Bongkar Tipikor Proyek Rumbatu-Manusa

Saksi Rampung, Jaksa Tunggu Hasil Ahli

KABARTIMURNEWS.COM,AMBON, - Perkerjaan baru 75 persen, dana cair seratuas persen. Ada rekayasa progres pekerjaan dari PUPR SBB.

Gerak cepat Kejaksaan Tinggi (Kejati), Maluku merampungkan penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek jalan penghubung Desa Rambatu-Manusa, Kecamatan Inamosol, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) tahun 2018 Rp 31 miliar, selangkah lagi bakal menentukan “naik kelas” atau tidak kasus tersebut.

Setidaknya dalam tahap penyelidikan Tim korps Adhiyaksa telah merampungkan pemeriksaan saksi-saksi dan tinggal menunggu hasil pemeriksaan lapangan dari saksi ahli atas realisasi dari pekerjaan mega proyek jalan tersebut.

"Saat ini pemerioksaan saksi-saksi sudah selesai. Tinggal kita kroschek hasil dari ahli saja,” kata Asisten Tindak Intelijen Kejati Maluku, Muji Martopo, singkat, Senin, kemarin.
Selain itu, dia mengaku, pihaknya juga melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan kontraktor dari PT. Bias Sinar Abadi, bertempat di ruang Pidana Khusus (Pidsus) Kantor Kejati Maluku,.

"Kontraktor belum datang, diwakili yang ada di SBB. Untuk inisial namanya, mohon maaf belum bisa disampaikan, karena masih dalam tahap penyelidikan," ungkap Muji, saat dikonfirmasi koran ini via pesan singkat WhatsApp (WA).

Dia menjelaskan, pemeriksaan lanjutan terhadap perwakilan kontraktor di Kabupaten SBB kali ini, dilakukan penyelidik hanya untuk mencocokan data-data laporan pekerjaan proyek, yang anggarannya telah dicairkan 100 persen oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

"Hanya cocokkan data-data yang ada. Tentunya ini juga bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana atau untuk memastikan apakah ada penyimpangan atau tidak dalam prosesnya," jelas Muji.

Ditanya adakah surat atau dokumen yang disita penyelidik dari tangan perwakilan kontraktor itu, Muji mengatakan, penyitaan belum dapat dilakukan penyelidik lantaran penanganan kasusnya masih dalam penyelidikan. "Karena masih lid (penyelidikan), maka belum ada penyitaan. Teman-teman pers ikuti saja terus perkembangan penanganan perkaranya," tuturnya.
THOMAS WATTIMENA LALAI

Mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Thomas Wattimena, dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab.

Data yang berhasil diperoleh Kabar Timur menyebutkan, terdapat potensi kerugian negara atas sisa pekerjaan yang belum diselesaikan sebesar Rp 7.857.145.000,00 . Sejak awal pekerjaan pembangunan proyek ini dikerjakan PT BSA berdasarkan Surat Perjanjian Nomor 600/02/SP/PPK-DAK-JS/III/2018 tanggal 26 Maret 2018, dengan nilai Rp29.858.000.000,00.

"Jangka waktu pekerjaan 240 hari kalender sejak 26 Maret- sampai dengan 27 November 2018, dengan masa pemeliharaan selama 180 hari,"katanya.

Selain itu, terdapat dua perubahan perjanjian. Pertama: berdasarkan Addendum 01 Nomor 600.07/SK-ADD.01/PPK-DAK-JS/IV/2018, tanggal 25 April 2018 dengan perubahan berupa penambahan volume pekerjaan.

"Sehingga nilai kontrak naik menjadi Rp 31.428.580.000,00 dan perpanjangan waktu pelaksanaan menjadi 270 hari, dan berakhir 26 Desember 2018,"terangnya.

Selanjutnya kedua : Addendum 02 Nomor 600.11/SK-ADD.02/PPK-DAK-JS/XII/2018 tanggal 5 Desember 2018, dengan perubahan berupa Pekerjaan Tambah Kurang (CCO) dengan Nilai Kontrak tetap, sesuai Addendum 01, tambahnya.

