Cabuli Anak Dibawah Umur, Ramon Divonis 5 Tahun
AMBON-Majelis hakim mengganjar Ramon Gamumi 5 tahun penjara akibat melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur usia 12 tahun. Penasehat hukumnya mengaku puas atas vonis majelis hakim yang diketuai Martha Maitimu itu.
Pasalnya, tuntutan JPU Beatrix Novi Temmar dan Ella Ubeleuw selama 8 tahun penjara, ternyata diganjar majelis hakim 5 tahun. "Karena itu terdakwa Ramon Gumumi harus dihukum setelah terbukti melakukan pencabulan terhadap anak, kedua menjatuhkan pidana penjar selama 5 tahun dengan denda sebesar Rp 600 juta subsider 3 bulan kurungan penjara," cetus hakim ketua Martha Maitimu sesaat sebelum mengetok palu sidang, di PN Ambon, Senin (05/06/2023).
"Bagaimana? terima atau tidak putusan ini," tanya Hakim Ketua Martha Maitimu. Pertanyaan itu dijawab oleh terdakwa dan menerima vonis tersebut.
Usai persidangan, penasehat hukum terdakwa Tita Sahetapy SH MH menjelaskan, kliennya itu hanya lakukan pencabulan tanpa persetubuhan dengan korban yang masih di bawah umur itu. "Dia hanya kena pasal 82, UU Perlindungan anak. Bukan pasal 81 KUHPidana," kata Sahetapy.
Sebagaimana pasal 82 ayat 1 UU Perlindungan Anak Nomor 17 tahun 2016 menyatakan setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Kronologis pencabulan tersebut, ungkap Sahetapy terjadi di kawasan Halong, Kecamatan Baguala Kota Ambon. Ketika itu Ramon yang telah beristri dengan satu anak yang masih kecil itu terlibat chatting dengan korban "Bunga" melalui mesengger sekitar jam 4 dini hari.
"Awalnya terdakwa seng pusing, karena korban hanya bilang mau minta kirim pulsa," beber Sahetapy.
Tapi akhirnya, terdakwa keluar rumah juga dan menemui korban di lokasi tersebut, yang terdapat pengisian air minum itu. Saat bertemu malam itu, terdakwa mengajak korban menuju sebuah lapak warga di sebelah atas yang jauh dari jalan raya.
Di tempat itu lah, terdakwa memeluk sambil meraba-raba tubuh korban. Namun saat hendak melakukan persetubuhan, tak diduga tiba-tiba isterinya menelpon terdakwa.
"Tiba-tiba dia bini (isteri) telepon, padahal dia sudah mau kasih masuk, dan mau bikin itu," beber Sahetapy.
Menurutnya, fakta tidak adanya persetubuhan terungkap melalui hasil visum et repertum yang menyatakan bagian vital korban masih utuh. "Jadi memang katong puas dengan putusan majelis yang lima tahun itu," ujar pengacara perempuan itu.(KTA)
Komentar