Akademisi: Fatlolon Patut Jadi Tersangka
KABARTIMURNEWS.COM.AMBON - Kalau banggar pangkas dana dari Rp 9,1 miliar, jadi Rp 1,5 itu kewenangan yang diatur UU. Tapi, .....
Akademisi fakultas hukum Universitas Pattimura Ambon Dr Remond Supusepa SH, MH menyatakan, mestinya Bupati KKT ikut jadi tersangka. Bukan hanya mantan Sekda Ruben Moriolkosu dan enam terdakwa lainnya.
"Itu yang harus digali oleh jaksa, jangan sampai hal ini sudah direncanakan oleh kepala daerah, Petrus Fatlolon," ujar Remond kepada Kabar Timur, Sabtu pekan kemarin, ditemui di Kamari Hotel.
Faktanya, dana Rp 9,1 miliar turun jadi 1,5 miliar oleh pihak badan anggaran (banggar) DPRD KKT, namun oleh Fatlolon hal itu tidak disetujui. Lalu secara sepihak dia menetapkan anggaran SPPD sejumlah Rp 9,1 miliar.
"Nah, itu yang seharusnya digali oleh jaksa," ucap ahli hukum pidana itu.
Yakni, sejauh mana peran Fatlolon. Jangan sampai masalah ini sudah direncanakan sejak awal oleh Bupati KKT itu untuk kepentingan lain. Menurutnya, kalau banggar memangkas dana dari Rp 9,1 miliar jadi Rp 1,5 itu kewenangan yang diatur UU.
Dengan demikian, Bupati KKT harus bertanggungjawab secara pidana pada saat pengganggaran tersebut. "Bukan mengarah kepada angota-anggota dewan, itu perkara lain," ingat Remond.
Menurutnya, kalau memang ada gratifikasi, harus dibuka di persidangan oleh Fatlolon sendiri. Yakni terhadap anggota-anggota DPRD yang dihadirkan selaku saksi oleh jaksa.
Jika hal itu bisa dibuka oleh jaksa di persidangan, maka dapat diduga Bupati KKT itu juga bisa dikenakan sebagai pelaku penyuapan, atau yang menjurus ke stafnya.
"Maka Bupati juga harus jadi tersangka untuk perkara suap-menyuapnya, demikian," catat ahli pidana yang kerap dihadirkan di sejumlah sidang tindak pidana korupsi itu.
ANDALKAN CCTV
Sementara itu, Petrus Fatlolon ngaku punya CCTV, dan majelis hakim langsung percaya, Masya Allah!! Mestinya, majelis hakim meminta langsung bukti risalah rapat dihadirkan berdasarkan CCTV dimaksud. Namun yang terjadi majelis hakim langsung mengiyakan, ajaib!!
Itu terjadi saat saksi Fatlolon di persidangan, oleh hakim ketua Harris Tewa mencercar saksi dengan tagline PF itu. Saksi PF menyatakan kalau dirinya punya CCTV dan rekaman di kantornya. "Biasanya kalau teman-teman dewan datang ke ruangan saya, ada CCTV ada rekaman," ujar Fatlolon.
Tapi uniknya, setelah menyebutkan CCTV dan rekaman, Bupati KKT itu langsung menelikung ke soal anggaran DPRD yang naik setiap tahunnya. Namun hal itu dibantah saksi Ricky Jauwerissa dari fraksi Golkar.
Ricky mengungkapkan, kalau Fatlolon meminta agar anggaran jangan dipotong, dari Rp 9,1 miliar menjadi Rp 1,5 miliar. Alhasil, PF langsung mengundang sejumlah anggota DPRD KKT ke ruangannya di kantor Bupati.
Dia menjelaskan, saksi PF mengundang pihaknya, bersama teman-teman DPRD KKT lainnya. "Saudara Fatlolon minta supaya anggaran jangan dipotong, karena ada Forkompimda. Ada saksinya yang mulia," ujar Ricky.
Ricky kemudian menyebutkan saksi dimaksud beberapa diantaranya, Paula Laritmase yang merupakan ketua Komisi B itu. Kemudian ketua DPRD Jaflaun Batlayeri dan beberapa lainnya.
Mereka semua yang disebut Ricky membenarkan hal itu. "Betul?" tanya hakim ketua Harris ke salah satu saksi, yakni Paula. Atas hal itu saksi Paula membenarkan, apa yang dikatakan oleh saksi Ricky.
"Apakah ini pola anggota dewan seperti ini. Ini luar biasa. Kalau sumpah adat mati rame-rame," ujar hakim anggota Wilson Shriver.
Sebelumnya, JPU Ahmad Attamimi menanyakan saksi Bupati KKT itu soal pemotongan anggaran. Tapi PF mengaku tidak pernah dengar hal itu, soal pemotongan.
Mendengar jawaban Fatlolon alias PF, hakim Ketua Harris Tewa langsung menyela, "Silahkan pa Jaksa (Attamimi). Atur gimana supaya ada fakta-fakta baru yang terungkap. Pasti ada apa-apa ini," sentil hakim ketua itu.(KTA)
Komentar