasa malam mengutip sumber di Kementerian Luar Negeri Israel yang mengatakan kali ini Israel dalam masalah besar.
“Kita berada dalam situasi terburuk yang pernah kita alami. Ini jauh lebih buruk daripada bencana. Dunia tidak bersama kita.”
Sumber tersebut menyatakan bahwa “sejak November 2023, dunia tidak melihat apa pun selain kematian anak-anak Palestina dan rumah-rumah yang hancur,” dan menekankan bahwa Israel tidak menawarkan solusi atau rencana untuk hari berikutnya, yang ada hanya kematian dan kehancuran.
Ia kemudian memeringatkan soal "boikot diam-diam" yang menurutnya belum pernah terjadi. "Hal ini akan meluas dan meningkat, dan kita tidak boleh meremehkan bahayanya." Dia menambahkan bahwa tidak ada seorangpun yang ingin dikaitkan dengan Israel.
Menurut surat kabar tersebut, 592 hari setelah dimulainya perang di Gaza, kedudukan Israel di dunia internasional telah mencapai titik terendah, dengan tiga sekutu utama mereka—Inggris, Prancis, dan Kanada—pada Senin malam mengancam akan menjatuhkan sanksi jika perang di Gaza terus berlanjut.
Kurang dari 24 jam kemudian, Inggris mengumumkan pembatalan negosiasi perjanjian perdagangan bebas di masa depan dengan Israel, memanggil duta besar Israel untuk London, Tzipi Hotovely, untuk meminta teguran, dan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pemukim.
Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa sumber-sumber di Gedung Putih juga menyatakan rasa frustrasinya terhadap pemerintah Israel. Amerika mengetahui bahwa Israel adalah satu-satunya pihak yang tidak berupaya untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif.
Surat kabar tersebut menekankan bahwa pernyataan dan langkah-langkah yang diambil saat ini terhadap Israel juga dapat menimbulkan dampak ekonomi yang serius.
Inggris, misalnya, adalah salah satu mitra dagang terpenting Israel, dengan volume perdagangan sekitar 9 miliar pound sterling, menjadikannya mitra dagang terbesar keempat bagi Israel.
Mereka menilai ancaman Eropa untuk membatalkan perjanjian kemitraan dengan Israel belum pernah terjadi sebelumnya.
Meskipun Israel memperkirakan kemungkinan pembatalannya rendah, potensi kerugiannya diperkirakan mencapai puluhan miliar, menjadikannya ancaman ekonomi yang sangat serius.
Media itu menyimpulkan bahwa Israel, dengan meningkatnya tekanan untuk menghentikan perang dan desakan mereka untuk melanjutkan perang, kini benar-benar terisolasi di panggung internasional.
Sedangkan koresponden Channel 14 Israel, Nati Lingerman, mengomentari masalah tekanan Barat, dengan mengatakan, "Tsunami politik di Eropa dan ibu kota negara-negara Barat, atau setidaknya di beberapa negara Barat, menyusul meluasnya pertempuran di Gaza dan situasi di Jalur Gaza."
Dia menambahkan bahwa para menteri luar negeri UE sedang mendiskusikan di Brussel mengenai proposal Belanda untuk mempertimbangkan kembali perjanjian kemitraan UE-Israel.
Channel 13 mengingat kembali sikap Eropa yang mendukung Israel sejak awal, dengan menyajikan sejumlah posisi, termasuk pernyataan mantan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak bahwa negaranya mendukung "hak Israel untuk membela diri," dan pernyataan Presiden Prancis Macron selama kunjungannya ke Israel: "Saya di sini untuk menyatakan dukungan dan solidaritas kami."
"Sial...bagaimana...bagaimana kita bisa sampai ke titik ini?" tanya Baruch Kara, presenter politik di Channel 13.
Dalam sebuah pernyataan kepada Channel 12, Ronen Manelis, mantan juru bicara militer Israel, mengatakan, "Tidak ada pejabat di dunia yang mendukung Israel dalam cara mereka melakukan perang."
Channel 13 menyoroti pernyataan pemimpin oposisi Israel, Partai Demokrat, Yair Golan, yang menyatakan bahwa dia telah banyak mengkritik Israel, dengan mengatakan, "Negara yang waras tidak membunuh anak-anak sebagai hobi." (ROL)
Komentar