Kasus Galian C Haruku

Pemasok-Penadah Material Galian C Ilegal Bisa Dipidana Lima Tahun

KABARTIMURNEWS.COM.AMBON - Barang yang dibeli dari hasil kejahatan dapat dipidana.

Kasus penambangan galian C, di Negeri Rohomoni, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), yang tengah diusut, Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus), Polda Maluku, terus mendapat pandangan sejumlah aktivis.

Ini setelah, Penyidik Ditkrimsus telah menetapkan bos PT Atamari, Daud Sangadji, yang juga Raja Negeri Rohomoni, sebagai tersangka, meskipun dalam aktivitas penambangan galian C  yang dilakukan, telah mendapat ijin, perangkat Negeri Rohomoni.

Pengusutan kasus ini masih terus berjalan. Daud Sangadji, dalam waktu dekat akan diperiksa sebagai tersangka. Peneliti Institut Indonesia For Intigrity (INFIT), Ahmad Rahim, yang diminta pendapatnya oleh Kabar Timur via telepon, tadi malam,  menyebutkan, pelaku maupun penada (pembeli) hasil galian C, dapat dipidana.

“Artinya, Bos PT Attamari sebagai pelaku penambangan ilagel galian C. Hasil dari penambangan ini dijual. Pembeli dari hasil itu, sama-sama melakukan tindakan ilegal dengan membeli hasil yang ilegal. Itu berarti pembeli juga melakukan tindakan kejahatan,” ulas Rahim.

Menurut dia, PT Atamari menjual hasil tambang galian C kepada Teli Nio, bos CV Filadelfia Jaya, disitu keduanya telah tindak kejahatan. “Satunya melakukan penambangan ilegal, satunya membeli hasil tambang material yang ilegal. Jadi perusahaan maupun perorangan dapat dipidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” papar Rahim.

Rahim mengibaratkan, pembeli hasil tambang ilegal, sama halnya dengan membeli barang curian dan masuk dalam ketegori penada. “Jadi, tidak hanya pelaku galian C tanpa ijin, tapi juga penada yang membeli hasil galian C dapat dipidana,” ujarnya.

Rahim memperkuat pendapatnya dengan mengutip pasal 480 KUHP, barang yang dibeli atau disewa dari hasil kejahatan dapat dipidana. “Itulah kategori penadah,  yang ancaman hukumannya bisa empat  tahun penjara,” papar menutup.

Diberitakan sebelumnya tak hanya membeli hasil galian C, tapi  juga ikut secara langsung melakukan aktivitas di Sungai Wai Ira.

Pegiat anti korupsi Maluku, Mahyudin berpendapat,  Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus), Polda Maluku, harus menjadikan Teli Nio, bos CV Filadelfia Jaya, sebagai salah satu tersangka di kasus galian C, di Sungai Wai Ira, di Negeri Rohomoni, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, yang sedang diusut.

Di kasus ini, Tim Penyidik Krimsus Polda Maluku, telah menetapkan, Raja Negeri Rohomoni, Daud Sangadji, sebagai tersangka. Teli Nio, kata dia, meski sebagai pembeli hasil galian C ilegal, sebagaimana yang disebut pihak Direskrimsus, tapi yang bersangkutan masuk sebagai penampung atau penada.  “Berarti dia (Teli Nio), ikut serta dalam kegiatan ilegal tersebut,” ungkapnya.

Selanjutnya, papar dia, setelah ditetapkan Daud Sangadji sebagai tersangka, maka tidak ada alasan untuk tidak menjadikan Teli Nio juga sebagai tersangka, karena ikut melakukan kagiatan penambangan galian C.

Bahkan, informasi yang dihimpun Kabar Timur menyebutkan, sebanyak enam armada dam truk dan satu alat berat eksavator milik Teli Nio, melakukan “operasi” penambangan  terang-terangan di Sungai Wai Ira itu.

