Kasus Galian C di Haruku
Bos Teli Nio Harus Tersangka!
KABARTIMURNEWS.COM.AMBON - Tak hanya membeli hasil galian C, tapi juga ikut secara langsung melakukan aktivitas di Sungai Wai Ira.
Pegiat anti korupsi Maluku, Mahyudin berpendapat, Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus), Polda Maluku, harus menjadikan Teli Nio, bos CV Filadelfia Jaya, sebagai salah satu tersangka di kasus galian C, di Sungai Wai Ira, di Negeri Rohomoni, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, yang sedang diusut.
Di kasus ini, Tim Penyidik Krimsus Polda Maluku, telah menetapkan, Raja Negeri Rohomoni, Daud Sangadji, sebagai tersangka. Teli Nio, kata dia, meski sebagai pembeli hasil galian C ilegal, sebagaimana yang disebut pihak Direskrimsus, tapi yang bersangkutan masuk sebagai penampung atau penada. “Berarti dia (Teli Nio), ikut serta dalam kegiatan ilegal tersebut,” ungkapnya.
Selanjutnya, papar dia, setelah ditetapkan Daud Sangadji sebagai tersangka, maka tidak ada alasan untuk tidak menjadikan Teli Nio juga sebagai tersangka, karena ikut melakukan kagiatan penambangan galian C.
Bahkan, informasi yang dihimpun Kabar Timur menyebutkan, sebanyak enam armada dam truk dan satu alat berat eksavator milik Teli Nio, melakukan “operasi” penambangan terang-terangan di Sungai Wai Ira itu.
Hasil galian C yang dikeruk berapa pasir dan batu itu, diperuntukan untuk pekerjaan paket proyek jalan Haruku-Pelauw berninilai Rp. 7.451.107.000,00. “Dan tidak hanya di Sungai Wai Ira, sampai saat ini, ada dua sungai lainnya, seperti Sungai di Pelauw dan Sungai di Haruku, masih dilakukan,” ungkap salah satu warga Haruku.
Wahyudin mengaku, ketika pengusutan kasus ini tidak menyentuh, Teli Nio, maka pengusutan kasus ini tidak lagi murni penegakan hukum, tapi ada unsur lain dibalik itu. “Kalau Teli Nio tidak disentuh, padahal yang bersangkutan jelas dan terang terlibat dalam kegiatan itu, maka ini bukan lagi penegakan hukum, tapi penegakan pilih kasih,” tutupnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus galian C di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), bergerak cepat. Kasusnya terkesan “diskriminatif.” Ada pelaku lain, tapi diabaikan. Benarkah?
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), Polda Maluku, mengusut cepat laporan adanya dugaan kegiatan tambang ilegal galian C, di Sungai Wai Ira, Desa Rohomoni, Pulau Haruku, Kabupaten Malteng.
Kasus ini, dilaporkan warga setempat, kemudian diproses dan tak lebih dari satu bulan, kasusnya “naik kelas” dari penyelidikan ke penyidikan. Saat ini, Raja Rohomoni, Daud Sangadji, sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Informasi yang dihimpun Kabar Timur menyebutkan, sebelum ada penetapan tersangka, Tim penyidik Ditkrimsus Polda Maluku, terlebih dulu telah melakukan penyitaan barang bukti berupa, satu alat berat (eksavator), dan satu dump truk, milik PT Atamari.
Selain, PT Atamari, milik Daud Sangadji, yang melakukan kegiatan penambangan pasir dan kerikil, di Sungai Wai Ira, juga ada kegiatan serupa dilakukan oleh CV Filadelfia Jaya, milik Teli Nio, salah satu pengusaha asal Kota Ambon.
Bahkan, ada sedikitnya, enam mobil dump truk dan satu alat berat, ikut melakukan pengerukan mengangkut pasir dan batu dari sungai Wai Ira, tapi “lolos” tak diusut sebagai pelaku pengerukan sebagaimana pengusutan yang dilakukan terhadap Raja Rohomoni itu.
Informasi lain yang diperoleh media ini, mengungkap, kegiatan galian C yang dilakukan CV Filadelfia Jaya, tidak hanya pada sungai Wai Ira di Desa Rohomoni, tapi juga dilakukan pada dua lokasi lainnya yang berlangsung hingga saat ini.
Misalnya, di Sungai di Desa Pelauw dan Sungai di Desa Haruku. “Dua lokasi ini, kegiatan galian C yang dilakukan oleh CV Filadelfia, masih berlangsung,” ungkap salah satu warga Haruku, sambil memperlihatkan vidio dengan durasi lima menit, kepada Kabar Timur, Minggu, kemarin.
Sementara warga itu menyebutkan, kegiatan pengerukan di sungai Wai Ira, untuk mengangkut pasir dan batu yang dilakukan PT Atamari, sebelumnya telah ada kesepakatan dari seluruh perangkat desa, yang beralngsung di rumah raja, sejak November 2023, lalu.
Setidaknya, menurut dia, terdapat tiga kesepakatan yang dikeluarkan dalam musyawarah perangkat desa, terkait dengan kegiatan pengambilan pasir dan batu dari Sungai Wai Ira itu.
Diantaranya, normalisasi Sungai Wai Ira dilakukan dengan menggunakan alat berat eksavator. Dari normalisasi Sungai Wai Ira, berupa pasir dan batu, disepakati hasilnya diperuntukan kepada Negeri dan PT Atamari.
Menurut dia, dalam pengusutan kasus Galian C di Sungai Wai Ira, terkesan ada “diskriminatif” atau tebang pilih. Buktinya, ada dua pengusaha yang melakukan kegiatan, yakni: PT Atamari dan CV Filadelfia Jaya, kendati hanya PT. Atmari yang diusut. Padahal mereka sama-sama melakukan kegiatan surupa. (KT)
Komentar