Didemo, Kajari : Dasar Apa Lanjut Penyidikan
KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Kalau ada oknum Kejaksaan atau Jaksa yang bermain nakal, termasuk saya, silahkan perintah tangkap. Saya tidak punya tendensi apa-apa disini.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon, kembali mendapat kritik dalam bentuk unjuk rasa sekelompok Organisasi kepemudaan (OKP) yang tergabung dalam Cipayung Plus Kota Ambon, Kamis (10/2).
OKP Cipayung plus kota Ambon yakni GMKI, GMNI, PMII dan IMM, yang melakukan aksi di depan Kantor Kejari Ambon itu, memprotes habis-habisan keputusan Korps Adhyaksa menutup pengelolaan kasus dugaan Korupsi anggaran 2020, di Sekretariat DPRD Kota Ambon, Rp 5,5 miliar.
Demonstran menilai, ada unsur intimidasi atau kongkalikong yang dilakukan antara Kejari dan DPRD Kota Ambon, sehingga penyelidik kasus berdasarkan temuan BPK RI perwakilan Maluku itu dihentikan.
"Kami menduga ada kongkalikong antara Kajari Ambon dan Pimpinan DPRD, sehingga penyelidikan kasus putus ditengah jalan, atau dihentikan. Aneh, padahal sudah jelas ada indikasi kerugian negara dalam kasus itu,"teriak salah satu orator.
Mirisnya, lanjut orator lainnya dari OKP Cipayung Plus Kota Ambon, ketika ditemukan ada indikasi kerugian negara yang dilakukan DPRD Kota Ambon, kasus tiba-tiba dihentikan dengan dalil telah mengembalikan kerugian keuangan negara.
"Aneh dan miris ketika uang negara dicuri dikembalikan, dapat menggugurkan aspek hukumnya, sehingga harus ditutup kasusnya. Yang benar saja,"ungkap demonstran.
Sementara itu, salah satu pendemo dari GMNI menegaskan, Kajari Ambon jangan terkesan melindungi para aktor koruptor pada perkara penyelewengan anggaran DPRD Kota Ambon.
"Padahal di awal penyelidikan, Kejari gencar memeriksa puluhan saksi, mulai dari ASN, Anggota DPRD hingga beberapa pihak lainnya. Tapi hasilnya mana. Percuma periksa kalau ujung-ujungnya ditutup. Tak ada efek jera,"papar demonstran.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ambon, Dian Fris Nalle, yang keluar menemui demonstran menjelaskan, pihaknya tetap terbuka terhadap semua pihak mengenai segala macam perkara yang ditangani.
"Kita hentikan penyelidikan kasus DPRD Kota Ambon, karena sesuai temuan BPK itu jelas bahwa merekomendasikan kepada Walikota, untuk memerintahkan Sekwan DPRD Kota menarik anggaran sesuai kerugian negara,"terangnya.
"Bukan rekomendasi menyerahkan untuk dipidana. Dan kasus tersebut pun masih dalam tahap penyelidikan, kerugian negara yang ditimbulkan juga masih berupa indikasi atau diduga, belum nyata timbulkan kerugian negara dengan nilai pasti,"tambahnya.
Dihadapkan demonstran Dian menjelaskan, menurut BPK RI Perwakilan Maluku, realisasi belanja itu tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga muncul indikasi atau dugaan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 5.977.145.383, jelasnya.
Rp 5.977.145.383 itu, lanjut Dian, kemudian dipotong pajak sebesar Rp 394.430.172. " Dengan demikian dugaan atau indikasi kerugian daerah berjumlah Rp 5.582.715.211,"ujarnya.
Merujuk pada temuan itu, Dian mengungkapkan, BPK RI Perwakilan Maluku, lalu merekomendasikan ke Walikota Ambon, agar segera memerintahkan Sekwan DPRD untuk menarik anggaran sesuai jumlah kerugian dimaksud, yakni Rp 5.582.715.211.
"Dan pengembalian sudah dilakukan secara bertahap. Pertama Sekretariat DPRD Kota Ambon setor Rp 1,5 miliar ke kas Pemkot, kemudian Rp 4 Miliar lebih dikembalikan melalui Jaksa penyelidik, dan dilanjutkan ke rekening kas Pemkot,"terangnya.
"Pihak-pihak yang mengembalikan uangnya adalah, semua pimpinan dewan, 35 anggota DPRD Kota Ambon, kemudian ada juga beberapa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Sekretariat Dewan Kota,"tambahnya.
Secara hukum, penanganan kasus tersebut masih tahap penyelidikan, dimana Jaksa penyelidik dalam proses mencari indikasi perbuatan, dan sama sekali belum naik kelas ke tahap penyidikan.
Dengan demikian, dalam proses mencari indikasi adanya kerugian keuangan negara, ternyata telah dikembalikan atau dibayar sesuai nilai yang direkomendasikan oleh BPK.
"Maka dari itu, untuk menaikkan kelas kasus ini dari tahap penyelidikan ke penyidikan dasarnya apa? Karena memang sudah tidak ada satu pun unsur pidana. Jika tidak ada satu unsur pidana, maka tidak bisa diproses lebih lanjut. Anak hukum pun tahu itu,"paparnya.
Kendati demikian, Dian menegaskan, pihaknya sewaktu-waktu bisa saja membuka kembali kasus tersebut, apabila ditemukan bukti hukum baru. "Saya tegaskan, tidak ada unsur intimidasi apapun dalam proses penanganan perkara ini,"ujarnya.
"Saya tahu keputusan ini tidak bisa diterima oleh masyarakat. Tapi pada prinsipnya, pengembalian kerugian keuangan negara merupakan hak mutlak, karena nantinya bisa digunakan untuk kepentingan rakyat,"tuturnya.
Dian menambahkan, dirinya tidak memiliki tendensi atau kepentingan pribadi apapun dalam kasus itu. Penghentian kasus telah didasari pada ketentuan. "Saya berani ambil sikap menghentikan kasus, karena masih tahap penyelidikan, belum penyidikan,"tegasnya.
"Kalau ada oknum Kejaksaan atau Jaksa yang bermain nakal, termasuk saya, silahkan perintah tangkap. Saya tidak punya tendensi apa-apa disini. Sekali lagi saya tegaskan, tak ada intimidasi atau kongkalikong,"tutupnya. (KTE)
Komentar