Hasil galian C yang dikeruk berapa pasir dan batu itu, diperuntukan untuk pekerjaan paket proyek   jalan Haruku-Pelauw  berninilai Rp. 7.451.107.000,00. “Dan tidak hanya di Sungai Wai Ira,  sampai saat ini, ada dua sungai lainnya, seperti Sungai di Pelauw dan Sungai di Haruku, masih dilakukan,” ungkap salah satu warga Haruku.

Wahyudin mengaku, ketika pengusutan kasus ini tidak menyentuh, Teli Nio, maka pengusutan kasus ini tidak lagi murni penegakan hukum, tapi ada unsur lain dibalik itu.  “Kalau Teli Nio tidak disentuh, padahal yang bersangkutan jelas dan terang terlibat dalam kegiatan itu, maka ini bukan lagi penegakan hukum, tapi penegakan pilih kasih,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus galian C di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), bergerak cepat.  Kasusnya terkesan “diskriminatif.” Ada pelaku lain, tapi diabaikan. Benarkah?

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), Polda Maluku, mengusut cepat laporan adanya dugaan kegiatan tambang ilegal galian C, di Sungai Wai Ira, Desa Rohomoni, Pulau Haruku, Kabupaten Malteng.

Kasus ini, dilaporkan warga setempat, kemudian diproses dan tak lebih dari satu bulan, kasusnya “naik kelas” dari penyelidikan ke penyidikan. Saat ini,  Raja Rohomoni, Daud Sangadji, sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Informasi yang dihimpun Kabar Timur menyebutkan, sebelum ada penetapan tersangka, Tim penyidik Ditkrimsus Polda Maluku, terlebih dulu telah melakukan penyitaan barang bukti berupa, satu alat berat (eksavator), dan satu dump truk, milik PT Atamari.

Selain, PT Atamari, milik Daud Sangadji, yang melakukan kegiatan penambangan pasir dan kerikil, di Sungai Wai Ira, juga ada kegiatan serupa dilakukan oleh CV Filadelfia Jaya, milik Teli Nio, salah satu pengusaha asal Kota Ambon.

Bahkan, ada sedikitnya, enam mobil dump truk dan satu alat berat, ikut melakukan pengerukan mengangkut pasir dan batu dari sungai Wai Ira, tapi “lolos” tak diusut sebagai pelaku pengerukan sebagaimana pengusutan yang dilakukan terhadap Raja Rohomoni itu.

Informasi lain yang diperoleh media ini, mengungkap, kegiatan galian C yang dilakukan CV Filadelfia Jaya, tidak hanya pada sungai Wai Ira di Desa Rohomoni, tapi juga dilakukan pada dua lokasi lainnya yang berlangsung hingga saat ini.

Misalnya, di Sungai di Desa Pelauw dan Sungai di Desa Haruku. “Dua lokasi ini, kegiatan galian C yang dilakukan oleh CV Filadelfia, masih berlangsung,” ungkap salah satu warga Haruku, sambil memperlihatkan vidio dengan durasi lima menit, kepada Kabar Timur, Minggu, kemarin.

Sementara warga itu menyebutkan, kegiatan pengerukan di sungai Wai Ira, untuk mengangkut pasir dan batu yang dilakukan PT Atamari, sebelumnya telah ada kesepakatan dari seluruh perangkat desa, yang beralngsung di rumah raja, sejak November 2023, lalu.

Setidaknya, menurut dia,  terdapat tiga kesepakatan yang dikeluarkan dalam musyawarah perangkat desa, terkait dengan kegiatan pengambilan pasir dan batu dari Sungai Wai Ira itu.

Diantaranya, normalisasi Sungai Wai Ira dilakukan dengan menggunakan alat berat eksavator. Dari normalisasi Sungai Wai Ira, berupa pasir dan batu, disepakati hasilnya diperuntukan kepada Negeri dan PT Atamari.

Menurut dia, dalam pengusutan kasus Galian C di Sungai Wai Ira, terkesan ada “diskriminatif”  atau tebang pilih. Buktinya, ada dua pengusaha yang melakukan kegiatan, yakni:  PT Atamari dan CV Filadelfia Jaya,  kendati hanya PT. Atmari yang diusut. Padahal mereka sama-sama melakukan kegiatan surupa. (KT)

Komentar

Loading...