Dia mengungkapkan, pekerjaan telah diperiksa PPK bersama-sama Kontraktor Pelaksana, dan Pengawas Lapangan sesuai Berita Acara Pemeriksaan Kemajuan Pekerjaan Nomor: 600/09/BA-PKP.IV/PPK-DAK-JS/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018, menyatakan tingkat penyelesaian pekerjaan 100 persen.

"Dan pekerjaan diserahterimakan berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan (PHO) Nomor 600/10.a/BA.PHO/PPK-DAK-JS/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018,"ungkapnya.
Bahkan, Pemerintah Kabupaten SBB telah merealisasikan pembayaran hingga beberapa kali sehingga totalnya mencapai 100 persen atau, sebesar Rp 31.428.580.000,00.

Pencairan pertama melalui Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor 189/BEL/DPUPR/IV/2018 tanggal 10 April 2018 sebesar Rp 5.971.600.000,00. Kemudian SP2D Nomor 1558/BEL/DPUPR/IX/2018 tanggal 27 September 2018, sebesar Rp12.728.490.000,00.

"SP2D Nomor 2460/BEL/DPUPR/XI/2018, tanggal 29 November 2018 sebesar Rp7.857.145.000,00, SP2D Nomor 3889/BEL/DPUPR/XII/2018 tanggal 28 Desember 2018 sebesar Rp3.299.916.000,00, dan SP2D Nomor 3890/BEL/DPUPR/XII/2018 tanggal 28 Desember 2018 sebesar Rp 1.571.429.000,00,"rincinya.

Setelah pencairan dilakukan hasil hasil analisis dokumen, lanjut dia, keterangan PPK dan pemeriksaan fisik pada tanggal 7 Maret 2019, kemajuan pekerjaan baru mencapai 75 persen. Atas kondisi tersebut, PPK menuangkan capaian fisik pekerjaan per tanggal 26 Desember 2018 sebesar 50,03 persen, sesuai Berita Acara Pernyataan Progres Fisik tanggal 11 April 2019.

"Anehnya, sampai dengan pemeriksaan terakhir pada tanggal 7 Mei 2019 oleh pihak terkait, pekerjaan masih terus dilaksanakan. Padahal anggaran sudah cair semua, 100 persen,"bebernya.

Atas permasalahan dimaksud, lanjut dia,terdapat denda yang belum dikenakan terhadap sisa pekerjaan sebesar 49,97 persen (100 persen- 50,03 persen) sesuai Addendum 01 Nomor 600.07/SKADD.01/PPK-DAK-JS/IV/2018, yaitu batas waktu akhir pelaksanaan pekerjaan tanggal 26 Desember 2018.

Pengenaan denda diperhitungkan sebesar Rp785.243.071,30 [5 persen x (49,97 persen x Rp31.428.580.000,00)]. Selain itu, terdapat potensi kerugian negara atas sisa pekerjaan yang belum diselesaikan sebesar Rp7.857.145.000,00 [(100-75) persen x Rp31.428.580.000,00],"ungkapnya.

Dengan demikian potensi kerugian negara sebesar Rp7.857.145.000,00 atas Pekerjaan Pembangunan Jalan Ruas Desa Rambatu-Desa Manusa yang belum diselesaikan disebabkan karena,

PUPR SBB dimasa Kepemimpinan Thomas Wattimena, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tidak optimal dalam mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran belanja OPD.

"PPK juga tidak cermat dalam mengawasi, dan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan fisik yang menjadi tanggung jawabnya, serta lalai dalam melaksanakan ketentuan dalam Surat Perjanjian.

Panitia Penerima Hasil Pekerjaan juga lalai dalam melaksanakan ketentuan dalam Surat Perjanjian; dan konsultan pengawas tidak cermat dalam mengawasi pelaksanaan pekerjaan, serta lalai dalam melaksanakan ketentuan dalam Surat Perjanjian," simpul data itu. (KTE)

Komentar

Loading...