Korupsi SPPD Fiktif KKT Bakal Hadirkan saksi “Mahkota”

Petrus Fatlolon

KABARTIMURNEWS.COM, AMBON - Sesuai jadwal sidang lanjutan SPPD Fiktif Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) lanjut lagi besok, Jumat (29/12/2023) dengan agenda pemeriksaan “saksi mahkota”.

Nama Petrus Fatlolon bakal kembali mengemuka, lantaran di persidangan sebelumnya, bendahara BAKD KKT Kristina Sermatang yang juga terdakwa sekaligus saksi mahkota dimaksud menyebut Fatlolon ada menerima uang hasil SPPD Fiktif itu.

Sementara nama Fatlolon dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) cocok dengan fakta sidang. Yakni ketika mantan Bendahara BPKAD Kristina menyebut sejumlah uang diterima Petrus Fatlolon.

Kristina merincikan dalam catatan yang dia disampaikannya di hadapan majelis hakim. "Nilainya Rp50 juta, Rp30 juta, Rp50 juta, Rp100 juta, Rp25 juta dan Rp15 juta di tahun 2020," ungkap Kristina di persidangan Jumat (16/12) pekan kemarin.

Sekadar tahu saja pada sidang tersebut Petrus Fatlolon dihadirkan JPU Ahmad Attamimi untuk memberikan kesaksian. Tapi yang bersangkutan membantah, termasuk membantah BAP jaksa penyidikan, yang dikatakan Fatlolon, salah ketik.

Sementara di sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan itu JPU Ahmad Attamimi Cs mengungkapkan di tahun 2020 para terdakwa tidak pernah lakukan perjanalan dinas. Tapi laporan pertanggungjawaban fiktif dibuktikan dengan melampirkan bukti tiket dan boarding pass, kwitansi dan tiket perjalanan palsu.

Para terdakwa antara lain, Maria Goretty Batlayeri yang juga Sekretaris Perbendaharaan dan Kas Daerah (BPKAD), Klementia Oratmangun selaku Kabid BPKAD, dan terdakwa Letarius Erwin Layan (Kabid Aset) dan terdakwa Liberta Malirmase (Kabid Aakuntansi) menggunakan anggaran perjalanan dinas untuk keperluan lain.

Menurut JPU, ada anggaran dipakai membantu staf pegawai atau tenaga honorer dengan alasan kedukaan atau sakit. Kemudian makan minum bidang selama melaksanakan pekerjaan, atau ATK rutin yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Terkait anggaran perjalanan dinas setiap bidang dan Sekretariat, anggarannya diperuntukkan pada rakor konsultasi luar daerah 2020 senilai Rp319 juta lebih. Namun agar nilainya sesuai, maka realisasinya dibuat sama.

Sementara tidak ada SPJ, bahkan kegiatannya tidak pernah dilakukan. Kemudian terdapat kelebihan pembayaran tiket, belum lagi penggunaan anggaran, ternyata tidak sesuai peruntukan.

Selain itu program pengembangan Simda Keuangan dan Jaringan Rp42.764.000 dengan realisasi Rp42.438.000, namun fiktif karena tidak pernah dilakukan.

"Sehingga total anggaran perjalanan dinas yang direalisasikan oleh Bidang Perbendaharaan sebesar Rp1,2 miliar lebih. Sehingga ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,053 miliar," ungkap JPU.

Selain itu pada bidang anggaran di BPKAD KKT terdapat kegiatan yang tidak dilaksanakan. Namun ada realisasi senilai Rp1,8 miliar daripada Rp 2.3 miliar yang dianggarkan.

"Anggaran kegiatan dari dua bidang tersebut juga dipakai untuk Natal dan Tahun Baru bagi pegawai. Semua atas perintah atau kebijakan Jonas Batlayeri selaku Kepala BPKAD," cetus JPU.

Dalam dakwaannya, JPU menyebutkan ada anggaran yang mengalir ke anggota DPRD KKT sebesar Rp193,5 juta. Maupun pihak lain sebesar Rp160 juta.

"Sehingga total kerugian keuangan negara dalam perkara ini sejumlah Rp6,6 miliar lebih," cetus JPU.

Perbuatan para terdakwa diancam pidana dalam Pasal 2 Juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai dakwaan primer.

Sedangkan dakwaan susbsider adalah Pasal 3 Juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai dakwaan primer. (KTA)

Komentar

Loading...